Tampilkan postingan dengan label Realistic Mathematic Education. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Realistic Mathematic Education. Tampilkan semua postingan

Selasa, 08 Mei 2012

Pembelajaran Matematika dengan pendekatan RME (Realistic Mathematic Education)

Dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)  itu diharapkan siswa dapat menemukan sendiri konsep matematika yang dipelajari. Pembelajaran diawali dengan hal-hal yang konkrit berupa permasalahan yang dapat dibayangkan oleh siswa, selanjutnya dengan hal-hal semi kon-krit berupa gambar-gambar, denah ataupun grafik, dan pada akhirnya menuju pada konsep pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa berupa lambang-lambang.  Realistic Mathematic Education

            Pada pembelajaran matematika dengan materi konsep dasar perkalian dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dapat dimulai dari soal realistik/konkrit (nyata) yang dapat diba-yangkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, perkalian 2 :

Guru mengajukan pertanyaan pada siswa :

            1 sepeda rodanya ....   2 sepeda rodanya ....   3 sepeda rodanya ....  

4 sepeda rodanya ....   5 sepeda rodanya ...    dan seterusnya.

            Jumlah roda sepeda telah dapat di-bayangkan oleh siswa banyaknya, karena sepeda adalah bentuk konkrit (nyata)  telah dikenal oleh siswa dan ada dalam kehidupan sehari-hari siswa. Sehingga dengan mudah dan secara tidak langsung siswa akan dapat menjawab :

            1 sepeda rodanya  (2)   2 sepeda rodanya  (4)    3 sepeda rodanya  (6)  

4 sepeda rodanya  (8)   5 sepeda rodanya  (10)    dan seterusnya.

Sebagai seorang guru bisa memberi-kan pertanyaan kepada siswa ba-gaimana cara menemukan hasil seperti itu. Maka, akan banyak cara yang akan dihasilkan oleh siswa, sesuai dengan kreativitas dan ke-mampuan masing-masing siswa, misalnya: ada yang dengan membilang banyak roda sepeda satu persatu, ada yang men-jumlahkan roda sepeda dengan men-jumlahkan dua-dua, dan lain sebagainya. Dalam menanggapi hasil jawaban siswa diharapkan seorang guru tidak pernah untuk menyalahkannya, tetapi kita mengarahkan pada yang mendekati ataupun yang paling benar dan sesuai dengan konsep perkalian yang kita ajarkan dalam memberikan jawaban. Seperti :

1 sepeda rodanya  (2)  diperoleh dari 2

2 sepeda rodanya  (4)  diperoleh dari 2 + 2

3 sepeda rodanya  (6)  diperoleh dari 2 + 2 + 2

4 sepeda rodanya  (8)  diperoleh dari 2 + 2 + 2 + 2

5 sepeda rodanya (10) diperolah dari 2 + 2 + 2 + 2 + 2 dan seterusnya

Dari hasil jawaban siswa yang berbentuk semi konkrit seperti diatas guru membimbing siswa dalam menyimpulkan konsep dasar perkalian bahwa perkalian adalah penjumlahan berulang dengan bilangan yang sama, yaitu :

2  =  1 X 2

2 + 2 = 2 X 2

2 + 2 + 2  = 3 X 2

2 + 2 + 2 + 2 = 4 X 2

2 + 2 + 2 + 2 + 2 = 5 X 2 dan seterusnya.

Selanjutnya secara tidak langsung siswa dapat membuat daftar perkalian sen-diri tanpa kita langsung menunjukkan daftar perkalian seperti, yang selama ini kita lakukan.

Siswa juga dapat praktek langsung untuk membuktikan kebenaran dari per-kalian misalnya 4 X 5 = 20 misalnya, menggunakan daun singkong yang mereka bawa dengan menghitung jari daun sing-kong (konkrit) dilanjutkan pada hal yang semi konkrit (5 + 5 + 5 + 5 + 5) dan akhir-nya mengarah yang abstrak (4 X 5 = 20).

Setelah siswa memahami konsep dasar perkalian, maka siswa bisa diminta untuk menghapal perkalian. Apabila suatu saat siswa lupa akan hasil perkalian maka, mereka akan mengingat kembali bagaimana cara mereka menemukan hasil perkalian tersebut. Ini sangat melekat pada diri mereka dan lebih bermakna daripada kita sebagai seorang guru lanngsung saja memberikan daftar perkalian.

Model sebagai Jembatan                   

            Perubahan dari berfikir konkrit ke berfikir abstrak dalam uraian diatas merupa-kan cerminan proses perkembangan yang dilalui siswa. Dengan bantuan model-model berupa benda nyata, gambar, maupun lambang-lambang yang berperan dalam membimbing siswa kearah pemahaman kon-sep atau pengetahuan formal atau dapat di-katakan bahwa model model tersebut telah berperan sebagai jembatan yang menghu-bungkan hal konkrit dengan hal yang abstrak dalam memahami suatu konsep matematika.

            Siswa yang telah mampu mema-hami konsep matematika, terutama konsep dasar perkalian seperti yang telah diuraikan dalam uraian ini, siswa tidak perlu menggunakan model-model transisi tadi. Siswa akan langsung menggunakan model yang sudah baku yaitu perkalian 2 bilangan satu angka. Setelah siswa mencapai level formal, sesuatu yang tadinya masih merupakan abstrak bagi siswa tidak lagi abstrak tetapi merupakan sesuatu yang konkrit. Dikatakan bahwa model yang terakhir itu yang abstrak,  dinamakan suattu model  untuk atau model for  sedangkan model yang sifatnya masih informal disebut sebagai model dari atau model of  (Gravemeijer, 1994).

            Di sisi lain, disadari bahwa masih terdapat siswa yang tidak secara cepat memahami masalah yang abstrak, dan tentu  masih mengalami kesulitan serta melakukan kesalahan. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan model-model yang sesuai level kemampuannya, dan dapat digiring untuk menuju pada kemampuan formal.

 

DAFTAR RUJUKAN

As’ari, Abdur Rahman. 2004. Penugasan Belajar yang Tepat untuk Membantu Siswa Belajar Matematika Secara Bermakna.

Moerlands. 2003. Model dalam Pembe-lajaran Matematika Realistik MIPA, TAHUN 35, NOMOR 2, 2006.

Sabandar, Jozua. 2006. Model dalam Pembelajaran Matematika Realistik.

Sudrajat, Akhmad. 2008. Pembelajaran Kontekstual.

 

IDENTITAS PENGIRIM

Judul Artikel : PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC

EDUCATION PADA KONSEP DASAR PERKALIANSalmani Dinas Pendidikan Kab. PPU Kal-Tim

Nama Pengarang : Salmani

Nomor Identitas, NIP, NIY : 19751002199807 1 001

Institusi Kerja : Dinas Pendidikan Kab. PPU Kal-Tim

Email : teqip_malang@yahoo.co.id

Alamat Blog : salmani-duniapendidkan.blogspot.com

Facebook : Aulia Zulfi

Kirimkan artikel anda DISINI

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit