Sabtu, 23 Maret 2013

Cara Penyediaan dan Penyiapan alat/bahan Praktek

1. Pembuatan preparat segar tumbuhan

Letakan benang sari Rhoeo discolor di bawah mikroskop mikroskop. Cabutlah sehelai rambut tangkai benang sari Rhoeo discolor dengan menggunakan pinset . Letakan pada kaca obyek yang telah ditetesi air, kemudian tutup dengan kaca penutup

clip_image002

2. Preparat sel hewan

Sediakan kaca obyek dengan setetes air, koreklah bagian dalam dari pipi anda dengan satu jari atau tusuk gigi yang bersih , perlahan-lahan sentuhlah sedikit material diujung jari pada tetesan air di atas gelas bjek, lalu tutup dengan kaca penutup

3. Preparat sayatan melintang batang, akar dan daun tumbuhan monokotil dan dikotil

Sayatlah dengan silet tajam batang bunga matahari, batang muda jagung, dan batang bunga mawar serta akar kecambah kacang merah serta jagung setipis mungkin. Letakan pada kaca obyek yang sudah bersih serta ditetesi anilin sulfat

Daun karet dan Rhoeo discolor . Selipkan sepotong daun karet pada empulur batang pohon singkong atau gabus yang telah dibelah ujungnya. Kemudian buat irisan melintang setipis mungkin dari daun tersebut beserta empulurnya. Letakan irisan di atas gelas obyrek yang telah ditetesi anilin sulfat selanjutnya tutup dengan kaca penutup .

Buatlah sayatan sayatan permukaan bawah daun Rhoeo discolor . Cara pengerjaan nya seperti pada daun karet.

4. Preparat segar epitel berlapis tunggal pipih

Ambil seekor katak (Rana cancrivora) . masukkan ke dalam botol yang telah berisi kapas yang ditetesi eter. Diamkan sampai katak mati jepit dengan pinset bagian kulitnya dan gunting .

Rendamlah guntingan tersebut dalam air selama 5 menit. Selaput yang terapung diambil dan letakan di atas kaca objek yang telah ditetesi air.

5. Preparat tulang rawan

Ambil paha katak yang telah dimatikan pada percobaan diatas. Irislah bagian bonggol tulang paha tersebut setipis mungkin , kemudian letakan pada kaca objek yang telah ditetesi air, laluntutup dengan kaca penutup.

6. Cara mengawetkan specimen hewan

a. Hewan Invertebrata dimasukkan ke dalam botol koleksi yang telah diisi dengan spriritus 2,5%. Bila menginginkan tidak berwarna gunakan alcohol 70% atau formalin 2%

( 98 ml aguades + 2 ml formalin 4%) kemudian botol koleksi ditutup rapat

b. Hewan vertebrata bagian perutnya harus diiris dari anus ke mulut agar zat pengawet masuk meresap ke tubuh bagian dalam Kemudian celupkan dalam formalin 4% - 10%, agar tidak kaku untuk praktikum alcohol 70%
c. AweAwetan kering

Serangga dibunuh dengan obat pembunuh serangga . Serangga ditusuk dengan jarum pentul pada bagian toraks atau aabdomen, lalu ditancapkan pada gabus atau plasticbusa untuk diangin-angkinkan hingga kering , setelah kering disimpat dalam botol dan diberi kapur barus

d. Pengawetan basah

Masukkan tumbuhan pada botol koleksi yang berisi formalin 4%

Bahan yang digunakan dalam kegiatan di laboratorium dapat berupa bahan kimia, han alami (berupa benda dan makhluk hidup). Bahan kimia yang berbahaya dengan ciri mudah terbakar, mudah meledak, korosif dan beracun. Contoh bahan kimia berbahaya seperti asam khlorida, asam sulfat dan asam phosphat. Bahan kimia di laboratorium IPA berdasarkan sifat zat yang sesuai dengan simbolnya meliputi kelompok:
1. Bahan yang mudah terbakar, seperti alkohol (C2H5OH), eter, spiritus dan belerang.
2. Bahan yang mudah menguap, seperti eter, alkohol dan spiritus
3. Bahan yang tidak berbahaya, seperti amilum (tepung/pati), glukosa, sukrosa (gula

pasir), air dan minyak.
4. Bahan untuk reaksi kimia, seperti reagen biuret, reagen Fehling A dan Fehling B,

larutan lugol, larutan iodium dan reagen Bennedict.

Bahan dari makhluk hidup yang digunakan di laboratorium Biologi, digunakan untuk:

1. Bahan yang diuji, seperti bahan makanan, bagian tumbuhan (bunga, daun, buah, batang dan akar), bagian hewan (bulu, rambut, tulang, darah dsb), mikroorganisme (bakteri, ganggang, jamur, kultur Amoeba proteus dsb)

2. Bahan yang digunakan untuk menguji, seperti kunyit, bunga sepatu dan kulit anggur sebagai bahan indikator asam-basa.

Berdasarkan sifat kimianya bahan-bahan kimia digolongkan menjadi :

Bahan Mudah Terbakar

Bahan terbakar dapat berwujud gas, cair yang mudah menguap atau bahan padat yang dalam bentuk debu dapat meledak (terbakar) jika tercampur atau terdispersi dengan udara.

Cairan yang mudah terbakar memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

1. Mudah menguap atau volatik

2. Uap cairan dapat terbakar (menimbulkan api) dalam kondisi normal

3. Uap cairan lebih mudah menimbulkan api atau ledakan jika dibandingkan dengan

cairannya.

Kecepatan penguapan bervariasi dari satu cairan ke cairan lainnya sebanding dengan naiknya suhu. Uap dari cairan yang mudah terbakar tidak dapat dilihat sehingga sulit untuk mendeteksinya kecuali digunakan indicator gas yang mudah terbakar. Sebahagian besar uap lebih berat daripada udara sehingga cenderung ada dipermukaan lantai. Uap cairan yang mudah terbakar mudah berdifusi sehingga seluruh mangan menjadi berbahaya.

Bahan- bahan kimia mudah terbakar dapat berupa :

1. Pelarut dan pereaksi Organik

Seperti Asetaldehid, Asam Asetat, Aseton, Benzen, Karbon difulfida, Etil Alkohol, Eter, Etil Asetat, Etil Alkohol, Petroleum Eter, Isopropil Alkohol, Taluen,Xylen.

2. Bahan Anorganik

Bila terjadi kebakaran logam Alumunium, magnesium dan Zinkum (seng) dalam keadaan murni jangan gunakan pemadam berisi api tetapi gunakanlah serbuk pemada

Fosfor kuning, akan terbakar bila berhubungan dengan udara. Simpan dalam air dan control selalu permukaan airnya karena permukaan air akan menurut akibat penguapan.

Logam K dan Na akan terbakar jika kontak dengan air, simpan didalam minyak paraffin. Kontrol permukaan minyak paraffin tersebut. Berikut ini adalah beberapa contoh bahan diantaranya Natrium Clorida (garam dapur), Asam klorida, asam sulfat, Natrium hidroksida, Kalium hidroksida,dll.


Bahan Pengoksidasi

Bahan –bahan ini dapat menimbulkan reaksi eksotermis yang sangat tinggi jika kontak langsung dengan bahan lain khususnya dengan bahan mudah terbakar.

Misalnya bahan-bahan pengoksidasi. Contoh : Chlorat,Perchlorat, Khlorin, Fluorin dan Iodin yang mudah bereaksi dengan Oksigen (dalam kondisi tertentu) dikelompokkan menjadi bahan pengoksisdasi.

Bahan Mudah Meledak

Peroksida dalam bentuk murni sehingga menimbulkan ledakan tapi karena bahan ini umumnya tak tersedia kecuali di campurkan dengan bahan inert/netral dalam persentase kecil maka sering dianggap mudah terbakar .

Asam perchlorat (HCL4) berbahaya karena menimbulkan ledakan jika kontak dengan bahan organic . Asam perchlorat tak boleh digunakan diatas meja kayu, botol yang digunakan harus dari gelas dan jika tercemar harus segera dibuang.

Bahan Beracun (toksik)

Bahan beracun yang terhisap dapat mengakibatkan :

1. Asfiksi (kesulitan bernafas) dan menyebabkan defisiensi O2.

Misalnya : Nitrogen, Hidrogen dan CO2

2. Iritasi, yang dapat melukai saluran pernapasan dan paru paru

Misalnya : Ammonia, Hidrogen Klorida, glas Klor, gas bromine dan Hidrogen Sulfida serta uap logam berat seprti Air Raksa dan Timbal

3. Bahan bahan yang beracun lainnya adalah yaitu Alinin, Benzen, Bromin, chlorine, Hidrogen peroksida, Iodium, Asam Nitrat, Phenol Sulfur dioksida, logam-logam , Mercury perak ,timah dan sebagainya.

Cara menyimpan bahan laboratorium

.Cara menyimpan bahan laboratorium IPA dengan memperhatikan kaidah penyimpanan, seperti halnya pada penyimpanan alat laboratorium. Sifat masing-masing bahan harus diketahui sebelum melakukan penyimpanan, seperti:
a. Bahan yang dapat bereaksi dengan kaca sebaiknya disimpan dalam botol plastik.
b. Bahan yang dapat bereaksi dengan plastik sebaiknya disimpan dalam botol kaca.
c. Bahan yang dapat berubah ketika terkenan matahari langsung, sebaiknya disimpan

dalam botol gelap dan diletakkan dalam lemari tertutup. Sedangkan bahan yang tidak

mudah rusak oleh cahaya matahari secara langsung dalam disimpan dalam botol

berwarna bening

d. Bahan berbahaya dan bahan korosif sebaiknya disimpan terpisah dari bahan lainnya.
e. Penyimpanan bahan sebaiknya dalam botol induk yang berukuran besar dan dapat

pula menggunakan botol berkran.

Pengambilan bahan kimia dari botol sebaiknya secukupnya saja sesuai kebutuhan praktikum pada saat itu. Sisa bahan praktikum disimpam dalam botol kecil, jangan dikembalikan pada botol induk. Hal ini untuk menghindari rusaknya bahan dalam botol induk karena bahan sisa praktikum mungkin sudah rusak atau tidak murni lagi

f. Bahan disimpan dalam botol yang diberi simbol karakteristik masing-masing bahan.

BACA SELENGKAPNYA »

Kamis, 21 Maret 2013

Cara Pengelolaan Bahan Laboratorium IPA di Sekolah Yang baik

Penyimpanan/pengelolaan alat dan bahan laboratorium merupakan bagian dari manajemen laboratorium. Manajemen Laboratorium (Laboratory Management) adalah usaha untuk mengelola laboratorium berdasar konsep manajemen baku.Bagaimana suatu laboratorium dapat dikelola dengan baik sangat ditentukan oleh beberapa faktor yang sangat berkaitan satu dengan lainnya. Beberapa peralatan laboratorium yang canggih dengan staf profesional yang terampil, belum tentu dapat beroperasi dengan baik , jika tidak didukung oleh adanya manajemen laboratorium yang baik. Oleh karena itu manajemen laboratorium adalah suatu bagian yang tak dapat dipisahkan dari kegiatan laboratorium sehari-hari.

clip_image001

Peralatan laboratorium sebaiknya dikelompokkan berdasarkan penggunaannya. Setelah selesai digunakan harus segera dibersihkan kembali dan disusun seperti semula. Semua alat-alat ini sebaiknya diberi penutup (cover), misal plastik transparan, terutama terutama alat-alat yang memang memerlukannya. Alat-alat yang tidak berpenutup akan cepat berdebu, kotor dan akhirnya dapat merusak alat yang bersangkutan.

1. Untuk alat-alat gelas (Glassware)

Alat-alat gelas harus dalam keadaan bersih, apalagi peralatan gelas yang sering dipakai. Untuk alat-alat gelas yang memerlukan sterilisasi, sebaiknya disterilisasi sebelum dipakai. Semua alat-alat gelas ini seharusnya ditempatkan pada lemari khusus.

2. Untuk bahan-bahan kimia

Untuk bahan-bahan kimia yang bersifat asam dan alkalis, sebaiknya ditempatkan pada kamar/ruang fume (untuk mengeluarkan gas-gas yang mungkin timbul). Demikian  juga untuk bahan-bahan yang mudah menguap. Ruangan fume perlu dilengkapi fan, agar udara/uap yang ada dapat terpompa keluar. Bahan kimia yang ditempatkan dalam botol berwarna coklat atau gelap tidak boleh langsung terkena sinar matahari, sebaiknya ditempatkan pada lemari khusus.

3. Alat-alat mikroskop

Alat-alat mikroskop dan alat-alat optik lainnya seharusnya disimpan pada tempat yang kering dan tidak lembab. Kelembaban yang tinggi akan menyebabkan lensa-lensa berjamur, jika jamur ini banyak, maka mikroskop akan rusak dan tidak dapat dipakai sama sekali. Sebagai tindakan pencegahan, mikroskop selalu ditempatkan dalam kotaknya, yang biasanya dilengkapi dengan silica-gel dan sebelum disimpan dicek kembali kebersihannya. Mikroskop ini seharusnya ditempatkan di dalam lemari-lemari khusus yang dikendalikan kelembabannya. Untuk lemari biasanya diberi lampu pijar 10-15 watt, agar ruang ini tetap selalu panas / kering dan akan mengurangi kelembaban udara (dehumidifier-air). Alat optik lainnya seperti lensa pembesar (loupe), alat kamera optik, kamera digital, microphoto-camera, juga ditempatkan pada lemari khusus yang tidak lembab .

Penanganan alat-alat

a.  Alat-alat kaca / gelas

Bekerja dengan alat-alat kaca perlu hati-hati sekali. Beakerglass, erlenmeyer, dll sebelum dipanaskan harus benar-benar diteliti apakah gelas tersebut retak , sumbing, dan sebagainya. Bila terdapat gejala itu sebaiknya barang-barang seperti itu tidak dipakai lagi.

b.  Mematahkan pipa kaca/batangan kaca bila hal tersebut hendak dilakukan maka pekerja harus memakai sarung tangan. Bekas patahan pipa kaca dihaluskan lalu diberi pelumas / gemuk, baru kemudian dimasukkan ke sumbat gabus, kaca atau pipet.

c.  Mencabut pipa kaca dari gabus dan sumbat harus dilakukan dengan hati-hati. Bila sukar mencabutnya, potong dan belah gabus itu. Untuk memperlonggar lebih baik menggunakan pelubang gabus yang ukurannya telah cocok, kemudian licinkan dengan meminyakinya dan kemudian putar perlahan-lahan melalui sumbat. Cara ini juga digunakan untuk memasukkan pipa kaca ke sumbat.

d.  Alat-alat kaca yang bergerigi atau sumbing, sebaiknya jangan digunakan. Sebelum dibuang sebaiknya dicuci dulu siapa tahu suatu ketika dapat digunakan untuk keperluan lain atau masih bisa diperbaiki.

e.  Semua bejana seperti botol, flask, test tube dan lain-lain seharusnya diberi label yang jelas. Jika tidak jelas, lakukan pengetesan isi bejana yang belum diketahui secara pasti dengan  hati-hati secara terpisah, kemudian dibuang melalui cara yang sesuai dengan jenis zat kimia tersebut. Biasakanlah menulis tanggal, nama orang yang membuat, konsentrasi, nama dan bahayanya dari zat-zat kimia yang ada di dalam bejana.

f.   Tabung-tabung gas harus ditangani dengan hati-hati walau penuh ataupun tidak penuh. Penyimpanan sebaiknya di tempat sejuk dan hindari tempat yang panas.Kran gas harus selalu tertutup jika tidak dipakai, demikian juga dengan kran pengatur. Alat-alat yang berhubungan dengan tabung gas harus memakai ”safety use” (sejenis alat pengaman jika terjadi tekanan yang kuat).  Dewasa ini sudah banyak beredar bergbagai jenis pengaman seperti selang anti bocor dll.

g.  Penggunaan pipet dengan jalan mengisap dengan mulut sebaiknya dihindari. Gunakan pipet yang dilengkapi dengan pompa pengisap (pipet pump).

h.  Di dalam laboratorium harus tersedia alat pemadam kebakaran yang sesuai dengan jenis kebakaran yang mungkin timbul di laboratorium tersebut.

Di bawah ini diberikan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kebakaran beserta klasifikasinya.

Kelas kebakaran

(fire class)

Bahan yang mudah terbakar

(Burning material)

Kelas “A”

Kertas, kayu, textil, plastik, bahan-bahan pabrik, atau campuran lainnya.

Kelas “B”

Larutan yang mudah terbakar

Kelas “C”

Gas yang mudah terbakar

Kelas “D”

Alat-alat listrik

Bahan-bahan yang lain, jika terbakar sulit untuk diklasifikasikan, karena berubah dari padat, menjadi cair atau dari cair menjadi gas pada temperatur yang tinggi. Perlu diingat bahwa: Nyawa Anda lebih berharga daripada peralatan/bangunan yang ada”. Oleh karenanya peralatan pemadam kebakaran harus tersedia di laboratorium.

Jenis Alat Pemadam Kebakaran

Type

Kelas Kebakaran

Warna Tabung

Air

A,B,C

Merah

Busa (foam)

A,B

Krem

Tepung (powder)

A,B,C,D

Biru

Halon (Halogen)

A,B,C,D

Hijau

Karbodioksida (CO2)

A,B,C,D

Hitam

Pasir

A,B

-

BACA SELENGKAPNYA »

Pengelolaan Laboratorium IPA di Sekolah Yang baik

Langkah awal dalam pengelolaan laboratorium IPA di sekolah seorang guru harus memahami standar operasional prosedur laboratorium (Made, 2011). Berikut uraian tentang estรกndar pengelolaan sebagai bagian dari mempersiapkan pengelolaan yang benar.

clip_image002

1. Menyusun Standar Operasional Prosedur Laboratorium

Fungsi utama dari laboratorium adalah wadah untuk melakukan praktik atau penerapan atas teori, penelitian dan pengembangan keilmuan, sehingga menjadi unsur penting dalam kegiatan pendidikan dan penelitian, khususnya di bidang IPA.

Tujuan disusunnya standar operasional prosedur laboratorium adalah untuk membantu memperlancar pengelolaan laboratorium guna memaksimalkan kegunaan dari laboratorium beserta semua sumberdaya yang ada didalamnya, sehingga dapat membantu terselenggaranya kegiatan praktikum yang berkualitas.

Kegiatan yang ada dalam lingkup pengelolaan laboratorium meliputi praktikum, penggunaan peralatan laboratorium, dan penggunaan laboratorium untuk penelitian.

2. Menetapkan Fungsi dan Tugas Pengelola Laboratorium IPA

Pengelola laboratorium IPA di sekolah idealnya meliputi;

a. Kepala laboratorium adalah seorang staf edukatif atau fungsional yang ditugaskan menjadi pimpinan tertinggi dalam organisasi laboratorium serta membawahi anggota laboratorium, pembimbing praktikum, staf administrasi, laboran, dan asisten praktikum serta bertanggung jawab terhadap semua kegiatan di laboratorium,

b. Anggota laboratorium adalah staf edukatif yang memiliki minat keilmuan dan bersedia turut berperan aktif dalam pengelolaan serta pengembangan laboratorium,

c. Pembimbing praktikum adalah staf edukatif yang bertanggungjawab dalam memberikan bimbingan praktikum bagi siswa untuk mata pelajaran IPA,

d. Staf administrasi adalah tenaga administratif yang menjalankan fungsi administrasi di laboratorium,

e. Laboran adalah staf laboratorium yang membantu pelaksanaan kegiatan dan teknis operasional dalam laboratorium, serta mempersiapkan peralatan dan bahan.

3. Menyusun Tata Tertib Laboratorium

Tata tertib yang harus ditaati oleh sertiap siswa yang akan melakukan kegiatan praktiku IPA meliputi;

a. Berlaku sopan, santun dan menjunjung etika dalam laboratorium. Menjunjung tinggi dan menghargai staf laboratorium dan sesama pengguna laboratorium,

b. Menjaga kebersihan dan kenyamanan ruang laboratorium,

c. Siswa tidak diperbolehkan praktikan apabila mengenakan kaos oblong, memakai sandal, tidak memakai jas/pakaian laboratorium,

d. Peserta praktikum dilarang makan dan minum, membuat kericuhan selama kegiatan praktikum dan di dalam ruang laboratorium,

e. Dilarang menyentuh, menggeser dan menggunakan peralatan di laboratorium yang tidak sesuai dengan acara praktikum mata pelajaran IPA,

f. Membersihkan peralatan yang digunakan dalam praktikum maupun penelitian dan mengembalikannya kepada petugas laboratorium

g. Membaca, memahami dan mengikuti prosedur operasional untuk setiap peralatan dan kegiatan selama praktikum dan di ruang laboratorium

h. Selama kegiatan praktikum, TIDAK BOLEH menggunakan handphone untuk pembicaraan dan/atau SMS.

4. Menyusun Mekanisme Pelaksanaan Praktikum

Prosedur pelaksanaan praktikum yang harus diperhatikan meliputi;

a. Siswa peserta praktikum terdaftar sebagai peserta mata pelajaran IPA,

b. Sebelum pelaksanaan praktikum, siswa berhak memperoleh petunjuk praktikum,

c. Laboratorium mengumumkan kegiatan praktikum dilengkapi dengan pembagian kelompok, acara dan jadwal.

d. Acara praktikum meliputi pre-test, praktikum inti, post-test dan pelaporan kegiatan praktikum serta wajib diikuti oleh setiap siswa.

e. Guru atau asisten praktikum menyampaikan hasil pre-test dengan ketentuan siswa yang nilai pre-test < 65 tidak boleh mengikuti kegiatan praktikum dan diberikan kesempatan  satu (1) kali melakukan pre-test dengan jadwal yang ditentukan kemudian.

f. Setelah menyelesaikan materi dalam praktikum inti, peserta praktikum wajib menyusun draf laporan secara individu atau kelompok, mengikuti sistematika dalam petunjuk praktikum.

g. Peserta praktikum wajib mengikuti post-test sesuai jadwal. Bagi peserta praktikum yang belum mengumpulkan laporan, tidak boleh mengikuti post-test.

h. Hasil post-test diumumkan di papan pengumuman laboratorium selambat-lambatnya satu (1) minggu setelah pelaksanaan.

i. Kepala laboratorium menandatangani kartu puas. Kartu puas sebagai bukti telah mengikuti kegiatan terjadwal dan dinyatakan lulus serta digunakan untuk mengambil nilai akhir praktikum.

5. Menyusun Mekanisme Peminjaman Alat

Setiap siswa atau kelompok siswa sebelum melaksanakan praktikum dan penelitian di laboratorium, dan melakukan peminjaman alat.

a. Prosedur Peminjaman Alat untuk Praktikum

1. Tiga (3) hari sebelum praktikum dimulai, setiap kelompok siswa harus sudah menyerahkan berkas peminjaman alat yang telah ditandatangani oleh guru mata pelajaran IPA,

2. Staf administrasi laboratorium menyerahkan berkas peminjaman alat kepada kepala laboratorium,

3. Kepala laboratorium memberikan memo kepada staf administrasi dan selanjutnya, staf administrasi memberitahukan memo kepada Laboran yang dimaksud

4. Laboran menyiapkan peralatan untuk kegiatan praktikum sesuai dengan berkas peminjaman alat.

5. Asisten praktikum melakukan cek atas alat yang telah disediakan.

6. Bila ada kesalahan atau ketidaksesuaian antara daftar, jenis maupun jumlah alat sebagaimana berkas peminjaman alat, segera melapor kepada laboran.

7. Setelah memastikan peralatan dalam kondisi baik dan berfungsi sebagaimana mestinya, serta spesifikasinya sesuai dengan berkas peminjaman alat, asisten praktikum mengisi buku peminjaman alat.

8. Saat kegiatan praktikum berlangsung, peralatan tidak boleh dipinjamkan atau dipindah ke tempat lain; selain judul acara praktikum yang tercantum dalam petunjuk praktikum dan berkas peminjaman alat.

9. Setelah kegiatan praktikum selesai, asisten praktikum segera melapor pada laboran.

10. Peserta praktikum harus membersihkan peralatan, meja dan ruang praktikum, serta merapikannya.

11. Asisten praktikum bersama laboran melakukan cek atas peralatan yang dipinjam dan digunakan dalam kegiatan praktikum, untuk memastikan kondisinya sama dengan saat peralatan akan dipinjam dan digunakan.

12. Peserta praktikum diperbolehkan meninggalkan ruangan laboratorium jika cek peralatan selesai, kondisi laboratorium bersih dan rapi serta diijinkan oleh asisten praktikum.

b. Prosedur Peminjaman Alat untuk Penelitian

1. Tujuh hari (7) hari sebelum kegiatan penelitian dimulai; siswa, guru maupun pihak luar, selanjutnya disebut dengan PEMINJAM; sudah menyerahkan berkas peminjaman alat yang telah ditandatangani oleh guru pembimbing maupun pihak luar yang bersangkutan kepada staf administrasi laboratorium. Penyerahan berkas ini sekaligus persetujuan atas biaya administrasi dan sewa laboratorium dan/atau peralatan yang dimaksud dalam berkas peminjaman alat. Besaran biaya administrasi dan sewa laboratorium diatur dalam lampiran sendiri,

2. Staf administrasi laboratorium menyerahkan berkas peminjaman alat kepada kepala laboratorium,

3. Kepala laboratorium memberikan memo kepada staf administrasi dan selanjutnya, staf administrasi memberitahukan memo kepada Laboran yang dimaksud,

4. Laboran menyiapkan peralatan sesuai dengan berkas peminjaman alat,

5. Peminjam melakukan cek atas alat yang telah disediakan,

6. Bila ada kesalahan atau ketidaksesuaian antara daftar, jenis maupun jumlah alat sebagaimana berkas peminjaman alat, segera melapor kepada laboran,

7. Setelah memastikan peralatan dalam kondisi baik dan berfungsi sebagaimana mestinya, serta spesifikasinya sesuai dengan berkas peminjaman alat, peminjam mengisi buku peminjaman alat,

8. Saat kegiatan penelitian berlangsung, peralatan tidak boleh dipinjamkan atau dipindah ke tempat lain; selain judul penelitian yang tercantum dalam proposal dan berkas peminjaman alat,

9. Setelah kegiatan penelitian selesai; peminjam segera melapor pada laboran,

10. Peminjam harus membersihkan peralatan, meja dan ruang laboratorium, serta merapikannya; jika menggunakan ruang laboratorium selama kegiatan penelitian,

11. Peminjam bersama laboran melakukan cek atas peralatan yang dipinjam dan digunakan dalam kegiatan penelitian, untuk memastikan kondisinya sama dengan saat peralatan akan dipinjam dan digunakan.

12. Peminjam membayar biaya sewa atas peralatan dan/atau laboratorium yang besarnya dapat dilihat pada lampiran peralatan dan sewa alat.

13. Setelah menyelesaikan semua administrasi dan memastikan kondisi peralatan sebagaimana saat peminjaman dilakukan; peminjam memperoleh surat keterangan bebas tanggungan alat dan laboratorium serta pengesahan atas hasil penelitian yang dilakukan.

5. Menyusun Mekanisme Sangsi Penggunaan Laboratorium

A. Kegiatan Praktikum

1. Peserta praktikum yang tidak mematuhi tata tertib TIDAK BOLEH masuk dan mengikuti kegiatan praktikum di ruang laboratorium

2. Peserta praktikum yang datang terlambat (tidak sesuai kesepakatan), tidak memakai jas lab, tidak memakai sepatu, tidak memakai baju berkerah/kaos berkerah, dan/atau tidak membawa petunjuk praktikum, tetap diperbolehkan masuk laboratorium tetapi TIDAK BOLEH MENGIKUTI kegiatan praktikum.

3. Peserta praktikum yang memindahkan dan/atau menggunakan peralatan praktikum tidak sesuai dengan yang tercantum dalam petunjuk praktikum dan berkas peminjaman alat, kegiatan praktikum yang dilaksanakan akan dihentikan dan praktikum yang bersangkutan dibatalkan.

4. Peserta praktikum yang mengumpulkan laporan praktikum terlambat satu (1) hari, tetap diberikan nilai sebesar 75%, sedangkan keterlambatan lebih dari satu (1) hari, diberikan nilai 0%.

5. Peserta praktikum yang telah menghilangkan, merusak atau memecahkan peralatan praktikum harus mengganti sesuai dengan spesifikasi alat yang dimaksud, dengan kesepakatan antara laboran, pembimbing praktikum dan kepala laboratorium. Prosentase pengantian alat yang hilang, rusak atau pecah disesuaikan dengan jenis alat atau tingkat kerusakan dari alat.

B.   Peminjaman Alat

1. Berkas peminjaman alat yang diserahkan kurang dari tujuh (2) hari tidak dilayani,

2. Peminjam yang menggunakan alat tidak sesuai dengan proposal penelitian dan berkas peminjaman alat, dikenakan denda yang diatur sebagaimana dalam lampiran daftar harga dan sewa peralatan,

3. Apabila peralatan yang dipinjam mengalami kerusakan, hilang atau pecah, maka peminjam wajib mengganti alat tersebut,

4. Batas waktu penggantian alat yang rusak, hilang atau pecah adalah tiga (3) hari setelah adanya laporan kondisi alat kepada laboran; apabila melewati batas waktu yang ditentukan, maka hasil penelitian tidak mendapatkan pengesahan dari kepala laboratorium.

5. Terlambat mengembalikan alat akan dikenakan denda yang dihitung per jenis alat per hari. Besarnya biaya denda dapat dilihat pada lampiran daftar harga dan peralatan

Pengelolaan laboratorium berkaitan dengan pengelola dan pengguna, fasilitas laboratorium (bangunan, peralatan laboratorium, spesimen biologi, bahan kimia), dan aktivitas yang dilaksanakan di laboratorium yang menjaga keberlanjutan fungsinya. Pada dasarnya pengelolaan laboratorium merupakan tanggung jawab bersama baik pengelola maupun pengguna. Oleh karena itu, setiap orang yang terlibat harus memiliki kesadaran dan merasa terpanggil untuk mengatur, memelihara, dan mengusahakan keselamatan kerja. Mengatur dan memelihara laboratorium merupakan upaya agar laboratorium selalu tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan upaya menjaga keselamatan kerja mencakup usaha untuk selalu mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan sewaktu bekerja di laboratorium dan penangannya bila terjadi kecelakaan.

Para pengelola laboratorium hendaknya memiliki pemahaman dan keterampilan kerja di laboratorium, bekerja sesuai tugas dan tanggungjawabnya, dan mengikuti peraturan. Pengelola laboratorium di sekolah umumnya sebagai berikut.

1. Kepala Sekolah

2. Wakil Kepala Sekolah

3. Koordinator Laboratorium

4. Penanggung jawab Laboratorium

5. Laboran.

Diperlukan usaha dari pihak terkait untuk memberdayakan dan mengaktifkan kembali fungsi laboratorium di sekolah-sekolah demi meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia umumnya dan di Sumatera Barat khususnya. Dengan adanya tenaga pengelola laboratorium (laboran) di sekolah, sedikit banyaknya dapat membantu mengaktifkan kembali laboratorium yang ada. Sebab, pengelola laboratorium (laboran) bertanggung jawab terhadap administrasi laboratorium berupa buku inventaris alat/bahan, blanko permintaan alat, blanko permintaan bahan, program kegiatan laboratorium, buku harian kegiatan laboratorium, jadwal kegiatan laboratorium, serta menyusun/menata alat menurut jenis dan bahan menurut sifatnya. Dari uraian tugas tersebut, terlihat bahwa pengelola laboratorium (laboran) dapat membantu guru dan siswa dalam proses belajar demi terciptanya pembelajaran IPA yang maksimal (Erwanti, 2010).

Pengelolaan laboratorium sekolah belum dapat dilakukan sebagaimana mestinya. Bahkan terkesan ruang laboratorium yang dibangun tidak berfungsi. Tidak sedikit ruangan yang dibangun bagi kegaiatan laboratorium sekolah ada yang berubah fungsi. Tentu saja hal tersebut sangat disayangkan dan merugikan.
Banyak faktor-faktor yang menyebabkan bergesernya laboratorium sebagai tempat untuk mengamati, menemukan, dan memecahkan suatu masalah manjadi ruang kelas ataupun gudang, antara lain:

1. Kurangnya kemampuan dalam mengelola laboratorium sekolah.

2. Kurangnya pemahaman terhadap makna dan fungsi laboratorium sekolah serta implikasinya bagi pengembangan dan perbaikan sistem pembelajaran IPA. Ironisnya keberadaan laboratorium sekolah dianggap membebani sehingga jarang dimanfaatkan sebagai mana mestinya.

3. Terbatasnya kemampuan guru dalam penguasaan mata pelajaran.

4. Belum meratanya pengadaan dan penyebaran alat peraga Kit IPA sehingga menyulitkan bagi pusat kegiatan guru untuk menjalankan fungsi pembinaannya kepada para guru.

BACA SELENGKAPNYA »

Guru Aktif V Siswa Kreatif

Guru Aktif V Siswa Kreatif

Menela’ah pendidikan Multikultural

Guru Aktif dan kreatif pasti diinginkan oleh setiap siswa. Siswa merasa senang dan nyaman belajar di sekolah tanpa ada yang membebani. Menurut pengalaman teman penulis waktu masih duduk di bangku sekolah, kalau ada sebagian guru menyampaikan materinya kurang meyakinkan, lebih-lebih tidak kreatif. Biasanya, tidak dapat merangsang siswa dengan bentuk apapun. Maka, kecendrungan siswa lebih senang mencari sensasi baru sekedar untuk menghilangkan rasa jenuh. Salah satunya dapat di lakukan dengan membaca buku selain materi, laiknya buku novel yang bersitus porno, berbicara dengan temannya dengan suara tidak nyaring. Tragisnya, kadang siswa mendahulukan tidur dari pada mendengarkan. Asumsi siswa, mengapa harus mendengarkan penjelasan Guru. Jika pada akhirnya keterangannya masuk lewat telinga kanan, keluar ketelinga paling kiri.image

Selain sosok guru menjadi cerminan moral merka juga sebagai seorang pendidik yang selalu mengarahkan anak didiknya pada nilai-nilai kesopanan dan berakhlaqul karimah pada setiap manusia. ketampangan guru adalah merekontruksi anak didiknya dalam membangun motivasi atas potensi besar yang dimuliki dalam diri masing-masing siswa yang harus dikembangkan di sekolah.

Ketika penulis melihat gelagat para guru swasta. Tugas guru adalah bagaimana siswa bisa bersekutu dengan ilmu pengetahuan merupakan salah satu tendensi kuat untuk kemajuan dunia pendidikan dalam menentukan masa depan siswa yang lebih baik. Atas motivasi guru pada anak didiknya, selalu diorentasikan untuk dapat mensenergikan kemampuan siswa dalam konteks memupuk intelektual question, emusional question sekaligus spritual question yang di miliki setiap siswa di sekolah.

Sebab, model perkembangan pendidikan saat ini, merupakan satu sistem yang merekontruksi bermacam cara bagaimana meningkatkan kualitas belajar Siswa di sekolah secara baik, baik swasta sekalipun negeri adalah sama saja berorentasi pada ilmu pengetahuan. Dalam catatan sejarah pendidikan Indonesia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang.

Pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan anak didik demi menunjang perannya di masa akan datang. Jadi, pendidikan yang dilakukan suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat di hari esok.

Sistem pendidikan nasional lebih bercerikan ”keseragaman” berlandaskan pada budaya nasional, berdiri diatas puncak-puncak kebudayaan daerah. Pendidikan diselenggarakan dengan aturan dalam konteks mayoritas yang bersaing dan berhadap dengan minoritas dan dikelola oleh pemerintah untuk meluaskan atau mempersempit hal-hal yang substansi atau penting yang menyangkut dengan lingkup dan alokasi kewenangan.

Seiring dengan proses desentralisasi pendidikan yang dalam melibatkan peran serta masyarakat mengisyaratkan pengakuan terhadap manusia Indonesia dan masyarakat setempat [konsep otonomi daerah]. Ini berarti Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ditinjau dari persepektif filosofis harus beranjak dari suatu paradigma baru pendidikan menuju pada pengakuan terhadap aspirasi masyarakat dan individu. Dengan sendirinya, paradigma baru dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional harus mengacu pada pendidikan multikultural yaitu adanya kebudayaan beragam dalam suatu masyarakat yang tetap merupakan kesatuan”Bhineka Tunggal Ika”. Demikian kebutuhan pembelajaran individu berada dalam perbedaan realitas sosio-historis, sosio-ekonomis, suku-bangsa, sosio-psikologis. Artinya akan dihadirkan populasi sasaran beragam dalam konteks sistem pendidikan dan persekolahan.

Tanpaknya sistem pendidikan kita masih harus dikelola dengan baik, konsisten, kuat secara nasional yang berdasar pada konsep keragaman atau kebhinnekaan multikultural. Sementara sampai pada masa reformasi seperti yang sudah berjalan saat ini, sistem pendidikan nasional kita tetap hanya bercerikan ”keseragaman” yang berlandaskan pada budaya nasional dan bukan berfokus pada konsep pendidikan multikultural. Sedangkan realitas Indonesia yang multikultural dengan berbagai masalah dalam masa reformasi sekarang, terlihat adanya kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali “pendidikan nasional Indonesia” yang dapat mejadi “integrating force” yang memproses, menghidupkan dan mengikat seluruh keragaman etnis, sukubangsa, agama dan budaya dalam prinsip Indonesia sebagai negara “bhinneka tunggal ika”.

Selain pendidikan merupakan lapangan yang sentral dalam upaya menerjemahkan gagasan multikullturalisme yang menjadi kenyataan dalam perilaku kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Pada posisi ini, pendidikan multikultur memegang peranan kunci, sebab pendidikan merupakan lapangan sentral dalam upaya menerjemahkan dan mensosialisasikan gagasan multikullturalisme, sehingga menjadi kenyataan dalam perilaku. Tetapi ”perlu diketahui, bahwa gagasan pendekatan multikultur relatif baru dianggap sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen.

IDENTITAS PENULIS

image Penulis : Ernawi Sa’bi

Anggota : Forum Study Semesta (FOSITA)

: Aliansi Peduli Masyarakat Desa

Alamat : Gapura Timur Gapura Sumenep

Kecamatan : Batang-Batang

Kode Pos : 69473

Status : Guru MI Nasy’atul Muta‘allimin

BACA SELENGKAPNYA »

PTK PENINGKATAN KETUNTASAN BELAJAR dengan MAKE A MATCH

PENINGKATAN KETUNTASAN BELAJAR PENINGGALAN SEJARAH DI INDONESIA MELALUI TEKNIK MENCARI PASANGAN (MAKE A MATCH) PADA PESERTA DIDIK KELAS VA SD N WONOREJO POLOKARTO SUKOHARJO SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang kelihatannya sederhana, namun sangat besar manfaatnya bagi perkembangan pola pikir peserta didik, karena didalamnya terkandung materi yang mendekatkan diri peserta didik dengan perjalanan panjang bangsa Indonesia hingga seperti sekarang. image

Salah satu kompetensi yang dibahas dalam mata pelajaran IPS pada kelas V semester I yaitu tentang peninggalan sejarah hindu-budha dan islam di Indonesia. Materi ini menuntut kemampuan peserta didik dalam menghafal berbagai peninggalan sejarah dari kerajaan-kerajaan hindu-budha dan islam yang pernah ada di Indonesia dan lokasinya sekarang.

Pembelajaran yang telah dilakukan dengan menggunakan media gambar secara konvensional menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Sebagian peserta didik masih mengalami kesulitan dalam memahami dan menghafal materi yang disampaikan. Hal ini bisa dilihat dari hasil evaluasi yang menunjukkan bahwa peserta diik yang memperoleh nilai diatas KKM (65) hanya 7 peserta didik dari total 19 peserta didik (36,84%) dan 12 peserta didik (63,16%) memerlukan remedial. Rendahnya persentase ketuntasan belajar materi peninggalan sejarah di Indonesia ini menandakan bahwa pembelajaran yang dilakukan harus diperbaiki.

Salah satu cara untuk meningkatkan ketuntasan belajar materi ini yaitu dengan menggunakan teknik mencari pasangan. Teknik ini dikenal pula dengan nama Make a Match, yang dikembangkan oleh Larana Curran pada tahun 1994. Keunggulan teknik ini yaitu peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep dalam suasana belajar yang menyenangkan (Sugiyanto, 2008: 47).

Teknik mencari pasangan (Make a Match) dalam pembelajaran materi ini diharapkan dapat meningkatan ketuntasan belajar peninggalan sejarah di Indonesia pada peserta didik kelas VA SD N Wonorejo semester I tahun pelajaran 2012/2013.

Berdasarkan pernyatan diatas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini yaitu berapa persen peningkatan ketuntasan belajar peninggalan sejarah di Indonesia pada peserta didik kelas VA SD N Wonorejo semester I tahun pelajaran 2012/2013.

Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui berapa persen peningkatan ketuntasan belajar peninggalan sejarah di Indonesia pada peserta didik kelas VA SD N Wonorejo semester I tahun pelajaran 2012/2013.

Manfaat teoritis penelitian ini yaitu: a) dapat memberikan sumbangan terhadap peningkatan mutu pendidikan melalui pembelajaran yang tepat, agar menghasilkan sumber daya yang berkualitas; dan b) sebagai sumber referensi bagi guru lain, dalam penelitian yang dilakukan pada masa yang akan datang dengan materi yang terkait.

Sedangkan, manfaat praktis penelitian ini yaitu: a) bagi peserta didik, diharapakan setelah diterapkannya teknik mencari pasangan dalam pembelajaran, dapat memberikan pengalaman belajar dan meningkatkan ketuntasan belajarnya; b) bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif teknik pembelajaran dengan materi yang sama; c) bagi sekolah, diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak sekolah dalam usaha perbaikan proses pembelajaran yang digunakan, sehingga berdampak pada peningkatan mutu sekolah.

LANDASAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Hakikat Belajar

Slameto ( 2003: 2) mengatakan bahwa “ belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperolah suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Sedangkan W.S. Winkel (1996: 53) mengemukakan bahwa “ belajar adalah aktivitas mental/ psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas”.

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dengan berinteraksi langsung dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan dalam diri seseorang tersebut kearah yang lebih baik dari sebelumnya.

Ketuntasan Belajar

Sularyo (2004: 6) dalam Edi Wuryanto (2011: 13) menuliskan ketuntasan belajar sebagai pencapaian taraf penguasaan minimal yang telah ditetapkan guru dalam tujuan pembelajaran setiap satuan pelajaran.

Ketuntasan belajar yang akan dicapai dalam pembelajaran, ada dua macam yaitu a) ketuntasan secara pribadi peserta didik, artinya seluruh peserta didik harus mencapai minimal nilai ketuntasan minimal yang telah ditetapkan; dan b) ketuntasan secara materi pelajaran, artinya jika prosentase ketuntasan secara klasikal sudah melewati prosentase daya nserap yang telah ditetapkan, maka materi dikatakan tuntas.

Teknik Mencari Pasangan (Make a Match)

Sugiyanto (2008: 46) Mencari pasangan (Make a Match) merupakan teknik pembelajaran yang termasuk dalam metode struktural. Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dkk.

Adapun langkah-langkah pembelajarannya (Sugiyanto, 2008: 47) sebagai berikut: 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa topik (tulisan atau gambar); 2) Setiap peserta didik mendapatkan satu kartu; 3) Setiap peserta didik mencari pasangannya masing-masing (sesuai dengan isi kartunya); 4) Peserta didik bergabung dengan pemegang kartu yang memiliki topik sama dengan dirinya (menjadi satu kelompok); 5) Setiap kelompok menyelesaikan tugas yang diberikan guru secara bersama-sama; dan 6) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dimuka kelas.

Kerangka Berpikir

Ketuntasan belajar peninggalan sejarah di Indonesia pada peserta didik kelas VA SD N Wonorejo semester I tahun pelajaran 2012/2013 dengan menggunakan metode konvensional masih rendah.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan ketuntasan belajar peninggalan sejarah di indonesia, guru menerapkan teknik mencari pasangan ( Make a Match) dalam pembelajaran.

clip_image001 Melalui teknik mencari pasangan (Make a Match), diharapkan ketuntasan belajar peninggalan sejarah di Indonesia pada peserta didik kelas VA SD N Wonorejo tahun pelajaran 2012/2013 akan meningkat. Alur kerangka berpikir dapat dilihat sebagai berikut:

Hipotesis Tindakan

berdasarkan landasan teoritis dan kerangka berpikir tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu ketuntasan belajar peninggalan sejarah di Indonesia peserta didik kelas VA SD N Wonorejo semester I tahun pelajaran 2012/2013 dapat meningkat.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di SD N Wonorejo pada semester I tahun pelajaran 2012/2013 selama 2 minggu (4x pertemuan).

Subjek penelitian ini yaitu peserta didik kelas VA SD N Wonorejo, yang berjumlah 19 peserta didik terdiri atas 13 putra dan 6 putri. Sedangkan objek penelitian ini yaitu mata pelajaran IPS pada pokok bahasan peninggalan sejarah di indonesia.

Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, dilakukan dalam 2 siklus dan setiap siklusnya terdiri atas tahap identifikasi masalah, perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Indikator keberhasilan penelitian ini yaitu adanya peningkatan prosentase ketuntasan belajar peninggalan sejarah di indonesia peserta didik kelas VA SD N Wonorejo semester I tahun pelajaran 2012/2013 dari 36,84 % (6 peserta didik) pada kondisi awal menjadi 63,16% (12 peserta didik) pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 78,94% ( 15 peserta didik) pada siklus II.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA

Hasil penelitian yang dilakukan dapat dijabarkan sebagai berikut;

Kondisi Awal

Pembelajaran IPS materi peninggalan sejarah hindu-budha dan islam di Indonesia dilakukan dengan media gambar secara konvensional. Guru sangat mendominasi proses pembelajaran, sementara peserta didik mendengarkan dan manghafalkan. Sehingga, ketika dilakukan evaluasi akhir pembelajaran didapatkan hasil yang kurang memuaskan, dari 19 peserta didik, hanya 6 peserta didik (36,84%) yang mendapatkan nila sama dengan atau lebih besar dari KKM yang telah ditetapkan yaitu 65. Dari keadaan tersebut, sehingga guru mengadakan penelitian untuk meningkatkan ketuntasan belajar peninggalan sejarah di Indonesia pada peserta didik kelas VA SD N Wonorejo semester I tahun pelajaran 2012/2013 dengan menerapkan teknik mencari pasangan (Make a Match) dalam pembelajaran.

SIKLUS I

Pelaksanaan proses pembelajaran disiklus I dimulai dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan teknik mencari pasangan, dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2012. Dari pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan teknik mencari pasangan (Make a Match) siklus I, perolehan nilai evaluasi peserta didik dapat dilihat pada histogram berikut:

clip_image003

Melihat histogram yang tersaji diatas, dapat dilihat bahwa pada siklus I, peserta didik yang memiliki ketuntasan belajar (KKM 65) sebanyak 12 peserta didik atau 63,16% dari 19 peserta didik. Dengan demikian, berarti indikator keberhasilan siklus tahap I telah tercapai. Selanjutnya dilanjutkan dengan siklus II untuk mencapai indikator siklus II sesuai prosentase ketuntasan yang telah ditetapkan yaitu 75% peserta didik dapat tuntas dalam materi peninggalan sejarah di Indonesia.

SIKLUS II

Pelaksanaan proses pembelajaran disiklus II dimulai dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, yang direfleksikan dari pelaksanaan pembelajaran siklus I. Pembelajaran siklus II dilaksanakan pada tanggal 3 September 2012. Dari pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan teknik mencari pasangan (Make a Match) siklus I, perolehan nilai evaluasi peserta didik dapat dilihat pada histogram berikut:

clip_image005

Melihat histogram yang tersaji diatas, dapat dilihat bahwa pada siklus II, peserta didik yang memiliki ketuntasan belajar (KKM 65) sebanyak 17 peserta didik atau 89,47% dari 19 peserta didik. Dengan demikian, berarti indikator keberhasilan siklus tahap II telah tercapai. Dengan demikian, maka dapat dilihat bahwa dengan penerapan teknik mencari pasangan (Make a Match) pada pembelajaran IPS materi peninggalan sejarah di Indonesia dikelas VA SD N Wonorejo, prosentase ketuntasan dapat meningkat dari 36,84% (6 Peserta didik) pada awal menjadi 63,16% (12 peserta didik) pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 89,47% (17 peserta didik) pada siklus II. Adanya peningkatan ini membuktikan bahwa penerapan teknik mencari pasangan (Make a Match) dalam pembelajaran IPS materi peninggalan sejarah di indonesia telah berhasil meningkatkan ketuntasan belajar peserta didik kelas VA SD N Wonorejo semester I tahun pelajaran 2012/2013.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan teknik mencari pasangan (Make a Match) dalam pembelajaran IPS materi peninggalan sejarah di Indonesia telah berhasil meningkatkan ketuntasan belajar peserta didik kelas VA SD N Wonorejo semester I tahun pelajaran 2012/2013. Dengan prosentase ketuntasan akhir 89,47% atau 17 peserta didik dari 19 peserta didik tuntas.

Saran

Berdasarkan simpulan diatas, maka saran yang diberikan yaitu; 1) Guru hendaklah lebih kreatif dalam memilih berbagai metode dan teknik pembelajaran saat menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran bagi peserta didiknya, agar hasil belajarnya memuaskan; 2) Pihak sekolah hendaknya sering mengadakan pelatihan bagi guru-guru agar guru-guru di sekolahnya menjadi guru yang profesional.

Referensi :

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 13. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Winkel.,W.S. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

Wuryanto, Eko. 2011. Penerapan Metode Belajar Kelompok dalam Upaya Meningkatkan ketuntasan Belajar Siswa Mata Pelajaran IPA Biologi konsep Sistem Peredaran Darah Kelas VIIIB Semester I SMP N 2 Brebes. Pedagogik Jurnal Pendidikan Dasar dan Menengah, Vol. 5 No. 2, Mei 2011. Laboraatorium Baca Tulis UNNES Semarang.

Zainal, Aqib. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.

 

IDENTITAS PENULIS

clip_image002Judul Artikel :

PENINGKATAN KETUNTASAN BELAJAR PENINGGALAN SEJARAH DI INDONESIA MELALUI TEKNIK MENCARI PASANGAN (MAKE A MATCH) PADA PESERTA DIDIK KELAS VA SD N WONOREJO POLOKARTO SUKOHARJO SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Nama Pengarang : AGUS RIYANTO

Nomor Identitas, NIP, NIY : 198608082009031002

Institusi Kerja : SD N WONOREJO, KEC. POLOKARTO

Email : agusriyantosragen@gmail.com

Alamat Blog : agusriyantomiri.wordpress.com

Facebook : Agus Riyanto

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 19 Maret 2013

MERANCANG PENGELOLAAN KEGIATAN LABORATORIUM IPA DI SEKOLAH

Peningkatan mutu masih merupakan prioritas pembangunan pendidikan di Indonesia. Sasarannya adalah perbaikan mutu proses belajar mengajar di kelas dengan berorientasi pada setiap aspek perkembangan siswa. Secara naluriah, siswa menginginkan pengalaman belajar yang konkret, menyenangkan, dan mencakup semua aspek perkembangan dirinya.

Sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA di sekolah yang mengutamakan kerja ilmiah sehingga siswa dapat bersikap ilmiah dan selanjutnya konsep yang telah dikuasai akan diterapkan dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidup. Tuntutan pembelajaran IPA tidak mungkin dapat terpenuhi apabila tidak didukung oleh kemampuan guru dalam menyelenggarakan kegiatan praktikum di laboratorium sebagai kunci keberhasilan pembelajaran IPA. Guru di sekolah secara umum tidak didampingi oleh seorang laboran atau teknisi ketika memfasilitasi kegiatan praktikum, mengingat sebagai besar sekolah saat ini belum memiliki kedua tenaga teknis pendukung di laboratorium, namun demikian ini bukan berarti kegiatan praktikum tidak dilaksanakan, justru guru harus mengambil peran sebagai guru dan sekaligus sebagai laboran.

clip_image001

Mengingat kegiatan praktikum dalam pembelajaran IPA bertumpu sepenuhnya pada guru sehingga dalam pelaksanaan praktikum yang bermutu tentu guru harus terlebih dahulu memiliki kompetensi menyelenggarakan kegiatan praktikum dari mulai persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dari setiap kegiatan praktikum yang dilaksanakan. Oleh karena itu, guru harus memiliki kemampuan mengelola laboratorium IPA sehingga siswa dapat melatih siswa untuk menerapkan kerja ilmiah sesuai prosedur.

Berdasarkan fungsinya, pertama, laboratorium menjadi tempat bagi guru untuk mendalami konsep, mengembangkan metode pembelajaran, memperkaya pengetahuan dan keterampilan, dan sebagainya. Kedua, sebagai tempat bagi siswa untuk belajar memahami karakteristik alam dan lingkungan melalui optimalisasi keterampilan proses serta mengembangkan sikap ilmiah. Jadi laboratorium sangat diperlukan dalam pembentukan sikap ilmiah siswa.

Dalam kenyataannya, pemanfaatan keberadaan laboratorium IPA di sekolah-sekolah masih sangat minim. Tak sedikit sekolah yang memiliki laboratorium lengkap, tetapi tidak digunakan dengan maksimal. Berbagai hal menjadi kendalanya, antara lain tidak adanya petugas laboratorium (laboran) yang berfungsi untuk mengelola laboratorium tersebut. Kurang perhatian pengelolaan laboratorium, menyebabkan minimnya pengetahuan siswa tentang pelajaran yang diterima dalam kelas. Mereka hanya sebatas mengetahui teori, tanpa mengerti praktek ilmiahnya.

Oleh sebab itu, diperlukan usaha dari pihak terkait untuk memberdayakan dan mengaktifkan kembali fungsi laboratorium di sekolah-sekolah demi meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya tenaga pengelola laboratorium (laboran) di sekolah, sedikit banyaknya dapat membantu mengaktifkan kembali laboratorium yang ada. Sebab, pengelola laboratorium (laboran) bertanggung jawab terhadap administrasi laboratorium berupa buku inventaris alat/bahan, blanko permintaan alat, blanko permintaan bahan, program kegiatan laboratorium, buku harian kegiatan laboratorium, jadwal kegiatan laboratorium, serta menyusun/menata alat menurut jenis dan bahan menurut sifatnya. Dari uraian tugas tersebut, terlihat bahwa pengelola laboratorium (laboran) dapat membantu guru dan siswa dalam proses belajar demi terciptanya pembelajaran IPA yang maksimal (Erwanti, 2010).

Berdasarkan hasil pemantauan Direktorat Pendidikan Menengah Umum dan Inspektorat Jendral (2003), Laboratorium IPA SMP yang pemanfaatan dan pengelolaannya sebagai sumber belajar yang belum optimal atau tidak digunakan disebabkan oleh berbagai faktor yaitu; (1). Kemampuan dan penguasaan guru terhadap peralatan dan pemanfaatan bahan praktek masih belum memadai, (2). Kurang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas tenaga laboratorium, (3). Banyak alat-alat laboratorium dan bahan yang sudah rusak yang belum diadakan kembali, dan (4) Tidak cukupnya/terbatasnya alat-alat dan bahan mengakibatkan tidak setiap siswa mendapat kesempatan belajar untuk mengadakan eksperimen.

Dalam pendidikan IPA kegiatan laboratorium merupakan bagian integral dari kegiatan belajar mengajar, khususnya IPA. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan kegiatan laboratorium untuk mencapai tujuan pendidikan IPA. Terdapat empat alasan mengenai pentingnya praktikum IPA. Pertama, praktikum membangkitkan motivasi belajar sains. Belajar siswa dipengaruhi oeh motivasi siswa yang termotivasi untuk belajar akan bersunguh-sungguh dalam mempelajari sesuatu. Melalui kegiatan laboratorium, siswa diberi kesempatan untuk memenuhi dorongan rasa ingin tahu dan ingin bisa. Prinsip ini akan menunjang kegiatan praktikum dimana siswa menemukan pengetahuan melalui eksplorasinya terhadap alam. Kedua, praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen. Melakukan eksperimen merupakan kegiatan yang banyak dilakukan oleh para ilmuwan. Untuk melakukan eksperimen ini diperlukan beberapa keterampilan dasar seperti mengamati, mengestimasi, mengukur, dan memanipulasi peralatan IPA.

Dengan kegiatan prktikum siswa dilatih untuk mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen dengan melatih kemampuan mereka dalam mengobservasi dengan cermat, mengukur secara akurat dengan alat ukur yang sederhana atau lebih canggih, menggunakan dan menangani alat secara aman, merancang, melakukan dan menginterprestasikan eksperimen. Ketiga, praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Banyak para pakar pendidikan IPA menyakini bahwa cara yang terbaik untuk belajar pendekatan ilmiah adalah dengan menjadikan siswa sebagai scientis. Beberapa pakar pendidikan mempunyai pandangan yang berbeda terhadap kegiatan praktikum, sehingga melahirkan beberapa metode dan model praktikum, seperti misalnya: model praktikum induktif, verifiksi, inkuari. Di dalam kegiatan praktikum menurut pandangan ini siswa bagaikan seorang scientist yang sedang melakukan eksperimen, mereka dituntut untuk merumuskan masalah, merancang eksperimen, merakit alat, melakukan pengukuran secara cermat, menginterprestasi data perolehan, serta mengkomunikasikannya melalui laporan yang harus dibuatnya. Keempat, praktikum menunjang materi pelajaran. Dari kegiatan tersebut dapat disimpulkan bahwa prktikum dapat menunjang pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.

Kemampuan guru dalam pengelolaan laboratorium disesuaikan dengan Permendiknas No. 26 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Pengelola Laboratorium Sekolah/Madrasah. Pengelolaan laboratorium IPA meliputi; mengkoordinasikan kegiatan praktikum dengan guru, menyusun jadwal kegiatan laboratorium, memantau pelaksanaan, kegiatan laboratorium, mengevaluasi kegiatan laboratorium, mengelola kegiatan laboratorium sekolah/madrasah, menyusun laporan kegiatan laboratorium, dan mengkoordinasikan kegiatan praktikum. Oleh karena itu, dalam kegiatan pelatihan pengelola laboratorium IPA di sekolah untuk kompetensi pengelolaan laboratorium disesuaikan dengan peraturan menteri tersebut.

BACA SELENGKAPNYA »

Sabtu, 16 Maret 2013

Contoh Tema Dan Judul PENELITIAN PENDIDIKAN BERBASIS LABORATORIUM

CONTOH – CONTOH PENELITIAN PENDIDIKAN BERBASIS LABORATORIUM

1. Pengaruh Model Asistensi dengan Pendekatan Tutor Sebaya Secara Estafet Terhadap Pemahaman Analisis Data Metode Grafik pada Laporan Praktikum Jembatan Wheatstone.

Ferry Purwanto, Ani Rusilowati, Sunarno

2. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Smp N 2 Blora Dalam Pokok Bahasan Kalor

W. A. Utomo, M. Sukisno, Sunarno

3. Optimalisasi Pengelolaan Laboratorium IPA Untuk Meningkatkan Kinerja Pengelola Dan Pengguna Laboratorium IPA SMP Negeri 18 Semarang

Yennie Palupi, Hadi Susanto, Sunarno

4. Kesiapan Laboratorium Fisika Di SMA Negeri Se-Kabupaten Rembang Dalam Mendukung Pembelajaran Fisika

Febrian Musfiyanto, Hadi Susanto, Sunarno

clip_image001

TEMA – TEMA YANG DAPAT DIKERJAKAN UNTUK PENELITIAN :

1. Efisiensi lampu pijar untuk berbagai merk.

2. Penentuan kualitas berbagai lampu hemat energi berdasarkan panjang gelombangnya.

3. Pengaruh suhu terhadap karakteristik berbagai komponen elektronika

4. Penentuan kualitas minyak goreng untuk beberapa kali pemakaian berdasarkan uji kekentalannhya.

5. Deteksi tingkat pencemaran air pada sungai x berdasarkan nilai pH dan indeks biasnya.

BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 13 Maret 2013

Tahapan Penelitian Berbasis Laboratoium

Tahapan ini hendaknya tidak dilihat sebagai lingkaran tertutup, tetapi sebagai suatu spiral yang semakin lama makin tinggi. Penyimpulan hasil suatu penelitian akan merupakan masukan bagi proses penelitian lanjutan, dan seterusnya.

clip_image002

§ Identifikasi masalah. Untuk melihat dengan jelas tujuan dan sasaran penelitian, perlu diadakan identifikasi masalah dan lingkungan masalah itu. Masalah penelitian selanjutnya dipilih dengan kriteria, antara lain apakah penelitian itu dapat memecahkan permasalahan, apakah penelitian itu dapat diteliti dari taraf kemajuan pengetahuan, waktu, biaya maupun kemampuan peneliti sendiri, dan lain-lain. Permasalahan yang besar biasanya dibagi menjadi beberapa sub-masalah. Substansi permsalahan diidentifisikasikan dengan jelas dan konkrit. Pengertian-pengertian yang terkandung didalamnya dirumuskan secara operasional. Sifat konkrit dan jelas ini, memungkinkan pertanyaan-pertanyaan yang diteliti dapat dijawab secara eksplisit, yaitu apa, siapa, mengapa, bagaimana, bilamana, dan apa tujuan penelitian. Dengan identifikasi yang jelas peneliti akan mengetahui variabel yang akan diukur dan apakah ada alat-alat untuk mengukur variabel tersebut.

§ Perumusan masalah. Setelah menetapkan berbagai aspek masalah yang dihadapi, peneliti mulai menyusun informasi mengenai masalah yang mau dijawab atau memadukan pengetahuannya menjadi suatu perumusan. Untuk itu, diperlukan perumusan tujuan penelitian yang jelas, yang mencakup pernyataan tentang mengapa penelitian dilakukan, sasaran penelitian, maupun pikiran penggunaan dan dampak hasil penelitian.

Hipotesis merupakan salah satu bentuk konkrit dari perumusan masalah. Dengan adanya hipotesis, pelaksanaan penelitian diarahkan untuk membenarkan atau menolak hipotesis. Pada umumnya hipotesis dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menguraikan hubungan sebab-akibat antara variabel bebas dan tak bebas gejala yang diteliti. Hipotesis mempunyai peranan memberikan arah dan tujuan pelaksanaan penelitian, dan memandu ke arah penyelesaiannya secara lebih efisien

§ Rancangan penelitian. Rancangan penelitian mengatur sistematika yang akan dilaksanakan dalam penelitian. Memasuki langkah ini peneliti harus memahami berbagai metode dan teknik penelitian. Metode dan teknik penelitian disusun menjadi rancangan penelitian. Mutu keluaran penelitian ditentukan oleh ketepatan rancangan penelitian

§ Pengumpulan data. Data penelitian dikumpulkan sesuai dengan rancangan penelitian yang telah ditentukan. Data tersebut diperoleh dengan jalan pengamatan, percobaan atau pengukuran gejala yang diteliti. Data yang dikumpulkan merupakan pernyataan fakta mengenai obyek yang diteliti.

§ Pengolahan data. Data yang dikumpulkan selanjutnya diklasifikasikan dan diorganisasikan secara sistematis serta diolah secara logis menurut rancangan penelitian yang telah ditetapkan. Pengolahan data diarahkan untuk memberi argumentasi atau penjelasan mengenai tesis yang diajukan dalam penelitian, berdasarkan data atau fakta yang diperoleh. Apabila ada hipotesis, pengolahan data diarahkan untuk membenarkan atau menolak hipotesis. Dari data yang sudah terolah kadangkala dapat dibentuk hipotesis baru.

§ Penyimpulan hasil. Setiap kesimpulan yang dibuat oleh peneliti semata-mata didasarkan pada data yang dikumpulkan dan diolah. Hasil penelitian tergantung pada kemampuan peneliti untuk menfasirkan secara logis data yang telah disusun secara sistematis menjadi ikatan pengertian sebab-akibat obyek penelitian. Setiap kesimpulan dapat diuji kembali validitasnya dengan jalan meneliti jenis dan sifat data dan model yang digunakan.

Hasil Penelitian

Keluaran penelitian dapat berupa teori, metode proses dalam prototip baru. Keluaran penelitian merupakan kontribusi penelitian pada perbendaharaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil tersebut dapat dikelompokkan menjadi perangkat lunak (informasi dasar dan publikasi ilmiah) serta perangkat keras (prototip), dll.

Kesiapan Laboratorium Dalam Kegiatan Penelitian

Ada tidaknya penelitian yang dilakukan oleh guru IPA dan atau para siswa sangat tergantung oleh beberapa faktor, antara lain:

a) Sumber daya manusia yang kreatif. Setiap permasalahan sains yang menimbulkan pertanyaan, akan dapat dikaji dan diteliti oleh guru/ siswa yang kreatif. Artinya: kreativitas sangat berperan penting dalam menumbuhkembangkan kegiatan penelitian. Walaupun dengan sarana dan prasarana yang terbatas.

b) Sarana dan prasarana yang cukup memadai. Dukungan sarana dan prasarana tersebut sangat membantu proses penelitian yang dilakukan oleh guru / siswa di sekolah itu.

c) Adanya wadah kegiatan yang menunjang atau mendukung penelitian. Sekarang ini banyak tawaran usulan penelitian untuk guru dan siswa dari Kemendiknas atau dinas pendidikan kota dan provinsi. Hal ini merupakan peluang yang sangat baik untuk dapat ditangkap dan diwujudkan melalui penelitian. Selain itu, kegiatan yang memang dirancang sekolah seperti kegiatan ekstra kurikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR), juga dapat menggalakkan kegiatan penelitian di sekolah.

BACA SELENGKAPNYA »

Senin, 11 Maret 2013

Lomba Nasional Guru Menulis Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas)

LOMBA PENULISAN ARTIKEL, FEATURES, DAN FOTO BIDANG PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2013, Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2013, Pusat Informasi dan Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (PIH Kemdikbud), menyelenggarakan Lomba Penulisan Artikel, Features, dan Lomba Foto Bidang Pendidikan dan Kebudayaan.

clip_image002[4]

Tema Lomba adalah "MEMBELI MASA DEPAN DENGAN HARGA SEKARANG" Subtema:

  1. Pembiayaan Pendidik:an
  2. Implementasi Kurikulum 2013
  3. Sarana dan Prasarana Pendidik:an
  4. Melestarikan Warisan Budaya

Kriteria Lomba:

  1. Penulisan artikel terbuka untuk umum. Penulisan karangan khas (features) untuk wartawan media cetak
  2. Kategori Iomba foto meliputi: pelajar/mahasiswa; umum/profesional; dan wartawan. Karya wartawan sudah pernah dimuat di media cetak atau online, disertakan bukti pemuatan.
  3. Artikel, Feature, dan Foto adalah karya asli, dan panitia berhak menggugurkan pemenang apabila di kemudian hari tulisan terbukti bukan karya asli.
  4. Artikel, features, dan foto belum pemah diikutsertakan dalam lomba apapun dan tidak sedang disertakan dalam Iomba lainnya.
  5. Artikel dan Feature dimuat pada media massa cetak yang terbit di Indonesia pada periode 1 Januari s.d. 5 Apri12013.
  6. Tulisan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
  7. Pengiriman naskah artikel dan features dilampirkan bukti pemuatan serta fotokopi identitas, melalui pos mulai 6 Maret s.d. 5 April 2013 (cap pos), dikirim ke alamat panitia Iomba: Pusat Informasi dan Humas, Gedung C It. 4, Kemdikbud, Jl. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat.
  8. Pengiriman foto dalam bentuk file dengan ukuran 1,25 MB, resolusi 72 per inch, ke email: lombaphoto@kemdikbud.go.id, mulai 6 Maret s.d. 5 Apri12013.
  9. Peserta dapat mengirimkan maksimal5 naskah artik:el, features, maupun foto.
  10. Panitia berhak menggunakan foto yang diikutsertakan dalam Iomba untuk kepentingan publikasi.
  11. Pengumuman hasillomba melalui www.kemdikbud.go.id pada Mei 2013. Pemenang akan dihubungi oleh panitia.
  12. Pemenang I, II, dan III tiap kategori berhak atas piagam penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan uang tunai masing-masing sebesar:
  • · Juara I Rp 10.000.000 (dipotong pajak)
  • · Juara II Rp 7.500.000 (dipotong pajak)
  • · Juara III Rp 5.000.000 (dipotong pajak)

13. Peserta bukan pegawai Kemdikbud Pusat.

14. Keputusan juri bersifat final dan tidak bisa diganggu gugat.

Silahkan download file resminya disini

Jakarta. 6 Maret 2013

Panitia Lomba

Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat

BACA SELENGKAPNYA »

Bagaimana GURU PROFESIONAL itu ?

Kompetensi Profesional Guru

Sesuai dengan fungsinya, guru tidak hanya menyampaikan materi ajar saja, tetapi harus melakukan tindakan mendidik. Oleh karena itu, guru perlu memiliki kemampuan memotivasi belajar, memahami potensi peserta didik, sehingga mampu memberikan pelayanan yang optimal. Apalagi dalam era globalisasi komunikasi seperti saat ini perlu adanya perubahan orientasi di dalam proses pembelajaran. Guru bukanlah satu-satunya sumber informasi bahan ajar, maka guru berfungsi sebagai fasilitator, motivator dan membantu peserta didik dalam mengolah informasi. Perubahan peran dan fungsi guru di dalam proses pembelajaran tersebut menuntut adanya perubahan dan peningkatan kompetensi profesional guru. image

Menurut Syah (2000), “kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompenten dan profesional adalah guru piawai dalam melaksanakan profesinya.

Kompetensi merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja. Kepmendiknas No. 045/U/2002 menyebutkan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Jadi kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.

Undang-Undang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 (Depdiknas, 2005) menyatakan kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial.

Keempat jenis kompetensi guru tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.

2. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif, kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

3. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai seorang guru.

4. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Kompetensi profesional guru sangat diperlukan guna mengembangkan kualitas dan aktivitas tenaga kependidikan, dalam hal ini guru. Guru merupakan faktor penentu mutu pendidikan dan keberhasilan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu tingkat kompetensi profesional guru di suatu sekolah dapat dijadikan barometer bagi mutu dan keberhasilan pendidikan di sekolah.

Guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional bidang pendidikan. Pembangunan tersebut merupakan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pendidikan bermutu akan dihasilkan oleh guru yang profesional dengan kualifikasi minimal seperti yang dipersyaratkan Undang-undangNomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Guru (dari bahasa Sansekerta guru yang juga berarti guru, tetapi artinya harafiahnya adalah "berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utamanya adalah: mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

Guru juga dapat diartikan dengan digugu dan ditiru setiap ucapan,tindakan ataupun tingkah lakunya sebagai suatu pedoman atau penuntun pada setiap peserta didik baik dilingkungan sekolah ataupun lingkungan keluarga dan juga masyarakat.guru merupakan orang yang mampu memberikan pencerahan dan juga pemahaman baik moral maupun sprirtual kepada setiap insane manusia dan tidak terbatas oleh ruang gerak waktu dan usia

Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini di jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.

Pendidikan yang bermutu memiliki kaitan kedepan (Forward linkage) dan kaitan kebelakang (Backward linkage). Forward linkage berupa bahwa pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah perkembangan dan pembangunan bangsa-bangsa mengajarkan pada kita bahwa bangsa yang maju, modern, makmur, dan sejahtera adalah bangsa-bangsa yang memiliki sistem dan praktik pendidikan yang bermutu. Backward linkage berupa bahwa pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat.

Karena keberadaan guru yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas, hampir semua bangsa di dunia ini selalu mengembangkan kebijakan yang mendorong keberadaan guru yang berkualitas. Salah satu kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah di banyak negara adalah kebijakan intervensi langsung menuju peningkatan mutu dan memberikan jaminan dan kesejahteraan hidup guru yang memadai.

Pembinaan guru harus berlangsung secara berkesinambungan, karena prinsip mendasar adalah guru harus merupakan a learning person, belajar sepanjang hayat masih dikandung badan. Sebagai guru profesional dan telah menyandang sertifikat pendidik, guru berkewajiban untuk terus mempertahankan profesionalitasnya sebagai guru.

Pembinaan profesi guru secara terus menerus (continuous profesional development) menggunakan wadah guru yang sudah ada, yaitu kelompok kerja guru (KKG) untuk tingkat SD dan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) untuk tingkat sekolah menengah. Aktifitas guru di KKG/MGMP tidak saja untuk menyelesaikan persoalan pengajaran yang dialami guru dan berbagi pengalaman mengajar antar guru, tetapi dengan strategi mengembangkan kontak akademik dan melakukan refleksi diri.

Upaya yang sungguh-sungguh perlu dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang profesional: sejahtera dan memiliki kompetensi. Hal ini merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas, di mana pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu syarat utama untuk mewujudkan kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa.

Pada dasarnya peningkatan kualitas diri seseorang harus menjadi tanggung jawab diri pribadi. Oleh karenanya usaha peningkatan kualitas guru terletak pada diri guru sendiri. Untuk itu diperlukan adanya kesadaran pada diri guru untuk senantiasa dan secara terus menerus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan guna peningkatan kualitas kerja sebagai pengajar profesional.

Kesadaran ini akan timbul dan berkembang sejalan dengan kemungkinan pengembangan karir mereka. Oleh karena itu pengembangan kualitas guru harus dikaitkan dengan perkembangan karir guru sebagai pegawai, baik negeri maupun swasta. Gambaran yang ideal adalah bahwa pendapatan dan karir, dalam hal ini jenjang jabatan dan kepangkatan merupakan hasil dari peningkatan kualitas seseorang selaku guru.

Jenjang kepangkatan dan jabatan yang tinggi hanya bisa dicapai oleh guru yang memiliki kualitas profesional yang memadai. Sudah barang tentu alur pikir tersebut didasarkan pada asumsi bahwa peningkatan jenjang kepangkatan dan jabatan guru berjalan seiring dengan peningkatan pendapatannya.

Guru yang efektif dan profesional tentulah memiliki karakter sebagai berikut:

1. Memiliki kadar pengetahuan yang maju di mata pelajaran spesialisasinya. Guru yang pengetahuannya sudah maju menghasilkan siswa yang nilainya lebih bagus dalam tes standar. Guru yang menguasai wilayah mata pelajarannya, lebih siap menjawab pertanyaan-pertanyan siswa dan menjelasakan konsep secara lebih baik. Tidak gugup dan penjelasannya tidak membingungkan.

2. Berpengalaman mengajar (paling sedikit tiga tahun). Guru yang berpengalaman cenderung tahu lebih baik apa aktivitas dan praktik mengajar yang harus dipakai saat mengajarkan konsep-konsep tertentu. Dia juga lebih mampu mengindividualisir pelajaran agar cocok dengan kebutuhan setiap siswa.

3. Ucapannya jelas. Guru dengan kemampuan verbal tinggi dan punya kosakata luas cenderung menghasilkan siswa yang dapat mengerjakan tes standar secara lebih baik.

4. Antusias. Jika anda menunjukkan antusiasme saat mengajar, maka akan memotivasi siswa untuk belajar. Antusiasme dapat ditandai dengan penyampaian vokal secara cepat dan bersemangat., dengan gerak tangan, kontak mata yang bervariasi dan tingkat energi tinggi. Antusiasme guru juga diikuti dengan meningkatnya penyimpanan memori di kalangan siswa.

5. Peduli. Tunjukkan kepedulian yang tulus. Benar-benar memperhatikan kesehatan dan kehidupan pribadi siswa. Berikap ramah dan mau mendengarkan masalah siswa maupun orang tuanya. Sehingga suasana kelas terbangun menjadi hangat dan siswa berani ikut terlibat mengambil keputusan. guru peduli sering menghadiri ekstrakurikuler siswa, melihat kegiatan konser atau pertandingan olah raga.

6. Ceria dan santai. Kepribadiannya amat baik karena menikmati kegembiraan dari pekerjaannya sebagai pengajar. Ia berpartisipasi dalam kegiatan dengan siswa, punya rasa humor yang baik dan akan sering tertawa bersama siswa.

7. Siap bekerjasama dengan guru lain maupun orang tua siswa.

8. Berniat memperbaiki kecakapan mengajarnya dan memajukan pendidikannya.

9. Kelasnya secara struktural teratur baik untuk memaksimalkan waktu mengajar.

10. Menjaga waktu transisi antar kegiatan sesedikit mungkin.

11. Masuk kelas dalam keadaan siap.

12. Dorongan positif.

13. Memonitor dan menangani gangguan di kelas.

14. Mendisiplinkan siswa secara adil dan wajar

15. Menyampaikan harapan akademik yang tinggi.

16. Menunjukkan suatu tingkat perencanaan dan organisasi yang tinggi.

Referensi:

  • Daryanto, drs, 2009, Panduan Proses Pembelajaran, Cerdas Pustaka, Surabaya.
  • Depdiknas, 2008, Pedoman Pemberian Subsidi Peningkatan Kualifikasi guru ke S1/D4
  • Depdiknas, 2009, TOT KTSP, PMPTK, Jakarta.

Identitas Penulis

image Judul Artikel : BAGAIMANA GURU PROFESIONAL ITU?

Nama Pengarang :Drs. Daryanto

Nomor Identitas, NIP, NIY :NIP 195506091984031003

Institusi Kerja :PPPPTK BOE /VEDC Malang

Email :daryanto2007@yahoo.com

Alamat Blog :http://bukuteknikdaryantomalang.blogspot.com

Facebook :daryanto2012@gmail.com

BACA SELENGKAPNYA »

Minggu, 10 Maret 2013

Pengelolaan kelas yang dinamis dengan humor

Lingkungan kelas yang kondusif, nyaman, menyenangkan, dan bersih berperan penting dalam menunjang keefektivan belajar. Lingkungan juga akan mempengaruhi mental siswa secara psikologis dalam menerima informasi dari guru di dalam kelas. Dengan menggunakan berbagai strategi dan metode tertentu siswa dapat menerima stimulus dengan memanfaatkan lingkungan sekitar kelas untuk membantu mengejar prestasinya.

Pengggunaan humor di dalam kelas bertujuan untuk menghiasi interaksi guru dengan siswanya dalam pembelajaran. Humor membuat komunikasi menjadi lebih terbuka. Dengan humor kita dapat menikmati proses kerja yang memerlukan pemikiran serius seperti menilai, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Humor dapat menciptakan hubungan guru dengan siswa yang harmonis. image

Kata Kunci : pengelolaan, kelas yang dinamis dan humor.

Mengatur lingkungan fisik bagi pengajaran merupakan titik mula yang logis untuk pengelolaan ruang kelas karena hal ini merupakan sebuah tugas yang dihadapi semua guru sebelum sekolah mulai. Banyak guru merasa lebih mudah merencanakan aspek pengelolaan ruang kelas lainnya begitu mereka mengetahui bagaimana unsur fisik dari ruang kelas akan diatur. Pengelolaan kelas merupakan masalah tingkah laku yang kompleks, dan guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan mereka dapat belajar.

Setiap guru masuk ke dalam kelas, maka pada saat itu pula ia menghadapi dua masalah pokok, yaitu masalah pengajaran dan masalah manajemen. Masalah pengajaran adalah usaha membantu anak didik dalam mencapai tujuan khusus pengajaran secara langsung, misalnya membuat satuan pelajaran, penyajian informasi, mengajukan pertanyaan, evaluasi, dan masih banyak lagi. Sedangkan masalah manajemen adalah usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Misalnya, memberi penguatan, mengembangkan hubungan guru dan anak didik, membuat aturan kelompok yang produktif. Kadang – kadang sukar untuk dapat membedakan mana masalah pengajaran dan mana masalah manajemen. Masalah pengajaran harus diatasi dengan cara pengajaran, dan masalah pengelolaan harus diatasi dengan cara pengelolaan.

A. Paparan

Kelas merupakan taman belajar bagi siswa dan menjadi tempat mereka tumbuh dan berkembang baik secara fisik, intelektual maupun emosional. Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu kelas harus dikelola sedemikian rupa sehingga dapat merupakan taman belajar yang menyenangkan. Pengelolaan kelas dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi anak didik sehingga mencapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Ketika kelas terganggu, guru berusaha mengembalikannya agar tidak menjadi penghalang bagi proses belajar mengajar. Kelas harus dirancang dan dikelola dengan saksama agar memberi hasil yang maksimal. Pendekatan atas pengelolaan kelas sangat tergantung pada kemampuan, pengetahuan, sikap guru terhadap proses pembelajaran, dan hubungan siswa yang mereka ciptakan.

Ada beberapa macam jenis kelas yang dapat kita amati. Ketika kita menemui kelas yang selalu gaduh. Guru harus bergelut sepanjang hari untuk menguasai kelas, tetapi tidak berhasil sepenuhnya. Petunjuk dan ancaman yang sering diabaikan, dan hukuman tampaknya lebih efektif. Sedangkan kelas yang termasuk gaduh, tetapi suasananya lebih positif. Guru mencoba untuk membuat sekolah tempat yang menyenangkan bagi siswanya dengan memperkenalkan permainan dan kegiatan kesenian, pameran kerajinan siswa. Akan tetapi, jenis kelas ini juga masih menimbulkan masalah. Banyak siswa kurang memberi perhatian di kelas dan tugas sekolah tidak diselesaikan dengan baik atau tugas tersebut dikerjakan sembarangan. Hal ini dapat terjadi walaupun guru memberi kegiatan akademik yang minimal dan mencoba semaksimal mungkin agar kegiatan akademik tersebut menyenangkan.

Pada kelas yang tenang dan disiplin, baik karena guru telah menciptakan banyak aturan maupun meminta agar aturan tersebut dipatuhi. Pelanggaran langsung dicatat dan diikuti dengan peringatan tegas, dan bila perlu disertai dengan hukuman. Guru sering menghabiskan banyak waktu dengan melakukan hal ini karena ia dengan cepat dapat memerhatikan bentuk pelanggaran. Ia tampak berhasil menanamkan disiplin karena siswa biasanya patuh. Akan tetapi, suasana kelas menjadi tidak nyaman. Ketenangan yang demikian hanya tampak di permukaan saja karena ketika guru meninggalkan kelas, kelas akan menjadi gaduh dan kacau.

Kelas yang menggelinding dengan sendirinya. Guru menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengajar dan tidak untuk menegakkan disiplin. Siswa mengikuti pelajaran dan menyelesaikan tugas dengan kemauannya sendiri tanpa harus dipelototi oleh guru. Siswa yang tampak terlibat dalam tugas pekerjaan saling berinteraksi sehingga suara muncul dari beberapa tempat secara bersamaan. Akan tetapi, suara tersebut dapat dikendalikan dan para siswa menjadi giat serta tidak saling mengganggu. Apabila suara timbul dan terasa sedikit mengganggu, guru memberi sedikit peringatan dan kelas menjadi tenang dan kondusif. Siapa pun akan melihat kelas semacam ini begitu hangat dan menghasilkan prestasi yang membanggakan.

Sebagai seorang guru kita perlu memahami kiat dan siasat dalam mengelola kelas. Hampir setiap tahun siswa yang mereka hadapi silih berganti. Kiranya berikut ini dapat dipakai guru dalam menyiasati keadaan kelas sehingga kelas yang diampunya selalu lebih dinamis, hidup, serta merangsang kreativitas dan prestasi siswa.

Pengelolaan kelas yang dilakukan guru bukan tanpa tujuan. Karena ada tujuan itulah guru selalu berusaha mengelola kelas, walaupun terkadang kelelahan fisik maupun pikiran dirasakan. Guru sadar tanpa mengelola kelas dengan baik, maka akan menghambat kegiatan belajar mengajarnya. Itu sama saja membiarkan jalannya pengajaran tanpa membawa hasil, yaitu mengantarkan anak didik dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan dari tidak berilmu menjadi berilmu. Tentu tidakperlu diragukan bahwa setiap kali masuk kelas guru selalu melaksanakan untuk menciptakan kondisi kelompok kelas yang berupa lingkungan kelas yang baik, yang memungkinkan siswa berbuat sesuai dengan kemampuannya. Kemudian, dengan pengelolaan kelas produknya harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas untuk berbagai macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap serta apresiasi pada siswa.

Masalah pengelolaan kelas bukanlah merupakan tugas yang ringan. Berbagai faktorlah yang menyebabkan kerumitan itu. Secara umum faktor yang mempengaruhi pengelolaan kelas dibagi menjadi dua golongan yaitu, faktor intern siswa dan faktor ekstern siswa. Faktor intern siswa berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Kepribadian siswa dengan ciri khasnya menyebabkan siswa berbeda dari siswa lainnya secara individual. Perbedaan secara individual ini dilihat dari segi aspek, yaitu perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis. Sedangkan faktor ekstern siswa terkait dengan masalah suasana lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokan siswa, jumlah siswa di kelas, dan sebagainya. Masalah jumlah siswa di kelas akan mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah siswa di kelas maka akan cenderung lebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya semakin sedikit jumlah siswa dikelas maka akan cenderung lebih kecil terjadi konflik.

Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan kelas, prinsip pengelolaan kelas dapat dipergunakan. Seorang guru harus mengetahui dan menguasai beberapa prinsip pengelolaan kelas diantaranya : Hangat dan Antusias, dalam proses belajar mengajar guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktivitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas. Tantangan, penggunaan kata – kata, tindakan, cara kerja atau bahan yang menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang. Bervariasi, penggunaan alat bantu atau media, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya ganggauan terlebih kevariasian tersebut merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan. Keluwesan, tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak didik serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif sehingga dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan anak didik, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas, dan sebagainya. Penekanan pada hal yang positif, penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku anak didik yang positif daripada mengomeli tingkah laku yang negatif untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar. Penanaman disiplin diri, tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat mengembangkan disiplin diri sendiri dan guru pun harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal.

Jika kita bekerja di lingkungan yang ditata dengan baik, maka lebih mudahlah untuk mengembangkan dan mempertahankan sikap juara. Dan sikap juara akan menghasilkan pelajar yang lebih berhasil. Dengan mengatur lingkungan, kita mengambil langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar secara keseluruhan. Kenyataannya, satu alasan mengapa program pembelajaran begitu sukses dalam membantu seseorang menjadi pelajar yang lebih baik, ini karena kita berjuang untuk menciptakan lingkungan yang optimal, baik secara fisik maupun mental.

Gagalnya seorang guru mencapai tujuan pengajaran sejalan dengan ketidakmampuan guru dalam mengelola kelas. Pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting dikuasai oleh guru dalam kerangka keberhasilan proses belajar mengajar. Keanekamacaman masalah perilaku siswa dapat menimbulkan beberapa masalah dalam pengelolaan kelas diantaranya: Pertama kurang kesatuan, dengan adanya kelompok dan pertentangan jenis kelamin. Kedua tidak ada standar perilaku dalam bekerja kelompok. Ketiga reaksi negatif terhadap anggota kelompok. Keempat kelas mentoleransi kekeliruan temannya ialah menerima dan mendorong perilaku siswa yang keliru. Kelima mudah mereaksi negatif/terganggu. Keenam moral rendah, permusuhan, agresif. Ketujuh tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah.

Agar tercipta suasana belajar yang menggairahkan, perlu diperhatikan pengaturan/penataan ruang kelas. Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang belajar, hal berikut perlu diperhatikan: ukuran dan bentuk kelas, bentuk serta ukuran bangku dan meja siswa, jumlah siswa dalam kelas, jumlah siswa dalam setiap kelompok, jumlah kelompok dalam kelas, komposisi siswa dalam kelompok.

Dalam belajar siswa memerlukan tempat duduk. Tempat duduk mempengaruhi siswa dalam belajar. Bila tempat duduknya bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi panjang, sesuai dengan keadaan tubuh siswa, maka siswa akan dapat belajar dengan tenang. Bentuk dan ukuran tempat yang digunakan sekarang banyak macamnya, ada yang satu tempat duduk dapat diduduki oleh beberapa orang, ada pula yang hanya dapat diduduki oleh seorang siswa. Sebaiknya tempat duduk siswa itu ukurannya jangan terlalu besar agar mudah diubah formasinya. Ada beberapa bentuk formasi tempat duduk yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Apabila pengajaran itu akan ditempuh dengan cara berdiskusi, maka formasi tempat duduknya sebaiknya berbentuk melingkar. Jika pengajaran ditempuh dengan metode ceramah, maka tempat duduknya sebaiknya berderet memanjang ke belakang.

Ruang di dinding dan papan buletin menyediakan wilayah untuk menampilkan pekerjaan siswa, material yang relevan dengan pembelajaran, benda penghias, tugas, peraturan, jadwal, jam dinding, dan hal menarik lainnya. Ruang di langit juga bisa digunakan untuk menggantung benda yang bisa dipindahkan, dekorasi, dan pekerjaan siswa. Aturlah perabotan dan perlengkapan sehingga bisa dengan mudah mengawasi siswa dari berbagai sudut ruangan di mana akan bekerja. Para siswa sebaiknya bisa melihat tempat duduk guru, layar OHP, papan tulis, dan wilayah lainnya yang akan digunakan untuk presentasi seisi kelas.

Perabotan lainnya, seperti lemari arsip dan lemari penyimpanan, harus ditempatkan di samping meja guru agar mudah dijangkau karena benda tersebut bersifat fungsional. Perlengkapan yang jarang digunakan bisa dengan aman dijauhkan dari sudut ruangan. Perabotan yang berisi benda yang sering digunakan harus cukup dekat. Lemari buku sebaiknya diletakkan di belakang agar tidak menghalangi pandangan siswa untuk melihat papan tulis. Lemari buku berisi benda yang sering digunakan, seperti kamus, buku bacaan, pekerjaan siswa, arsip guru.

Penataan keindahan dan kebersihan kelas, seperti halnya hiasan dinding (pajangan kelas) hendaknya di manfaatkan untuk kepentingan pengajaran, misalnya: burung garuda, teks proklamasi, slogan pendidikan, para pahlawan, peta. Lain halnya dengan pemeliharaan kebersihan, siswa bergiliran untuk membersihkan kelas. Guru memeriksa kebersihan dan ketertiban kelas. Di dalam sebuah ruang kelas haruslah ada ventilasi yang telah disesuaikan dengan ruang kelas tersebut. Pengaturan cahaya juga harus diperhatikan, cahaya yang masuk harus cukup. Masuknya dari arah kiri, jangan berlawanan dengan bagian depan.

Kita dapat memasang berbagai macam poster ikon yang berupa hal yang berkaitan dengan bahan pelajaran. Pasang poster ikon tersebut hingga pelajaran yang bersangkutan selesai. Lalu, pindahkan ke bagian yang lain, agar tempatnya bisa digunakan untuk poster unit berikutnya. Poster ikon sebelumnya tetap dipajang yang nantinya akan menjadi pengingat sadar dan tidak sadar untuk informasi dari awal pelajaran hingga saat itu. Setelah siswa menjadi terbiasa dengan konsep pokok dalam bentuk gambar, mintalah mereka membuat poster untuk unit mendatang. Kita dapat mengambil selangkah lebih jauh dan menggunakan poster ikon untuk mengintip “acara yang akan datang”. Tempatkan poster ikon unit selanjutnya pada dinding sebelah kanan, tempat untuk bahan pelajaran yang akan datang. Jika materi ditampakkan dengan cara demikian, minat siswa akan terpicu: “tentang apa yang ada poster itu?”.

Berbagai persamaan dan perbedaan kepribadian siswa di atas, berguna dalam membantu usaha pengaturan siswa di kelas. Terutama berhubungan dengan masalah bagaimana pola pengelompokan siswa guna menciptakan lingkungan belajar yang aktif dan kreatif, sehingga kegiatan belajar yang penuh kesenangan dan bergairah dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama. Gunakan warna untuk memperkuat pengajaran dan belajar siswa. Gunakan warna hijau, biru, ungu, dan merah untuk kata yang penting, jingga dan kuning untuk menggarisbawahi, serta hitam dan putih untuk kata penghubung seperti “dan”, “sebuah”, “dari”, dll.

Faktor yang mendukung terciptanya kondisi fisik yang kondusif terhadap pelaksanaan pembelajaran perlu mendapat perhatian serius. Penelitian tentang pengaruh fisik kelas terhadap hasil belajar akan difokuskan pada empat hal, yaitu pertama pengaturan ruangan, kursi, meja. Kedua pemasangan poster ikon. Ketiga pemasangan poster afirmasi. Keempat pemberian dan penataan bunga di dalam kelas. Pengaturan ruangan, kursi, dan meja dimaksud untuk mendapatkan suasana baru. Diatur sedemikian rupa sehingga muncul suatu kebersamaan dan saling kenal secara sosial antara satu siswa lainnya. Paling tidak dapat dihilangkan kondisi kurang mengenakkan antara siswa yang duduk di depan dan di belakang kelas.

Poster ikon dipasang untuk memberikan stimulus terhadap mereka tentang pokok bahasan yang sedang mereka pelajari atau yang telah lalu. Poster ikon ini digunakan sebagai pemicu memori untuk mengingat kembali beberapa hal yang telah mereka pelajari sebelumnya. Pemasangan poster afirmasi dimaksudkan untuk memberikan motivasi, sikap mental positif dalam belajar. Mereka senantiasa termotivasi saat melihat poster afirmasi yang mendorong untuk maju terus. Pengaturan tanaman dan kembang untuk memberikan keindahan, suasana nyaman, dan kesejukan. Suasana nyaman, indah dan menyenangkan, di suatu ruang kelas, akan meningkatkan gairah dan motivasi belajar siswa. Dengn demikian suasana seperti ini akan dapat memberikan kontribusi yang berarti terhadap peningkatan hasil belajar.

Hampir semua sekolah menggunakan papan tulis, tetapi ada yang sudah menggunakan white board. Namun, bagaimana menggunakan papan tulis secara berdaya guna dan menarik?. Titik pusat proses pembelajaran yang sehat dan berhasil guna terletak pada murid. Peran utama guru untuk memaksimalkan proses pembelajaran siswa tergantung apada rancangan pembelajaran, termasuk pilihan piranti penunjang yang akan diperlukan. Piranti di sini termasuk segala macam alat dan benda yang diharapkan menunjang keberhasilan siswa.

Dahulu papan tulis digunakan sebagai tempat menulis bahan ajar yang dicatat oleh guru untuk di salin oleh murid. Salah satu penyebabnya adalah kelangkaan buku ajar. Perubahan teknologi cetak yang cenderung semakin massal dan murah telah memberi kemungkinan dan peluang bagi orang tua dan siswa untuk memiliki buku ajar. Dengan demikian, kebiasaan menggunakan papan tulis sebagai tempat menulis bahan ajar dan disalin oleh siswa tidak perlu diwariskan atau dipertahankan. Siswa hadir di kelas bukan untuk mencatat, tetapi belajar.

Secara tradisional, guru kelas lebih sering memanfatkan papan tulis di kelasnya hanya bagi satu orang siswa pada satu kesempatan untuk satu jenis soal atau kegiatan. Papan tulis, memiliki banyak peluang pemakaian baik ditinjau dari aspek waktu maupun ruang. Pada aspek waktu, papan tulis dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Sedangkan dari aspek ruang papan tulis dapat di bagi menjadi beberapa kolom besar dan memiliki mobilitas yang memadai. Jumlah kolom disesuaikan dengan lebar papan tulis dan jenis kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan seperti menjawab soal hitungan tentu memerlukan kolom yang lebih sempit daripada kegiatan uraian kebahasaan. Dengan demikian, jumlah kolom untuk soal hitungan angka akan lebih banyak daripada soal uraian.

Pembelajaran yang didukung oleh suasana kondusif akan memberikan dampak terhadap peningkatan hasil belajar. Suasana itu kebanyakan dipengaruhi berbagai faktor seperti sirkulasi udara dalam ruangan, pencahayaan dan pengaruh musik dalam suasana belajar. Khusus mengenal peran musik dalam mendukung terlaksananya suatu pembelajaran yang efektif telah banyak dibuktikan dalam beberapa penelitian ini.

Musik berpengaruh pada guru dan pelajar. Sebagai seorang guru , kita dapat menggunakan musik untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental siswa, dan mendukung lingkungan belajar. Musik membantu pelajar bekerja lebih baik dan mengingat lebih banyak. Musik merangsang, meremajakan, dan memperkuat belajar, baik secara sadar maupun tidak sadar. Musik dapat membantu kita masuk ke dalam situasi belajar optimal. Musik juga memungkinkan kita membangun hubungan dengan siswa. Melalui musik, kita dapat “berbicara dalam bahasa mereka”.

Para siswa yang masuk setelah melewatkan jam pelajaran sebelumnya yang kurang menarik dan membosankan akan mengalami masalah dalam pelajaran berikutnya. Cara terbaik untuk membantu mengubah keadaan adalah dengan memainkan musik kontemporer positif yang riang saat mereka tiba. Kita akan mendapatkan perhatian mereka sekaligus memberitahukan bahwa mereka akan melewatkan waktu di kelas kita dengan ringan, positif, dan aktif. Dengan mendengarkan musik kontemporer yang riang antara sesi belajar, tubuh akan terangsang bergerak dan berubah, bukan hanya dalam keadaan mental pelajar, melainkan keadaan psikologis kita juga.

Untuk melatih siswa dalam berorganisasi dan dalam rangka menciptakan ketertiban kelas, kiranya perlu dibentuk organisasi siswa di kelas. Pembentukan organisasi kelas merupakan langkah awal untuk melatih dam membina siswa dalam hal berorganisasi. Mereka dilatih untuk belajar bertanggungjawab atas tugas yang dipercayakan. Organisasi siswa dapat membantu guru dalam menyediakan sarana pengajaran, misalnya menyediakan batu kapur, alat peraga, buku paket, mengisi absen siswa atau guru, dan sebagainya. Siswa yang cerdas akan dengan mudah melakukan visualisasi (pemetaan) atas masalah, apa yang dibaca, hasil, pertanyaan, pembicaraan,dan sebagainya. Pemetaan adalah kemampuan seseorang untuk mencari yang inti, bagian (sub), sebab, akibat, dan sebagainya. Ada beberapa model pemetaan untuk melatih cara berpikir siswa diantaranya: siklis, radial, konvergen, perbandingan, hierarkis, linier.

Rancangan pembelajaran yang disusun dengan mempertimbangkan model pemetaan bahan ini akan sangat bermanfaat ketika guru merancang proses pembelajaran dengan pendekatan kelompok. Pemetaan bahan akan menjadi sarana yang terarah dan terpadu karena setiap kelompok siswa akan mendapat tugas pembelajaran yang telah dirancang secara menyeluruh sehingga ketika hasil kelompok disatukan akan muncul sebuah pemahaman atas bahan yang satu dan padu. Di samping berguna dalam proses kelompok, pemetaan bahan juga memudahkan siswa menangkap inti bahan pembelajaran secara lebih sederhana. Selain karena bentuknya visual, misalnya kotak dan diagram, pemetaan bahan juga dapat membentuk kemampuan siswa untuk mengatur alur pemikirannya.

Kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan kelompok menghendaki peninjauan pada aspek individual siswa. Penempatan siswa memerlukan pertimbangan pada aspek postur tubuh siswa, di mana menempatkan siswa yang mempunyai tubuh tinggi atau rendah, di mana menempatkan siswa yang memiliki kelainan penglihatan atau pendengaran, jenis kelamin siswa juga perlu dijadikan pertimbangan dalam pengelompokkan siswa. Siswa yang cerdas, yang bodoh, yang pendiam, yang lincah, dan suka berbicara, suka membuat keributan, yang suka mengganggu temannya, dan sebagaimana. Sebaiknya dipisah agar kelompok tidak didominasi oleh satu kelompok tertentu, agar persaingan dalam belajar berjalan seimbang.

Belajar bersama dalam kelompok adalah suatu cara yang dipakai untuk menyelenggarakan pembelajaran dalam bentuk kelompok belajar yang lebih kecil. Siswa dalam satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dan diusahakan agar terdiri atas siswa yang heterogen (campuran) dalam hal kemampuan intelektual, jenis kelamin, dan latar belakang budayanya. Melalui metodenya, belajar bersama secara kooperatif akan menanampakn nilai dan membentuk hati nurani siswa. Keuntungan belajar bersama secara kelompok mempunyai tingkat partisipasi aktif siswa yang lebih tinggi. Makin kecil kelompok belajar makin besar partisipasi aktif siswa.

Manfaat belajar bersama dalam kelompok adalah: Memiliki nilai kerjasama dan menanamkan pemahaman dalam diri siswa bahwa saling membantu adalah baik. Membentuk keakraban dan kekompokan di kelas. Hal ini dapat membantu siswa untuk mengenal siswa lain, memerhatikan dan membantu teman sekelas, serta menjadi kerasan baik sebagai anggota kelompok kecil maupun anggota seluruh kelas. Mampu menumbuhkan keterampilan dasar yang diperlukan dalam hidup. Keterampilan itu antara lain sikap mendengarkan, menerima pandangan orang lain, berkomunikasi secara efektif, menyelesaikan konflik, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Meningkatkan kemapuan akademis, rasa percaya diri, dan sikap positif terhadap sekolah. Dapat mengurangi atau bahkan menghapus aspek negatif kompetisi. Saat ini yang mewarnai masyarakat adalah persaingan dan bukan kerja sama. Akibat buruk dari persaingan adalah munculnya rasa tega untuk saling menghancurkan, bahkan membunuh. Ada berbagai macam bentuk belajar bersama dalam kelompok diantaranya belajar secara berpasangan, kelompok belajar mandiri, belajar bersama secara berkelompok, kelompok belajar sistem pakar, kelompok kerja sama dalam tes, regu proyek, proyek satu kelas, catatan untuk kompetisi beregu.

Bertanya atau mengajukan pertanyaan merupakan salah satu fungsi pokok bahasa selain fungsi lain seperti menyatakan pendapat, perasaan, mengajukan alasan,mempertegas pendapat, dan sebagainya. Banyak siswa mengalami kesulitan untuk bertanya. Banyak siswa lebih senang menunggu untuk menjawab pertanyaan daripada mempertanyakan sesuatu. Ketika seseorang mampu mempertanyakan dan menemukan jawaban untuk dirinya sendiri, maka pada dasarnya ia telah memahami masalahnya secara mendalam. Jika kita mempertanyakan sesuatu, maka pertanyaan itu selalu berkaitan dengan apa yang telah diketahui dipikiran kita. Makin baik kita membuat pertanyaan makin baik pula pemikiran kita, khususnya kemampuan berpikir kritis kita. Latihan bertanya dapat dimulai dengan bertanya tentang apa, siapa, yang mana, di mana, mengapa, dan bagaimana.

Bobot pertanyaan yang diajukan, baik guru maupun oleh siswa, berfungsi untuk mengembangkan daya nalar dan daya pikir kreatif siswa. Bobot pertanyaan guru tidak ditentukan oleh jumlah atau variasi pertanyaan yang diajukan kepada siswa. Makin sering siswa menjawab pertanyaan makin pandai siswa tersebut atau makin aktiflah dinamika kelas. Dalam menyusun pertanyaan, guru harus mengantisipasi berbagai kemungkinan termasuk jawaban yang keliru.

Jawaban siswa memang dapat dijadikan tolak ukur atas penguasaan bahan ajar yang telah diterimanya. Tetapi hal yang justru penting yaitu bahwa kebanyakan guru kurang mendorong siswa untuk menilai jawabannya sendiri. Hal yang serupa ialah bahwa kelas kurang diberi kesempatan untuk menilai jawaban siswa tertentu, terlepas apakah isi jawaban itu benar atau salah. Reaksi guru terhadap jawaban seorang siswa dalam bentuk pertanyaan yang memancing pendapat siswa lain sangatlah bermanfaat.

Pertanyaan faktual jangan dianggap tidak perlu. Pertanyaan faktual sangat perlu bila guru ingin membantu siswa mempelajari keterampilan dasar. Akan tetapi, setelah guru mengajukan pertanyaan faktual dengan menggunakan tanya seperti apa, siapa, mengapa, bagaimana,di mana, dan kapan, ia perlu mengaitkannya dengan jenis pertanyaan lainnya sehingga siswa dapat mempertimbangkan implikasi dari fakta yang terungkap. Dengan kata lain, kedalaman dan keluasaan makna jawaban akan memberi perolehan pengetahuan secara lebih lengkap dan utuh. Gabungan antara pertanyaan yang menggali dan dikaitkan dengan pertanyaan faktual akan mendorong kelas siap untuk melakukan eksplorasi atas bahan ajar.

Bila jawaban siswa belum lengkap, sebaiknya guru memancing siswa yang bersangkutan untuk melengkapi dengan pancingan yang menggelitik. Bagi siswa yang tidak mampu menjawab dengan benar, guru sebaiknya mengubah pertanyaannya. Namun meski pertanyaan telah diubah, tetapi siswa tersebut juga belum mampu menjawab dengan benar, barulah ia mengalihkan pertanyaan tersebut kepada siswa lain dengan tanpa mempermalukan siswa tadi.

Interaksi antara guru dan siswa merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Jika seorang guru ingin komunitas belajarnya menjadi tempat yang meningkatkan kesadaran, daya dengar, partisipasi, umpan balik, dan pertumbuhan serta emosi dihargai, maka suasana kelas termasuk bahasa yang dipilih, cara menjalin rasa simpati, dan sikap terhadap sekolah serta belajar harusnyalah suasana yang penuh kegembiraan, yang dapat membawa kegembiraan pula pada para siswa.

Keyakinan guru akan potensi manusia dan kemampuan semua anak untuk belajar dan berprestasi merupakan satu hal yang penting diperhatikan. Aspek teladan mental guru berdampak besar terhadap iklim belajar dan pemikiran pelajar yang diciptakan guru. Guru harus memahami bahwa perasaan dan sikap siswa akan terlibat dan berpengaruh kuat pada proses belajarnya. Oleh karena itu, kemampuan dan keterampilan guru memilih strategi yang tepat untuk menciptakan interaksi menyenangkan sangat menentukan.

Ketidakdisiplinan siswa di dalam kelas disebabkan karena mereka para siswa bosan dengan suasana kaku dan terlalu serius tanpa ada ruang untuk tertawa bersama. Mereka mencari kesempatan dengan cara yang mungkin saja tidak tepat untuk sekedar keluar dari rutinitas yang membosankan. Bahkan ketika kebosanan memuncak, mereka akan melakukan kegiatan yang keluar jalur, bahkan tidak jarang mengganggu teman sekelasnya. Inilah dampak dari suasana kelas yang kering tanpa tawa. Jika guru secara sadar menciptakan kesempatan untuk membawa kegembiraan ke dalam pekerjaannya, kegiatan belajar mengajar akan lebih menyenangkan.

Humor dalam pembelajaran adalah komunikasi yang dilakukan guru dengan menggunakan sisipan kata, bahasa dan gambar yang mampu menggelitik siswa untuk tertawa. Sisipan humor yang diberikan dapat berbentuk anekdot, cerita singkat, kartun, karikatur, peristiwa sosial, pengalaman hidup, lelucon atau plesetan yang dapat merangsang terciptanya suasana riang, rileks, dan menyenangkan dalam pembelajaran. Bukan berbentuk lawakan yang kadang menjurus pada lelucon yang menyangkut pribadi seseorang, politik, sara, pornografi yang kurang bermanfaat.

Selera humor yang tinggi merupakan salah satu bagian terpenting dari beberapa hal yang diperlukan untuk merakit sebuah kepribadian yang menarik dalam berinteraksi dengan orang lain. Humor bisa memainkan peranan penting yang istimewa dalam perkembangan sosial seseorang. Selain itu kalian bisa membedakan mana teman kalian yang humoris dan mana yang bukan. Setelah bergaul dengan mereka lebih dalam, dapat merasakan perbedaan yang mendasar antara keduanya. Maka kalian akan lebih merasa nikmat berinteraksi dengan seorang teman yang memiliki sense of humor yang tinggi. Ciri terpenting dari seorang humoris adalah ia mampu memasuki dunia orang lain dengan segala situasi. Ia mampu mengemas kemarahannya dengan bahasa humor, sehingga orang lain tidak merasa dimarahi. Sulit bagi anda untuk menebak teman humoris “apakah ia dalam bersedih atau tidak”, karena umumnya mereka mampu melahirkan kesedihan itu dengan bahasa humor yang cerdas.

B. Simpulan

Bila kelas diberikan, maka di dalamnya terdapat batasan sebagai sekelompok orang yang belajar bersama, yang mendapatkan pengajaran dari guru, maka di dalamnya terdapat orang yang melakukan kegiatan belajar dengan karakteristik mereka yang berbeda dari yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini perlu guru pahami agar mudah dalam melakukan pengelolaan kelas secara efektif perlu diperhatikan hal sebagai berikut: Kelas adalah sekelompok kerja yang diorganisasi untuk tujuan tertentu, yang dilengkapi oleh tugas dan diarahkan oleh guru. Dalam situasi kelas, guru bukan tutor untuk satu anak pada waktu tertentu, tetapi bagi semua anak atau kelompok. Kelompok mempunyai perilaku sendiri yang berbeda dengan perilaku masing – masing individu dalam kelompok itu. Kelompok mempengaruhi individu dalam hal bagaimana mereka memandang dirinya dan bagaimana belajar. Kelompok kelas menyisipkan pengaruhnya kepada anggotanya. Pengaruh yang jelek dapat dibatasi oleh usaha guru dalam membimbing mereka di kelas di kala belajar. Praktik guru waktu belajar cenderung terpusat pada hubungan guru dan siswa. Makin meningkat keterampilan guru mengelola secara kelompok, makin puas anggotanya di dalam kelas. Struktur kelompok, pola komunikasi, dan kesatuan kelompok ditentukan oleh cara mengelola, baik untuk mereka yang tertarik pada sekolah maupun bagi mereka yang apatis, masa bodoh atau bermusuhan.

Bila begitu pengelolaan kelas yang efektif, maka itu berarti tugas yang berat bagi guru adalah berusaha menghilangkan atau memperkecil permasalahan yang terkait dengan semua problem pengelolaan kelas, seperti kurangnya kesatuan, tidak ada standart perilaku dalam bekerja kelompok, reaksi negatif terhadap anggota kelompok, moral rendah, kelas mentoleransi kekeliruan temannya, dan sebagainya. Ada beberapa manfaat humor dalam pembelajaran yaitu membangun hubungan dan meningkatkan komunikasi antara guru dan peserta didik, mengurangi stres, membuat pembelajaran menjadi menarik, dan meningkatkan daya ingat suatu materi pelajaran.

Referensi :

  • Darmansyah. 2010. Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor. Jakarta: Bumi
  • Aksara.
  • Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
  • Cipta.
  • Evertyson, Carolyn dan Edmund. 2009. Manajemen Kelas Untuk Guru Sekolah Dasar.
  • Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
  • Harsanto, Radno. 2007. Pengelolaan Kelas yang Dinamis. Yogyakarta: Kanisius.
  • Komsini dan Dwi Sri Hartini.1997. Manajemen Kelas. Semarang: Departemen Pendidikan
  • dan Kebudayaan.
  • Partin, Ronald. 2009. Kiat Nyaman Mengajar di dalam Kelas. Jakarta: Indeks.
  • Soegeng, A.Y. 2012. Penelitian Tindakan Kelas dan Menulis Karya Ilmiah. Semarang: IKIP
  • PGRI SEMARANG PRESS.

 

IDENTITAS PENULIS

clip_image002Judul Artikel : Pengelolaan kelas yang dinamis dengan humor

Nama Pengarang : Dian Rahmawati Fibriana

Nomor Identitas, NIM: 3319034402910002

Institusi Kerja : Mahasiswa IKIP PGRI Semarang dan Guru Pramuka SMP 9

Semarang

Email : Dyra91Fibriana@gmail.com

Alamat Blog : dyrafibriana.blogspot.com

Facebook : Dyra Fibriana

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit