Tampilkan postingan dengan label artikel kiriman. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label artikel kiriman. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 September 2013

KEPALA SEKOLAH PROFESIONAL

Kelemahan terbesar dari lembaga pendidikan di Indonesia adalah karena tidak mempunyai basis pengembangan budaya yang jelas. Lembaga pendidikan kita hanya dikembangkan berdasarkan model ekonomi untuk menghasilkan sumber daya manusia pekerja ( abdi dalam ) yang sudah dirancang menurut tata nilai ekonomi yang berlaku ( kapitalistik ) ( Mubiato, 2002 : 98 ).

Dengan demikian tidak mengherankan bila keluaran pendidikan hanya ingin menjadi manusia pencari kerja dan tidak berdaya, bukan manusia kreatif pencipta keterkaitan kesejahteraan dalam siklus rangkai manfaat yang beraneka ragam. Untuk mendorong terjadinya upaya pembudayaan di lembaga pendidikan ini adalah meletakkan basis budayana yang mengakar pada sumber nilai setempat yang utuh mencakup semua aspek kemanusiaan, sehingga membuka peluang pengembangannya sesuai dengan kreatifitas dan inisiatif yang dikelola dalam lembaga pendidikan itu. image

Menjadi Kepala Sekolah Profesional idealnya harus memahami secara komprehensif bagaimana kinerja dan kemampuan manajerialnya dalam memimpin sebuah sekolah sehingga sekolah itu bernuansa sekolah yang berbudaya. Dengan demikian diharapkan alumni sekolah itu memilikibudaya yang jelas sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dengan demikian, Made Pidarta ( 1994 : 145 ), mengatakan bahwa di lembaga pendidikan itu siswa harus (1) memahami sosiologi dan pendidikan, (2) Kebudayaan dan pendidikan, (3) Masyarakat dan sekolah , (4) Masyarakat Indonesia dan pendidikan, dan (5) Dampak konsep pendidikan.

Kualitas SDM sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Dengan demikian bidang pendidikan adalah bidang yang menjadi tulang punggung pelaksanaan pembangunan nasional. Tujuan pendidikan, khususnya di Indonesia adalah membentuk manusia seutuhnya yang Pancasilais ( UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 ), dimotori oleh pengembangan afeksi. Tujuan khusus ini hanya bias ditangani dengan ilmu pendidikan bercorak Indonesia sesuai dengan kondisi Indonesia dan dengan penyelenggaraan pendidikan yang memakai konsep sistem.

Oleh karena itu Kepala sekolah harus : (a) memiliki wawasan jauh kedepan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh (strategi); (b) memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan sekolah (yang umumnya tak terbatas); (c) memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil (cepat, tepat, cekat, dan akurat); (d) memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan dan yang mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya; (e) memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan tidak mencari orang-orang yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan nilai-nilai; (f) memiliki kemampuan memerangi musuh-musuh kepala sekolah, yaitu ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat keputusan, mediokrasi, imitasi, arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan bertindak.

Sumberdaya meliputi sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya. Sumberdaya manusia terdiri dari sumberdaya manusia jenis manajer/pimpinan dan sumberdaya manusia jenis pelaksana. Sedang sumberdaya selebihnya meliputi uang, peralatan, perlengkapan, bahan, bangunan, dsb. Yang perlu digarisbawahi, agar sekolah berjalan dengan baik, diperlukan kesiapan sumberdaya, terlebih-lebih sumberdaya manusia. Kesiapan sumberdaya manusia = kesiapan kemampuan + kesiapan kesanggupan. Kesiapan kemampuan menyangkut kualifikasi, sedang kesiapan kesanggupan menyangkut pemenuhan kepentingan sumberdaya manusia. Jika pemimpin, anak buah, staf, kepala, ketua, bawahan, pembantu pimpinan dan apapun peran dan jabatan yang disandang seseorang, mampu melaksankan tugas, peran serta fungsinya sesuai dengan tanggungjawabnya. Diyakini kasus-kasus yang berhubungan dengan lemahnya manajemen organisasi/kelembagaan akan dapat direduksi.

Seseorang akan dihargai profesionalitasnya, kepribadiannya dan bahkan kinerjanya apabila ia mampu mengahsilkan produktifitas kerja yang senantiasa berada dalam track record yang baik, mampu melaksanakan kewajibannya secara ajeg sesuai dengan track yang harus ia lewati.

Bukankah apabila kita ingin ketahuan siapa diri kita sesungguhnya maka kita harus berbuat sebanyak-banyaknya berbuat .

Ada beberapa kiat untuk menata sisrtem manajemen kelembagaan yang efektif :

1. Bangunlah manajemen kelembagaan berdasarkan komunikasi yang baik. Komunikasi yang interaktif, dialogis, tidak underpressure, tapi komunikasi yang dibangun atas dasar komitmen dan pengertian yang bisa diterima oleh semua pihak. Komunikasi jenis ini bisa dijalin melalui pengembangan sistem budaya kerja yang tidak mengutamakan kekuasaan tapi cenderung lebih mengutamakan kekeluargaan, silaturahmi dan rasa memiliki yang tinggi dari semua pihak terkait ( Stake holders dan share holders )

2. Membangun kondisi organisasi yang bisa menciptakan kepuasan (Satisfaction) dari semua pihak. Jadilah pemimpin yang bijak, berlaku adil, familiar, terbuka, mau dikritik, jujur, demokrasi dan bertanggung jawab, sebaliknya jadilah bawahan yang sebaik-baiknya bawahan.

3. Memulai perubahan dari diri kita masingmasing.

Jangan mengharapkan orang lain mangubah sesuat yang telah ada.

Inisiatif harus dari diri kita.

Bukankah jika inginmengubah dunia maka harus dimulai dari mengubah diri sendiri, dan yang terpenting ubahlah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.

4. Banyak berkarya dan berbuat.

Produktifitas dan kinerja kita akan diukur dari kuantitas dan kualitas dari apa yang telah kita lakukan.

5. Belajar dan belajar terus memahami dan mengerti orang lain.

Jangan egois, jangann menganggap bahwa diri kita penting dimata orang lain, belum tentu orang lain butuh kita.

6. Menjaga hati dan mulut kita.

Menjaga hati dari fikiran-fikiran negatif terhadap orang lain, dan menjaga mulut agar senantiasa mencerminkan beapa bersihnya diri kita. Jagalah mulutmu, karena mulutmu adalah pedangmu dan bahkan harimaumu.

7. Memahami diri sendiri.

Memahami dan mengerti siapa diri kita seindiri melulaui analisiss diri, analisis posisi, bukankan musuh yang paling bersar di dunia ini adalah diri kita sendiri.

8. Mau dikrtik oleh orang lain.

Demi kemajuan kita harus senantiasa mau dikritik oleh orang lain, terbuka terhadap saran dan pendapat orang lain dan bahkan mampu memenej kritik itu menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masa depan kita.

Defenisi Konseptual Menjadi Kepala Sekolah Profesional

Berdasarkan semantiknya, Anton Muliono ( 1989 : 702 ), mengemukakan bahwa Profesi, adalah bidang pekerjaan yang dilandasai pendidikan keahlian ( ketrampilan, kejuruan ) tertentu, Profesional, adalah memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, Profesionalisme, adalah sifat professional, dan profesionalisasi adalah proses membuat suatu badan menjadi professional. Sedangkan, proteksi, adalah perlindungan hukum secara juridis formal. Selanjutnya, A.S Hornby ( 1952 : 989 ), said that professionalism is The mark or qualities of a profession. Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme mencakup, antara lain ; budaya profesi, kualifikasi, kompetensi, ketrampilan, komitmen, konsitensi, etos kerja, kode etik dan dedikasi.

Profesi guru, adalah karya profesi. Engkoswara ( 2004 : 29 ) mengatakan bahwa karya profesi memerlukan kemampuan dasar, yakni ; membaca dan belajar sepanjang hayat, etos dan etika kerja, dan ketrampilan nalar dan ketrampilan tangan. Guru sebagai tenaga kependidikan wajib dan mutlak memiliki karya profesi tersebut, sehingga dengan memiliki ketrampilan dasar itu, maka seorang guru akan menjadi professional. Seorang guru akan professional , jika memiliki sifat pribadi manusia Indonesia. Lebih lanjut, Engkoswara ( 2004 : 31 ), mengatakan bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu memiliki, yakni ; (1) Budaya Utama ( sehat, baik dan jujur ), (2) Budaya Profesi ( cerdas, terampil, dan ahli, (3) Budaya Penyerta ( indah ), sedangkan sifat manusia Indonesia, adalah, (1) sifat utama ( sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur, patriorisme, tangguh dan penuh disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif, dan professional ), dan (3) sifat penyerta ( kreatif ).

Profesional dapat berkembang menjadi jabatan professional, sejalan dengan itu Komarudin ( 2000 : 205 ), mengatakan bahwa professional berasal dari bahasa Latin, yaitu “ Profesia “ yang berarti ; pekerjaan, keahlian, jabatan, jabatan guru besar. Demikian halnya kepala sekolah, adalah merupakan jabatan fungsional yang diberi sebagai tugas tambahan sebagai kepala sekolah. Dengan demikian muncullah terminology bagaimana menjadi kepala sekolah professional.

Terminologi professional melahirkan teriminologi baru, yakni profesionalisme. Freidson ( 2970 : 28 ), mengemukakan bahwa profesionalisme adalah sebagai komitmen untuk ide-ide professional dan karier. Secara operatif, Syaiful ( 2002 : 199 ) menegaskan bahwa profesionalisme memiliki aturan dan komitmen jabatan keilmuan teknik dan jabatan yang akan diberikan kepada pelayan masyarakat agar secara khusus pandangan-pandangan jabatan dikoreksi secara keilmuan dan etika sebagai pengukuhan terhadap profesionalisme. Profesionalisme tidak dapat dilakukan atas dasar perasaan, kemauan, pendapat atau semacamnya, tetapi benar-benar dilandasi oleh pengetahuan secara akademik.

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat dirumuskan bahwa yang disebut Kepala Sekolah professional harus dapat membedakan mana ilmu yang esensial berkaitan dengan disiplin ilmunya dan tidak esensial sesuai dengan tuntutan professional. Sehubungan dengan terminology itu, Paure ( 1972 : 25 ), menegaskan bahwa professional harus mereduksi lama pendidikan untuk memberikan kualifikasi bagus tanpa mengurangi standar dan metodologi pengajaran yang tepat, percepatan proses belajar, menyeleksi ilmu yang diberikan.

Korelasi Profesional Dengan Sosial Budaya

Sekolah harus memperhatikan pengembangan nilai-nilai pada diri peserta didik di sekolah. Karena salah satu fungsi sekolah adalah untuk memperbaiki mental anak-anak, seperti harapan yang disampaikan oleh Coleman. Sekolah berfungsi sebagai alat

kontrol social dan perubahan social.

Menjadi kepala sekolah professional harus memperhatikan banyak hal dalam diri siwa selama dalam lingkungan sekolah. Made ( 1994 : 156 ), mengemukakan bahwa sosiologi atau sosiologi pendidikan dapat dideskripsikan sebagai berikut ; (1) Sosiologi menunjukkan pentingnya kegiatan sosialisasi anak-anak dalam pendidikan, (2) Memberikan bantuan dalam upaya menganalisis proses sosialisasi anak-anak. Seperti konsep tentang interaksi social, kontak social, komunikasi, bentuk social, dan sebagainya, (3) Kelompok social dan lembaga masyarakat dengan berbagai bentuknya, termasuk sekolah, (4) Dinamika kelompok, yang sudah tentu berlaku juga dalam dunia pendidikan, (5) Konsep-konsep untuk mengembangkan kelompok social dan lembaga-lembaga masyarakat, (6) Nilai-nilai yang ada di masyarakat serta keharusan sekolah untuk mengembangkan aspek itu pada diri siswa, (7) Peranan pendidikan dalam masyarakat, dan (8) Dukungan masyarakat terhadap pendidikan.

Memahami akan hal itu, para pendidik ( guru ) dan kepala sekolah professional hendaklah menantang diri agar proses pendidikan di sekolah tidak ketinggalan zaman, agar dapat membantu siswa berpacu antarteman sekelas atau dengan yang lainnya. Dengan demikian guru dan kepala sekolah harus meningkatkan profesinya agar memiliki kualitas yang sejajar dengan para pendidik di negara-negara maju. Misalnya di Amerika, Jepang dan negara maju lainnya.

3.2 Korelasi Profesi Dengan Budaya

Engkoswara ( 2004 : 31 ), mengatakan bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu memiliki, yakni ; (1) Budaya Utama ( sehat, baik dan jujur ), (2) Budaya Profesi ( cerdas, terampil, dan ahli, (3) Budaya Penyerta ( indah ), sedangkan sifat manusia Indonesia, adalah, (1) sifat utama ( sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur, patriorisme, tangguh dan penuh disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif, dan professional ), dan (3) sifat penyerta ( kreatif ).

Untuk merealisasikan sifat dan budaya tersebut di kalangan pendidikan, tenaga kependidikan mutlak memilikinya dan mampu menatanya dengan harmonis di dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga halnya bagi guru dalam menjalankan rutinitasnya, bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu harus tercermin dalam keseharian guru baik di sekolah maupun di luar sekolah ( di rumah ). Engkoswara ( 2004 : 63 ), mengemukakan dalam menegakkan budaya harmoni ada tiga nilai praksis ( aktual ) yang harus ditata secara harmoni, yakni (1) Budaya Utama, adalah budaya atau nilai yang berlaku bagi kita semua orang sebagai mahluk Tuhan Yang Mahaesa yang mempunyai cirri universal, yang mempunyai hak dan kewajiban yang relatif bersamaan, (2) Budaya profesi, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai karakteristik yang bersamaan dalam kelompok-kelompok tertentu, dan (3) Budaya penyerta, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagi mahluk pribadi yang bersifat unik dan hakiki.

Tahapan perkembangan yang harus ditempuh dalam suatu proses profesionalisasi adalah terkait dengan sejumlah pelayanan. Kepala sekolah professional harus dapat mengkomunikasikan segala tugas pokok dan fungsinya dalam manajemen sekolah. Fungsi manajemen sekolah harus dapat diberdayakan seoptimal mungkin sesuai dengan standar kompetensi yang dimiliki sebagi pimpinan ( manajer ). Pendidikan adalah enkultusasi. Manan ( 1989 : 79 ), mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Enkulturasi ini terjadi di mana-mana, disetiap tempat hidup seseorang dan setiap waktu. Dalam hal inilah akan muncul pengenalan kurikulum yang sangat luas, yaitu semua lingkungan tempat hidup manusia. Suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan atau pertimbangan bagi anak dalam mengembangkan dirinya. Ada kalanya bagioan budaya akan dipakai terus, ada kalanya diperbaiki dan ada kalanya dibuang atau diganti dengan yang baru. Hal ini tergantung bagaimana pembinaan pendidik, pengaruh lingkungan, dan hasil penilaian anak itu sendiri.

Kepala sekolah professional harus cerdas dan intelek serta bijaksana. Sebagai kepala sekolah dengan fungsinya sebagai manajer di sekolah harus memperhatikan cirri-ciri profesionalisasi. Robert W. Rihe ( 1974 : 87 ), mengemukakan bahwa cirri-ciri profesionalisasi jabatan fungsional ada 7, antara lain ; (1) Kepala sekolah bekerja sama dan tidak semata-mata hanya memberikan pelayanan kemanusiaan bukan usaha untuk kepentingan pribadi, (2) Memiliki pemahaman serta ketrampilan yang tinggi, (3) Memiliki lisensi hokum dalam memimpin sekolah, (4) Memiliki publikasi yang dapat melayani para guru sehingga tidak ketinggalan zaman, (5) Mengikuti aneka kegiatan seminar pendidikan ( workshop ), (6) Jabatannya sebagai suatu karier hidup, dan (7) Meiliki nilai dan etika yang berfungsi secara nasional maupun local.

Kinerja dan produktifitas kepala sekolah professional harus dapat diukur dengan para meter yang ada, yakni standar pelayanan minimal. Standar pelayanan minimal mengacu kepada konteks sisial budaya pendidikan yang ada di sekolah. Misalnya, sekolah berbasis budaya lingkungan. Sekolah bernuansa basis lingkungan budaya dapat tampak dalam pengelolaan lingkungan sekolah. Misalnya dengan penanaman aneka tanaman rindang atau pembuatan apotek dan warung hidup di lingkungan sekolah. Sekolah akan tampak rindang dan sejuk sehingga warga sekolah dapat menikmati lingkungan dengan nyaman dan teduh sehingga warga sekolah akan merasa betah di sekolah dalam berbagai situasi yang ada.

Kegiatan manajerial sekolah yang biasanya mencakup dalam lingkup manajemen pendidikan. Komponen manajemen pendidikan meliputi 5-M, yakni ; Sumber daya manusia ( Man ), finasial ( Money ), substansi ( Material ), metode ( Method ), dan Fasilitas ( Machine ). Kepala sekolah sebagai sumber daya manusia yang professional harus mampu mengelola sekolah sesuai dengan fungsi sekolah sebagai wiyata mandala. Kepala sekolah sebagai manajer harus mampu mengelola keuangan sebagai pembiayaan pendidikan di sekolah baik pembiayaan langsung maupun pembiayaan tidak langsung . Kepala sekolah sebagai guru harus mampu memerikan bimbingan kepada semua warga sekolah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Kepala sekolah fungsinya sebagai pimpinan harus mampu metode kepemimpinan atau model kepemimpinannya yang layak dan pantas diterapkan sesuai dengan norma, dan demikian juga kepala sekolah sebagai pimpinan harus mampu memberdayakan semua fasilitas yang ada dalam menunjang kemajuan pendidikan di sekolah.

Korelasi trugas pokok dan fungsi kepala sekolah dalam tatanan manajerial sekolah, idealnya mampu mengimplementasikan gaya kepemimpinannya sesuai dengan budaya sekolah. Kepala sekolah professional harus mampu mendorong semua warga sekolah untuk melestarikan budaya sekolah sehingga tercermin dalam setiap perilaku atau sikap warga sekolah dalam kehidupan sehari-harinya. Motivasi intrinsic akan mendorong kepala sekolah untuk terus berpacu dalam menggalakkan budaya sekolah. Demikian halnya motivasi ekstrinsik akan mendukung kepemimpinan kepala sekolah demi terciptanya budaya sekolah dengan sistem social yang ada pada komunitas sekolah dan masyarakat ( orang tua ).

Kesimpulan

Menjadi Kepala Sekolah professional harus memelihara budaya sekolah dengan sistem social yang ada dalam warga sekolah dalam konteks social budaya pendidikan di masyarakat. Sosial budaya pendidikan. Sosial budaya dan pendidikan dapat dideskripsikan, sebagai berikut :

  1. Kebudayaan adalah cara hidup dan kehidupan manusia yang diciptakan manusia itu sendiri sebagai warga masyarakat.
  2. Fungsi kebudayaan dalam kehidupan manusia, adalah : penerus keturunan dan pengasuh anak, pengembang kehidupan berekonomi, transmisi budaya, meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Mahakuasa, pengendalian social dan rekreasi
  3. Isi kebudayaan, antara lain ; gagasan, ideology, norma, teknologi, ilmu, kesenian, kepandaian, dan benda
  4. Kepala sekolah professional adalah kepala sekolah yang memegang teguh nilai dan etika serta budaya profesi sesuai dengan konteks social budaya pendidikan di masyarakat

5. Sifat dan budaya manusia Indonesia itu memiliki, yakni ; (1) Budaya Utama ( sehat, baik dan jujur ), (2) Budaya Profesi ( cerdas, terampil, dan ahli, (3) Budaya Penyerta ( indah ), sedangkan sifat manusia Indonesia, adalah, (1) sifat utama ( sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur, patriorisme, tangguh dan penuh disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif, dan professional ), dan (3) sifat penyerta ( kreatif ).

6. Di kalangan pendidikan, tenaga kependidikan mutlak memilikinya dan mampu menatanya dengan harmonis di dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga halnya bagi guru dalam menjalankan rutinitasnya, bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu harus tercermin dalam keseharian guru baik di sekolah maupun di luar sekolah ( di rumah ).

  1. Dalam menegakkan budaya harmoni ada tiga nilai praksis ( aktual ) yang harus ditata secara harmoni, yakni (1) Budaya Utama, adalah budaya atau nilai yang berlaku bagi kita semua orang sebagai mahluk Tuhan Yang Mahaesa yang mempunyai cirri universal, yang mempunyai hak dan kewajiban yang relatif bersamaan, (2) Budaya profesi, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai karakteristik yang bersamaan dalam kelompok-kelompok tertentu, dan (3) Budaya penyerta, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagi mahluk pribadi yang bersifat unik dan hakiki.

Saran

Menjadi Kepala Sekolah professional idealnya menjunjung tinggi budaya profesi. Dengan budaya profesi, kepala sekolah tersebut sudah memiliki ke-7 ciri-ciri jabatan fungsional yang tertuang dalam profesionalisasi. Profesionalisme wajib ditingkatkan agar kualifikasi yang dimilikinya dapat tercermin dalam manajerial serta gaya kepemimpinan yang dimilikinya. Dengan demikian, Kepala Sekolah professional akan lebih tampil percaya diri dalam mengelola sekolah secara professional sesuai dengan sistem social budaya pendidikan yang ada dalam komunitas pendidikan formal.

 

MENJADI KEPALA SEKOLAH PROFESIONAL

OLEH : Drs. H. Inayatulah, M..Pd

BIBLIOGRAFI

Coleman, 1997. Strategic Learning. Third Edition, The University Chicago Press, USA.Prentice Hall

Engkoswara. 2004. Iman Ilmu Amaliah Indah.Bandung : Yayasan Amal Keluarga.

Hornby, A.S. 1958. The Advanced Leaners Dictionary of Curent English. London : Oxford University Press., Amen House.

Ikezawa, Tatsuo. (1993). Effective TQC : How to Make Quality Assurance More than a Slogan. Tokyo : PHP Institute, INC.

Made, 1994. Landasan Kependidikan. Bandung : Rineka Cipta

Muliono, Anton,. 1989. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.

Nasution. 1989. Metodologi Pembelajaran Tuntas. Jakarta. Judhistira, Jilid I.

Piyami, Bull. 1987. Becoming An Educator. New York : University of North Carolina

Tilaar, H.A.R., 1992. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : Rosda Karya.

Undang-Undang RI N0. 2 tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan nasional

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 21 Agustus 2013

Budaya dan Karakter Wajah Kurikulum Baru

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara perlahan telah menyiapkan penerapan kurikulum 2013 yang akan segera dilaksanakan pada tahun ajaran baru 2013-2014 mendatang. Hal itu terlepas dari pro dan kontra yang ada dalam masyarakat saat ini. Kurikulum 2013 diharapkan mampu merubah wajah pendidikan nasional saat ini yang masih tertinggal dari negara-negara lain. Salah satu hal yang ditekankan dlam kurikulum 2013 yaitu pengimplentasian ragam budaya dan karakter nasional dalam pembelajaran di sekolah. Wacana pendidikan karakter tampaknya sangat ditonjolkan untuk perkembangan pendidikan nantinya. clip_image002

Persoalan pendidikan dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik. Selain di media massa, para pemuka masyarakat, para ahli, dan para pengamat pendidikan, dan pengamat sosial berbicara mengenai persoalan budaya dan karakter bangsa di berbagai forum seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan.

Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat. Namun, dalam kenyataannya hal tersebut kurang mendapat respon dari pribadi yang tak tanggap akan sebuah masalah. Dalam dunia pendidikan saat ini juga kerap terjadi persoalan seperti kekerasan, pelecehan seksual, serta pemakaian obat terlarang. Hal ini tentu tak sejalan dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri, sehingga ketimpanganlah yang terjadi.

Menurut Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut merupakan suatu acuan dalam pendidikan untuk membentuk pribadi yang baik. Selain itu, budaya adalah salah satu faktor untuk membentuk karakter seseorang.

Kata budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat. Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh umat manusia. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa.

Hal ini akan menyebabkan peserta didik rentan dengan pengaruh budaya asing yang bersifat negatif. Budaya asing yang masuk tersebut diterima tanpa adanya seleksi dan pertimbangan, sehingga berdampak buruk bagi diri peserta didik. Karakter merupakan watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Karakter dalam pendidikan dibutuhkan sebagai konsep bertindak dan membentuk pribadi positif peserta didik.

Budaya dalam dunia pendidikan memiliki peranan yang strategis sebagai pembentuk karakter individu dan untuk membentuk itu semua diperlukan terobosan dan cara yang tepat. Salah satunya yaitu bidang kebudayaan diselipkan dalam kurikulum pendidikan serta adanya suatu usaha dari pihak sekolah dalam meningkatkankan suatu kegiatan pengembangan diri khususnya dalam bidang budaya.

Selain itu, peran budaya dalam pendidikan juga tercermin dalam penanaman nilai-nilai yang merupakan muara dari kebudayaan itu sendiri. Keteladanan, keagamaan, kebersihan, kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan rangkaian perwujudan budaya yang terwujud dalam nilai-nilai tersebut yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran peserta didik Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP, sehingga akan mencetak sikap dan perilaku yang positif baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.

Pendidikan tanpa penanaman budaya dan karakter akan mudah goyah dan penyimpangan akan semakin sering terdengar di dunia pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan yang berbasis budaya dan karakter perlu dikembangkan dan diatur secara berkala untuk membentuk insan pendidikan yang berkarakter kuat dan cerdas dan mampu bersaing dengan dunia global tanpa mengesampingkan nilai dan karakter bangsa Indonesia.

Referensi :

A. Sudiarja. (Yogyakarta: Kanisius, 2004). A.R Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002).

Suharso dan Ana Retnoningsih. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya Karya.

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

 

Identitas Pengirim

clip_image002[1]Judul Artikel : “Budaya dan Karakter Wajah Kurikulum Baru

Nama Pengarang : Yanuri Natalia Sunata

Nomor Identitas, NIP, NIY : 3316150101910003

Institusi Kerja : Editor

Email : uthux_uns@yahoo.com

Alamat Blog : -

Facebook : Yanuri Natalia Sunata

BACA SELENGKAPNYA »

Sabtu, 06 Juli 2013

Sikap Nasionalisme Dan Patriotisme Melalui Gerakan Pramuka

Meningkatkan Sikap Nasionalisme Dan Patriotisme Kepada Peserta Didik Sd Melalui Pendekatan Gerakan Pramuka

A.     Latar Belakang

Pendidikan merupakan bentuk investasi jangka panjang disamping itu pendidikan juga merupakan bentuk upaya manusia membebaskan diri dari kebodohan dan keterbelakangan, sehingga upaya perbaikan da peningkatan kualitas pendidikan mutlak diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia yang berkualitas, yang unggul akan dapat mengangkat suatu bangsa agar dapat tegak, maju setara dengan bangsa lain.

Pembangunan di bidang pendidikan merupakan salah satu dari tujuan nasional Negara Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea ke IV …..mencerdasakan kehidupan bangsa….. dan menuju ke arah cerdasnya kehidupan bangsa Indonesia pembangunan di bidang pendidikan tidak dapat dilaksanakan sambil lalu dan terkesan asal – asalan saja, melainkan harus terencana, sistematis, terukur dan melibatkan semua unsur masyarakat dan bangsa secara mendalam dan menyeluruh serta terpadu, karena pendidikan merupakan tanggng jawab bersama antara orang tua, masyarakat, dan Negara. clip_image002

Untuk merealisasikan tujuan tersebut, maka dalam pasal 31 UUD 1945 ditegaskan bahwa : tiap – tiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan, selanjutnya pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang – undang.

Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantab dan pendiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Makna tujuan pendidikan nasional tersebut adalah menumbuhkan, mengembangkan dan membina kepribadian manusia seutuhnya, serta memiliki jiwa Nasionalisme dan Patriotisme. Namun pada zaman sekarang ini anak generasi bangsa malah semakin sedikit memiliki jiwa Nasionalisme dan Patriotisme, ini dibuktikan dengan sedikitnya anak hafal dengan lagu kebangsaan Indonesia raya dan anak lebih suka dengan lagu keong racun atau lagu – lagu lain yang bertema cinta.Anak cenderung kurang suka dengan kebudayaan bangsa Indonesia karena mereka menganggap kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan kuno atau tradisional, sehingga kebudayaan Indonesia perlahan – lahan menghilang dan akibatnya kebudayaan kita diklaim oleh negara lain seperti kesenian reog Ponorogo,musik Angklung bahkan Batik. Perlu diketahui sikap Nasionalisme timbul pada waktu tertentu saja seperti pada waktu kejuaraan piala AFF. Nasionalisme anak Indonesia mengebu – gebu tapi setelah selesai kejuaraan, selesai pulalah sikap Nasionalisme anak Indonesia. Agar sikap Nasionalisme dan Patriotisme  tidak menghilang dan tetap tertanam di jiwa peserta didik , maka perlu diadakan suatu kegiatan untuk membentuk rasa Nasionalisme dan Patriotisme salah satunya kegiatan Gerakan Pramuka.

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun1993 bahwa Pendidikan Nasional harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa pahlawan, serta berorientasi masa depan.

Gerakan pramuka sebagai organisasi kepemudaan yang mempunyai visi dan misi untuk mengembangkan pendidikan di luar sekolah untuk menyiapkan generasi muda sebagai tunas bangsa, pandu pertiwi penerima tongkat estafet perjuangan para pendahulunya dalam melanjutkan perjuangan bangsa untuk mencapai cita – cita bangsa mencapai masyarakat yang adil dan makmur.

Sebagai organisasi kepemudaan yang mengembangkan pendidikan kepramukaan mempunyai kaitan erat sekali dengan pendidikan formal. Bahkan pendidikan kepramukaan merupakan ekstra kurikuler yang wajib dilaksanakan di setiap sekolah dasar dan menengah bahkan di sebagian perguruan tinggi baik negeri maupun swasta salah satu unit kegiatan memilih kegiatan ptamuka. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan kepramukaan urgensinya sangat tinggi dengan kebutuhan hidup manusia, bahkan pendidikan kepramukaan merupakan wujud dari usaha bela Negara.

Tujuan pendidikan kepramukaan adalah untuk mendidik para peserta didik atau siswa agar memiliki semangat persatuan dan kesatuan yang kuat, memiliki aktivitas yang tinggi dalam kedisiplinan, kemandirian, kejujuran, kerjasama, tanggungjawab, dan cinta tanah air. Dan Sekolah Dasar merupakan pendidikan awal agar peserta didik SD memiliki semangat persatuan dan kesatuan yang kuat, yang baik untuk menanamkan sikap Nasionalisme dan Patriotisme peserta didik.

Sekolah dasar (SD) merupakan salah satu lembaga pendidikan dasar yang memiliki fungsi sangat fundamental karena SD merupakan fundasi pendidikan pada jenjang berikutnya. Oleh karena itu, hendaknya dilakukan dengan cara – cara yang benar agar benar – benar mampu menjadi landasan yang kuat untuk jenjang pendidikan berikutnya. Sutama 2006 (dalam. Akbar, S, dkk, 2009 : 27).

Maka dari itu guru harus bisa menanamkan sikap Nasionalisme dan Patriotisme mulai dari awal, agar tidak lagu keong racun, susis, atau lagu – lagu yang bukan waktunya bagi anak SD.

Meskipun telah disadari bahwa semakin canggihnya teknologi juga yang juga mutlak diperlukan tetapi jangan sampai rasa Nasionalisme dan Patriotisme peserta didik luntur.

Untuk bisa mencapai tujuan tersebut Gerakan Pramuka  diperlukan agar bisa membendung hilangnya rasa Nasionalisme dan Patriotisme dan mampu meningkatkan rasa Nasionalisme dan Patriotisme peserta didik SD.

A.     Nasionalisme Dan Patriotisme

Untuk menerapkan semangat kebangsaan kepada generasi muda, diperlukan prinsip – prinsip Patriotisme dan Nasionalisme sejak dini. Tujuannya adalah agar nilai – nilai tersebut sungguh – sungguh dihayati dan diamalkan oleh segenap warga negara baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan sosial.

1.      Pengertian Nasionalisme

Nasionalisme adalah suatu paham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negara atas kesadaran keanggotaan/warga negara yang secara potensial bersama – sama mencapai, mempertahankan, dan, mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsanya.

·         Nasionalisme dalam arti sempit

Nasionalisme dalam pengertian ini dapat diartikan sebagai perasaan cinta terhadap bangsanya secara berlebihan sehingga memandang rendah bangsa dan suku bangsa lainnya. Nasionalisme dalam arti sempit sering disebut dengan jingoisme atau chauvinisme. Misalnya, bangsa Jerman di masa kekuasaan Adolf Hitler (1933 – 1945). Nasionalisme adalah sikap semangat mengorbankan untk melawan bangsa lain, chauvinisme adalah masa kebangsaan yang bersemangat dan bertindak agresif terhadap bangsa lain. Dari sikap Jingoistis dan Chauvinistis ini lahirlah imperialisme, yaitu tidak hanya ingin mengalahkan bangsa lain, melainkan ingin menguasai wilayah dan bangsa penghuninya. Menurut Hitler dalam bukunya Mein Kampf (Perjuanganku), bangsa Jerman (ras Arya) merupakan ras yang paling unggul dibandingkan ras lain. “Deustschland uber Alles in der Welt” (Jerman di atas segala – galanya dalam dunia). Namun, semangat nasionalisme yang sempit ini ditentang oleh bangsa – bangsa di seluruh dunia karena hanya mementingkan sekelompok bangsa atau golongan saja.

Contoh lain dari nasionalisme yang memiliki arti sempit adalah ketika negara italia di masa kekuasaan Mussolini (Benito Amilcare Andrea Mussolini, 1883 – 1945). Bentuk nasionalismenya dikenal dengan fasisme. Bagaimana dengan nasionalisme bangsa Indonesia ? Negara Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan adat istiadat yang berbeda – beda. Rasa nasionalisme bangsa Indonesia mungkin saja berkembang ke arah yang negatif apabila tidak di arahkan kepada persatuan dan kesatuan bangsa. Biasanya nasionalisme yang berlebihan terhadap suku bangsanya disebut dengan sukuisme, hal tersebut tidak kita inginkan.

·         Nasionalisme dalam arti luas

Nasionalisme dalam pengertian ini dapat diartikan sebagai perasaan cinta dan bangga terhadap tanah air dan bangsanya, tanpa memandang bangsa lain lebih rendah dari bangsa dan negaranya. Nasionalisme seperti ini lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negaranya demi menjalin hubungan kerja sama, keharmonisan maupun keselarasan antarbangsa dan negara di dunia. clip_image001

2.      Pengertian Patriotisme

Patriotisme adalah semangat dan jiwa yang dimiliki oleh seseorang untuk berkorban/rela berkorban demi nama suatu bangsa atau negara. Makna dan keberadaan patriotisme itu sendiri tidak dapat dipisahkan dengan Nasionalisme.

            Patriotisme menganjurkan kepada seluruh anggota suatu bangsa untuk selalu rela berkorban kepada negaranya sebagai tempat berpijak, tempat hidup, dan tempat untuk mencari penghidupan, sedangkan nasionalisme menganjarkan kepada kita untuk mencintai tanah air, bangsa, dan negara dengan segala apa yang dimilikinya. Namun, ada beberapa pengertian nasionalisme yang diartikan salah, sehingga muncul pengertian nasionalisme. Cara – cara untuk menunjukkan semangat kebangsaan di atas diperlukan keteladanan, pewarisan, dan pelaksanaan kewajiban. Keteladanan dapat diberikan di berbagai lingkungan kehidupan keluarga, masyarakat, sekolah, instansi pemerintah ataupun swasta.

·         Di lingkungan keluarga dan masyarakat

Peranan orang tua di dalam keluarga sangatlah penting. Pendidikan orang tua Sangat membantu perkembangan anak sejak dari lahir hingga beranjak dewasa. Selanjutnya perkembangan anak akan dipengaruhi oleh lingkungannya jadi, baik atau buruknya seorang anak melakukan filtrasi terhadap pengaruh luar dirinya bergantung pada perkembangan atau pendidikan di dalam keluarga.

Terkadang ada pula seorang anak yang memberi keteladanan bagi orang tuanya. Dapat pula tokoh masyarakat kepada pembantunya. Misalnya, memberi hewan kurban di hari raya idul adha, membayar pajak tepat waktu, membantu peningkatan taraf hidup warga di kampungnya atau kerja bakti di lingkungannya.

·         Di lingkungan sekolah

Keteladanan dapat diberikan oleh pamong sekolah, pengurus OSIS sampai pengurus kelas. Misalnya, melakukan sumbangan uang untuk membantu teman sekelasnya yang terkena musibah, membersihkan lingkungan sekolah, menjalin persahabatan dengan sekolah lain atau tidak melakukan tawuran pelajar.

·         Di lingkungan instansi pemerintah atau swasta

Keteladanan tokoh/pemimpin perusahaan yang dituakan (senioritas) akan sangat berpengaruh bagi karyawan dan karyawati lain. Misalnya, memprakarsai kegiatan donor darah, pengentasan kemiskinan, membantu korban bencana, atau berperilaku adil dan bijaksana.

·         Pewarisan

Rangkaian kegiatan yang merupakan bagian dari pewarisan antara lain adalah suka bekerja keras, ulet, tekun, membiasakan menabung, berperilaku hemat, atau sederhana. Kegiatan di atas, diharapkan nilai – nilai dibalik kegiatan tersebut akan membentuk kepribadian diri. Misalnya, tapak tilas, kunjungan museum, melaksanakan upacara bendera, disiplin diri, atau berjiwa kreatif.

·         Pelaksanaan kewajiban

Salah satu upaya menumbuhkembangkan jiwa – jiwa patriotisme dan nasionalisme adalah menciptakan peraturan perundang – undangan tentang bela negara. Peraturan yang mewajibkan peran serta rakyat dalam pembelaan negara di antaranya wajib militer (wamil), pendidikan bela negara atau kewajiban penggunaan barang – barang dalam negeri atau tidak mengimpor barang – barang dari luar negeri.


B.     GERAKAN PRAMUKA

1.      Pengertian Pendidikan Kepramukaan

Pengertian pendidikan kepramukaan adalah pendidikan luar sekolah yang dilaksanakan untuk mendidik pelajar dan generqasi muda dalam upaya mencapai tujuan nasional sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinia ke IV. Dengan demikian pendidikan kepramukaan yang merupakan lembaga pendidikan luar sekolah bersifat non formal yang yang merupakan bagian dari pendidikan nasional yang tidak terpisahkan.

Pendidikan kepramukaan yang diselenggraakan oleh gerakan pramuka sebagai lembaga pendidikan luar sekolah dengan menggunakan prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pendidikan bagi anka – anak dan pemuda guna menumbuhkan mereka agar menjadi generasi yang lebih baik. Sanggup bertanggungjawab terhadap bangsa dan Negaranya juga mampu membina dan mengisi kemerdekaan bangsa dengan melaksanakan pembangunan di segala bidang demi terwujudnya cita – cita perjuangan para pahlawan bangsa.

Pengertian pendidikan kepramukaan tersebut sesuai dengan pendapat crow tentang pengertian pendidikan yaitu : “pendidikan adalah peengalaman yang memberikan pengertian (insight) dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan ia berkembang” (Anshari dalam Croq,1983 :28).

Meskipun keberadaannya sebagai lembaga pendidikan luar sekolah, tapi peranannya dalam pendidikan nasional sangat urgen dan tidak boleh kita pandang sebelah mata, kita semua menyadari bahwa tri pusat pendidikan sebagaimana yang telah dikemukakan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara, yaitu:

1.      Pendidikan keluarga, yakni pendidikan yang dilaksanakan dalam lingkungan keluarga

2.      Pendidikan sekolah, yakni pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah

3.      Pendidikan masyarakat, yakni pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat

Dengan demikian gerakan kepramukaan pelaksanaannya selalu menggunakan prinsip dasar pendidikan kepramukaan turut serta mensukseskan tujuan pendidikan nasional terutama dalam usaha penguasaan sikap mental serta pembekalan ketrampilan bagi para siswa atau anggota pramuka. Gerakan pramuka merupakan lembaga pendidikan non formal yang keberadaan dan pelaksanaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat, keluarga dan sekolah dalam membantu proses kedewasaan anak maupun proses belajar mengajar di kelas.

2.      Tujuan Pendidikan Kepramukaan

Tujuan pendidikan kepramukaan pada dasarnya adalah sama dengan tujuan gerakan pramuka di Indonesia yakni untuk mendidik dan membina kaum muda Indonesia agar menadi :

  1. Manusia berkepribadian, berwatak, dan berbudi pekerti luhur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kuat mental dan tinggi moral, tinggi kecerdasan dan ketrampilannya, kuat dan sehat jasmaninya

  2. Warga Negara republik Indonesia yang berjiwa Pancasila, setia dan patuuh kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna yang dapat membangun dirinya sendiri secara mandiri serta bersama – sama bertanggungjawab  atas pembangunan bangsa dan Negara, memiliki kepedulian terhadap sesame hidup dan alam lingkungan baik local, nasional maupun internasional.

Di samping tujuan yang bersifat umum tersebut di atas pendidikan kepramukaan juga memberika pendidikan untuk mendidik sikap mental yang kuat, menanamkan kedisiplinan yang tinggi serta kemandirian sebagaimana yang tercantum dalam semboyan pramuka yaitu Dasa Dharma Pramuka.

3.      Fungsi Pendidikan Kepramukaan

Fungsi geraka pramuka adalah sebagai lembaga pendidikan luar sekolah dan luar keluarga serta sebagai wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda, menerapkan prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan serta sistem among yang pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan kepentingan dan perkembangan bangsa serta masyarakat.

Gerakan kepramukaan ini merupakan organisasi kependidikan yang anggotanya abersifat sukarela tidak membedakan suku, ras, agama, dan golongan serta non partisan, yakni tidak terlibat dalam politik praktis namun mengembangkan politik kebangsaan yang mengokohkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan demikian pendidikan kepramukaan bersifat demokrasi artinya memberikan kebebasan kepada semua anggotanya untuk beraktivitas dalam koridor aturan yang berlaku dan sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga gerakan pramuka. Dalam gerakan pramuka memberikan jaminan kemerdekaan anggotanya memeluk agama dan kepercayaannya masing – masing dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing – masing.

Pendidikan kepramukaan bersifat riang gembira dengan maksud untuk menumbuhkan keberanian peserta didik berkreativitas.

Pendidikan kepramukan  berusaha mencapai tujuannya dengan melakukan kegiatan sebagai berikut :

a.    Menanamkan dan menumbuhkan mental, moral, watak, sikap, dan perilaku yang luhur melalui :

1.      Pendidikan agama untuk meningkatkan iman dan ketakwaan kepada tuhan Yang Maha Esa menurut agamanya masing – masing (Dharma ke satu Pramuka itu kepada Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa)

2.      Kerukunan hidup beragama antar umat seagama, antar umat yang berbeda agama.

3.      Penghayatan dan pengamalan pancasila untuk memantapkan jiwa pancasila dan mempertebal kesadaran sebagai warga negara yang bertanggungjawab terhadap kehidupan dan masa depan bangsa dan negara.

4.      Kepedulian terhadap sesama hidup dan alam semesta sebagaimana Dharma kedua cinta alam dan kasih sayang sesama manusia

5.      Pembinaan dan pengembangan minat terhadap kemajuan teknologi dengan keimanan dan ketakwaan.

b.      Memupuk dan mengembangkan rasa cinta dan setia kepada tanah air dan bangsa.

c.       Memupuk dan mengembangkan persatuan dan persahabatan baik nasional maupun internasional.

d.      Memupuk dan mengembangkan persaudaraan dan persahabatan baik nasional maupun internasional.

e.       Menumbuhkan pada para anggota rasa percaya diri sikap yang kreatif dan inovatif, rasa tanggung jawab dan disiplin.

f.       Menumbuhkembangkan jiwa dan kewirausahaan.

g.       Memupuk dan mengembangkan kepemimpinan.

h.      Membina dan melatih kesehatan jasmani dan rohani, panca indera, daya pikir, penelitian, kemandirian dan sikap otonomi, ketrampilan dan hasta karya.

Selanjutnya kegiatan – kegiatan tersebut di atas dilaksanakan dengan melalui berbagai cara mencakup hal – hal sebagai berikut :

a.       Kepramukaan ialah proses pendidikan luar sekolah dan di luar keluarga, dalam bentuk kegiatan yang menarik menyenangkan, sehat, etratur, terarah, praktis, yang dilakukan di alam terbuka dengan prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan yang sasaran akhirnya adalah untuk pembentukan watak.

b.      Menyelenggarakan dan berpartisipasi dalam pertemuan dan perkemahan baik lokal, nasional, maupun internasional untuk memupuk rasa persahabatan, persaudaraan dan perdamaian.

c.       Menyelenggarakan kegiatan bakti mesyarakat dan ekspedisi.

d.      Mengadakan kemitraan, kerjasama denga organisasi kepemudaan lain untuk memupuk dan mengembangkan semangat kepeloporan dan pengabdian kepada masyarakat, baik lokal, nasional maupun internasional.

e.       Mengadakan kerjasama baik dengan instasi pemerintah, maupun swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan nasional.

f.       Memasyarakatkan gerakan pramuka dan kepramukaan khususnya di kalangan kaum muda.

g.       Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan, pelatihan dan kegiatan.

h.      Mengadakan usaha – usaha lain yang sesuai dengan tujuan gerakan pramuka yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

4.      Sistem Dan Materi Pendidikan Kepramukaan

Menurut Abbas (1994 : 49-50) merupakan bahwa sistem disini dimaksudkan cara menata dan mengatur sesuatu yang berkaitan dan berkesinambungan sistem pendidikan dalam gerakan pramuka adalah sistem yang mengatur dan menata proses pendidikan bagi anggota pramuka gerakan pramuka

Sebagai wadah pendidikan non formal. Gerakan pramuka menggunakan prinsip dasar mendidik kepramukaan. Proses pendidikan kepramukaan pada hakikatnya berbentuk kegiatan menarik yang mengandung pendidikan. Bertujuan pendidikan ditandai nilai – nilai pendidikan, dilaksanakan di luar lingungan pendidikan sekolah, dengan menggunakan prinsip dasar metode pendidikan kepramukaan. Pendidikan kepramukaan sesuai dengan gagasan penciptanya Lord Baden Powell yang mulai dituangkan dalam buku Scouting for Boys. Pada dasarnya ditujukan pada pembinaan anak – anak dan pemuda, jadi bukan pendidikan untuk orang dewasa. Namun untuk mennunjang keberhasilan pembinaan peserta didik itu, perlu adanya pendidikan untuk orang dewasa, yang akan bertindak sebagai pamong dengan sikap sesuai dengan sistem among. Membawa peserta didik ke tujuan Gerakan Pramuka. Dengan demikian fungsi pendidikan kepramukaan akan berbeda, yaitu untuk anak – anak dan pemuda berfungsi sebagai permainan atau kegiatan yang menarik, sedang bagi yang dewasa merupakan pengabdian dari para sukarelawan.

  1. Sistem pendidikan bagi peserta didik

Proses pendidikan bagi peserta didik ditujukan pada pencapaian tujuan gerakan pramuka. Proses pendidikan ini dilakukan dalam bentuk kegiatan yang dilaksanakan dari, oleh dan untuk peserta didik dalam lingkungan alam mereka sendiri, dipimpin oleh mereka sendiri tetapi di bawah bimbingan dan tanggungjawab orang dewasa sebagai pembinanya.

       Dengan berpedoman pada pola dasar pendidikan kepramukaan yang berisi sistem pendidikan menyeluruh dan terpadu, serta melalui proses penyampaian materi bagi peserta didik dengan menggunakan prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan, sistem among, dan saling asah, dan asuh, maka materi pendidikan yang disampaikan disesuaikan dengan tingkat serta jenjang berdasarkan usia peserta didik yang terbagi antara siaga, penggalang, penegak dan pandega.

Adapun penyampaian materi kegiatan kepramukaan menggunakan kurikulum pramuka yang diterjemahkan dalam sistem pembelajaran syarat – syarat kecakapan umum (SKU) dan syarat kecakapan khusus (SKK) disetiap tingkatan mulai dari tingkat siaga, penggalang, penegak, dan pandega. Sku dan SKK yang menjadi syarat untuk kenaikan tingkat dalam pendidikan kepramukaan dapat dilaksanakan atas dasar kesepakatan dengan para pembina damping pada masing – masing gugus depan. Jika peserta didik dianggap telah memenuhi syarat yang telah ditentukan, maka peserta didik berhak menyandang status keanggotaannya pada tingkatan yang ditentukan dan dituangkan dalam tanda – tanda kecakapan umum (TKU) serta tanda kecakapan khusus (TKK).

Proses prndidikan untuk peserta didik ini diatur melalui syarat kecakapan umum (SKU) dan syarat – syarat kecakapan khusus (SKU) serta pramuka garuda. SKU adalah syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pramuka, sedangkan SKK merupakan syarat pilihan yang dapat dipilih secara bebas oleh masing – masing Pramuka.

Dengan SKU dan SKK peserta didik secara tidak langsung dibawah bergerak, setingkat demi setingkat menuju tujuan Gerakan Pramuka.

Dalam proses pendidikan kepramukaan terdapat jenjang tingkatan sesuai dengan usia peserta didik, yakni :

  1. Untuk pramuka Siaga (usia 7 – 10 tahun) ada tingkat syarat kecakapan umum, yaitu :

1.      Siaga Mula

2.      Siaga Bantu

3.      Siaga Tata

Sejak tingkat siaga Bantu, seorang Pramuka Siaga dapat mencapai syarat kecakapan khusus sebanyak – banyaknya, sesuai dengan minat bobot dan pilihannya. SKK siaga hanya ada satu tingkat, terdiri atas bermacam – macam kecakapan.

Seorang siaga Tata yang memenuhi kecakapan dan persyaratan tertentu dapat mencapai Pramuka Siaga Garuda.

b.      Untuk Pramuka Penggalang (usia 11 – 15 tahun), ada tiga tingkatan Syarat Kecakapan Umum, yaitu :

1.      Penggalang Ramu

2.      Penggalang Rakit

3.      Penggalang Terap

Sejak tingkat penggalang rakit, seorang Pramuka Penggalang dapat mencapai Syarat Kecakapan Khusus sesuai dengan pilihannya.

Seorang penggalang Terap yang memenuhi kecakapan dan persyaratan tertentu, dapat mencapai Pramuka Penggalang Garuda.

c.       Untuk Pramuka Penegak (usia 16 – 20 tahun), ada dua tingkat Syarat Kecakapan Umum, yaitu :

1.      Penegak Bantara

2.      Penegak Laksana

Baik Penegak Bantara maupun Penegak Laksana, keduanya dapat mencapai Syarat Kecakapan Khusus sesuai dengan pilihannya. Seorang Penegak Laksana yang memenuhi syarat tertentu, dapat mencapai Pramuka Penegak Garuda.

d.      Untuk Pramuka Pandega (usia 21 – 25 tahun) hanya ada satu tingkatan Syarat Kecakapan Umum, yaitu Pandega. Sesudah dilantik Pandega ia dapat mencapai Syarat Kecakapan Khusus sesuai dengan pilihannya. Pramuka Pandega yang memenuhi syarat tertentu, dapat mencapai Pramuka Pandega Garuda.

2.      Sistem pendidikan bagi orang dewasa.

Pendidikan bagi orang dewasa dalam Gerakan Pramuka ditujukan kepada pemberian bekal kemampuan, agar orang itu dapat mengabdikan dirinya secara sukarela dan aktif menjalankan kewajibannya sebagai Pembantu Pembina Pramuka, Pembina Pramuka, Pelatih Pembina Pramuka, Pembantu Andalan, anggota Majelis Pembimbing dan Staf Kwartir.

Pendidikan formal bagi orang dewasa berbentuk kursus – kursus seperti :

a.       Kursus Orientasi Singkat, Sedang, dan Lengkap.

b.      Kursus Pembina Pramuka Mahir, yaitu : Kursus Pembina Pramuka Mahir tingkat Dasar selama 90 jam pelajaran, dan Kursus Pembina Pramuka Mahir tingkat Lanjutan selama 100 jam pelajaran.

c.       Kursus Pelatih Pembina Pramuka

Kursus ini diperuntukan bagi para Pembina Pramuka Mahir (lengkap) yang berbakat dan bersedia menjadi Pelatih Pembina Pramuka. Kursus Pelatih Pembina Pramuka dibagi menjadi dua tingkat, yaitu :

1.      Kursus Pelatih Dasar atau KPD (1 minggu)

2.      Kursus Pelatih Lanjutan atau KPL (1 minggu)

Dengan adanya penjenjangan tingkat pendidikan dalam Gerakan Pramuka tersebut, maka pendidikan kepramukaan selalu mengikuti tingkat perkembangan jiwa, mental, intelektual dan emosional peserta didik.

C.     Pengaruh Pendekatan Gerakan Pramuka Dalam Meningkatkan Sikap Nasionalisme Dan Patriotisme Peserta Didik

Anggota Gerakan Pramuka sebagai bagian generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan salah satu sumber insani bagi pembangunan nasional baik pembangunan kesejahteraan maupun pembangunan pertahanan keamanan. Oleh karena itu perlu ditingkatkan upaya pembinaan dan pengembangan pendidikan kepramukaan secara terus menerus dalam rangka sistem pendidikan nasional yang sekaligus mencakup Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Gerakan Pramuka merupakan suatu lembaga pendidikan luar sekolah menunjang pendidikan di lingkungan keluarga dan di lingkungan sekolah yang mempunyai tujuan sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.

Untuk mewujudkan generasi muda yang mandiri, berdaya saing, dan berakhlak mulia, gerakan Pramuka memiliki peran yang sangat penting dan menentukan. Gerakan Pramuka memberi ruang, wadah, dan media dalam membangun generasi muda yang memiliki karakter, kepribadian, dan watak yang kuat. Gerakan Pramuka memberi ruang untuk membangun generasi muda yang cerdas, tangguh, luhur budi pekertinya, serta rukun, dan bersatu. Gerakan pramuka juga menduduki peran yang makin penting di era global sekarang ini. Era globalisasi telah menghadirkan tumbuhnya gejala universalisme dan transnasionalisme yang kian menguat. Globalisasi juga berpotensi menumbukan gejala denasionalisme atau melemahnya rasa kebangsaan. Gerakan Pramuka dengan ragam kegiatan yang bernuansa cinta tanah air memegang peran penting untuk mempertebal semangat nasionalisme di tengah-tengah fenomena globalisasi itu (Presiden SBY dalam sambutan acara pembukaan perkemahan santri nusantara 2009 Jatinagor, Jawa Barat 17 Juni 2009)

 

Referensi :

Chotib, dkk. 2007. Kewarganegaraan 1 menuju masyarakat madani untuk kelas X, Jakarta : PT. Ghalia Indonesia.

Akbar, S, dkk. 2009. Prosedur Penyusunan Laporan dan Artikel, Malang : Cipta Media Aksara.

Yudhoyono, S.B. 2009, sambutan acara pembukaan perkemahan santri nusantara 2009 Jatinagor. (http://www.facebook.com/topic.php?uid=90023874156&topic=9991/diakses 22 Januari 2011)

Abbas, M. Amin, dkk, 1994. Pedoman Lengkap Gerakan Pramuka. Halim Jaya. Surabaya.

Tesis : Aman. Pengaruh Aktivitas Siswa dalam pendidikan kepramukaan dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar PKn siswa Kelas VIII SMP negeri 1 karanggeneng kabupaten lamongan tahun pelajaran 2007/2008

IDENTITAS PENGIRIM

clip_image002[5]Judul Artikel : Meningkatkan Sikap Nasionalisme Dan Patriotisme Kepada Peserta Didik Sd Melalui Pendekatan Gerakan Pramuka

Nama Pengarang : Nur Affandi, S.Pd

Nomor Identitas, NIP, NIY : 3514140908880001

Institusi Kerja : SD Negeri Kedungboto Beji Kabupaten Pasuruan

Email : nur_affandi@yahoo.co.id

Alamat Blog : msd100.blogspot.com

Facebook : nur affandi

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit