Tampilkan postingan dengan label kepala sekolah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kepala sekolah. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 Agustus 2014

Peran Kepala sekolah dalam Perencanaan dan Pelaksanaan (Actuating) Pembelajaran

Peran Kepala sekolah dalam Perencanaan Pembelajaran

Dalam perencanaan , kepala sekolah perlu melibatkan sejumlah orang. Bukan hanya orang-orang dalam sekolah yang dilibatkan, tetapi juga orang-orang di luar sekolah. Dengan melibatkan sejumlah orang dalam perencanaan, di samping cukup banyak yang ikut serta berpikir, juga semua aspirasi dan kebutuhan sekolah dan masyarakat akan tertampung

image

Peran Kepala Sekolah dalam Pelaksanaan (Actuating) Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran merupakan dimana seorang guru diharapkan dapat memotivasi, mendorong dan memberi semangat/inspirasi kepada siswa, sehingga siswa dapat mencapai tujuannya. Kegiatan pelaksanaan pembelajaran di sekolah terutama ditujukan kepada guru sebab merekalah yang terlibat lagi dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Kepala sekolah dalam hal ini menekankan kegiatannya pada usaha mempengaruhi guru-guru dalam melaksanakan tugas mengajar

Pelaksanaan adalah kegiatan memimpin bawahan dengan jalan memberi perintah, memberi petunjuk, mendorong semangat kerja, menegakkan disiplin, memberikan berbagai usaha lainnya hingga mereka dalam melaksanakan tugas mengikuti arah yang telah ditetapkan dalam petunjuk, peraturan atau pedoman yang telah ditetapkan .

BACA SELENGKAPNYA »

Jumat, 22 Agustus 2014

Peran Kepala sekolah dalam pemimpin pembelajaran

Peran Kepala sekolah dalam pemimpin pembelajaran, Kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekolah untuk itu sebagai seorang pemimpin kepala sekolah diharapkan mampu untuk berusaha membina, mengelola dan mengembangkan sumber daya-sumber daya yang ada di sekolah. image

Kepala Sekolah mempunyai tugas pokok mengelola penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Secara lebih operasional tugas pokok kepala sekolah mencakup kegiatan menggali dan mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah secara terpadu dalam kerangka pencapaian tujuan sekolah secara efektif dan efisien.

Diantara tugas tugad pokok kepala sekolah Ada yang berkaitan dengan kepemimpinan pembelajaran yaitu

1) Pendidik (Educator)

Sebagai pendidik, kepala sekolah melaksanakan kegiatan perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi pembelajaran. Kegiatan perencanaan menuntut kapabilitas dalam menyusun perangkat-perangkat pembelajaran; kegiatan pengelolaan mengharuskan kemampuan memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang efektif dan efisien; dan kegiatan mengevaluasi mencerminkan kapabilitas dalam memilih metode evaluasi yang tepat dan dalam memberikan tindak lanjut yang diperlukan terutama bagi perbaikan pembelajaran . Sebagai pendidik, kepala sekolah juga berfungsi membimbing siswa, guru dan tenaga kependidikan lainnya.

2.) Pemimpin (leader)

Sebagai pemimpin, kepala sekolah berfungsi menggerakkan semua potensi sekolah, khususnya tenaga guru dan tenaga kependidikan bagi pencapaian

tujuan sekolah. Dalam upaya menggerakkan potensi tersebut, kepala sekolah dituntut menerapkan prinsip-prinsip dan metode-metode kepemimpinan yang sesuai dengan mengedepankan keteladanan, pemotivasian, dan pemberdayaan staf.

3) Pengelola (manajer).

Sebagai pengelola, kepala sekolah secara operasional melaksanakan

pengelolaan kurikulum, peserta didik, ketenagaan, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah-masyarakat, dan ketatausahaan sekolah. Semua kegiatan-kegiatan operasional tersebut dilakukan melalui oleh seperangkat prosedur kerja berikut: perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Berdasarkan tantangan yang dihadapi sekolah, maka sebagai pemimpin, kepala sekolah melaksanakan pendekatan-pendekatan baru dalam rangka meningkatkan kapasitas sekolah.

4) Administrator.

Dalam pengertian yang luas, kepala sekolah merupakan pengambil kebijakan tertinggi di sekolahnya. Sebagai pengambil kebijakan, kepala sekolah melakukan analisis lingkungan (politik, ekonomi, dan sosial-budaya) secara cermat dan menyusun strategi dalam melakukan perubahan dan perbaikan sekolahnya. Dalam pengertian yang sempit, kepala sekolah merupakan penanggung-jawab kegiatan administrasi ketatausahaan sekolah dalam mendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

4) Penyelia (Supervisor).

Berkaitan dengan fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran kepala sekolah berfungsi melakukan pembinaan professional kepada guru dan tenaga kependidikan. Untuk itu kepala sekolah melakukan kegiatan-kegiatan pemantauan atau observasi kelas, melakukan pertemuan-pertemuan guna memberikan pengarahan teknis kepada guru dan staf memberikan solusi bagi permasalahan pembelajaran yang dialami guru.

Kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan program-program pendidikan dan kepemimpinan pendidikan merupakan kegiatan yang memfasilitasi pencapaian tujuan pendidikan. Kepemimpinan disini merujuk kepada kepala sekolah dimana seorang kepala sekolah diharapkan mampu berperan dan memfasilitasi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah Kepala sekolah diharapkan dapat memotivasi guru yaitu dengan memberi dorongan kepada guru-guru agar aktif bekerja menurut prosedur dan metode tertentu sehingga pekerjaan itu berjalan dengan lancar mencapai sasaran. Sebagai pemimpin pembelajaran kepala sekolah diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. Kepemimpinan oleh kepala sekolah ditandai oleh perhatian yang seksama terhadap kualitas pengajaran. Penekanannya adalah bagaimana kepala sekolah melakukan kegiatannya agar para guru bisa melaksanakan pengajarannya dengan kualitas yang tinggi.

Kepala sekolah berperan aktif sebagai pemimpin pembelajaran yang berupaya meningkatkan pembelajaran secara efektif, dan meningkatkan prestasi akademik siswanya menjadi tinggi. Dengan otonomi yang lebih besar, maka kepala sekolah memiliki wewenang yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya. Secara khusus, keputusan-keputusan didesentralisasi adalah yang secara langsung berpengaruh pada siswa dan kepala sekolah mempunyai tanggung jawab terhadap pengetahuan (knowledge), desentralisasi keputusan berkaitan dengan kurikulum, termasuk keputusan mengenai tujuan dan sasaran pembelajaran; teknologi (technology), desentralisasi keputusan mengenai sarana belajar mengajar; kekuasaan (power), desentraliasi kewenangan dalam membuat keputusan; material (material), desentralisasi keputusan mengenai penggunaan fasilitas, pengadaan dan peralatan alat-alat sekolah; manusia (people), desentralisasi keputusan mengenai sumber daya manusia, termasuk pengembangan profesionalisme dalam hal-hal berkaitan dengan proses belajar mengajar, serta dukungan terhadap proses belajar mengajar; waktu (time), desentralisasi keputusan mengenai lokasi waktu; keuangan (finance). Pasal 12 ayat 1 PP 28 Tahun 2009 bahwa kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana.

Tujuan utama kepemimpinan pembelajaran adalah memberikan layanan prima kepada semua siswa agar mereka mampu mengembangkan potensi, bakat, minat dan kebutuhannya.

Kepemimpinan pembelajaran ditujukan juga untuk memfasilitasi pembelajaran agar siswa meningkat: prestasi belajar meningkat, kepuasan belajar semakin tinggi, motivasi belajar semakin tinggi, keingintahuan terwujudkan, kreativitas terpenuhi,inovasi terealisir, jiwa kewirausahaan terbentuk, dan kesadaran untuk belajar sepanjang hayat karena ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni berkembang dengan pesat tumbuh dengan baik. Kepemimpinan pembelajaran jika diterapkan di sekolah akan mampu membangun komunitas belajar warganya dan bahkan mampu menjadikan sekolahnya sebagai sekolah belajar (learning school). Sekolah belajar memiliki perilaku-perilaku sebagai berikut: memberdayakan warga sekolah seoptimal mungkin, memfasilitasi warga sekolah untuk belajar terus dan belajar ulang, mendorong kemandirian setiap warga sekolahnya, memberi kewenangan dan tanggungjawab kepada warga sekolahnya, mendorong warga sekolah untuk mempertanggungjawabkan proses dan hasil kerjanya, mendorong teamwork yang kompak, cerdas, dinamis, harmonis, dan lincah/cepat tanggap terhadap pelanggan utama yaitu siswa, mengajak warga sekolahnya untuk menjadikan sekolahnya berfokus pada layanan prima kepada siswa, mengajak warga sekolahnya untuk siap dan akrab menghadapi perubahan, mengajak warga sekolahnya untuk berpikir sistem, mengajak warga sekolahnya untuk komit terhadap keunggulan mutu, dan mengajak warga sekolahnya untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 01 Oktober 2013

TUGAS DAN PERANAN KEPALA SEKOLAH

Sekolah dasar merupakan salah satu organisasi pendidikan yang utama dalam jenjang pendidikan dasar. Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 1990 telah disebutkan bahwa pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.

Berdasarkan rumusan tersebut, dapat digarisbawahi bahwa sekolah dasar sebagai lembaga pendidikan dasar diharapkan bisa berfungsi sebagai: (1) peletak dasar perkembangan pribadi anak untuk menjadi warga negara yang baik, (2) peletak dasar kemampuan dasar anak, dan (3) penyelenggara pendidikan awal untuk persiapan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu pendidikan menengah. Kemampuan dasar utama yang diberikan kepada anak sekolah dasar adalah kemampuan dasar yang membuat bisa berpikir kritis dan imajinatif yang tercermin dalam modus kemampuan menulis, berhitung dan membaca. Ketiga aspek kemampuan dasar tersebut merupakan kemampuan utama yang dibutuhkan dalam abad informasi. image

Ditinjau dari komponennya, ada beberapa unsur atau elemen utama dalam organisasi sekolah dasar. Unsur-unsur tersebut meliputi: (1) sumber daya manusia, yang mencakup kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, dan siswa, (2) sumber daya material, yang mencakup peralatan, bahan, dana, dan sarana prasarana lainnya, (3) atribut organisasi, yang mencakup tujuan, ukuran, struktur tugas, jenjang jabatan, formalisasi, dan peraturan organisasi, (4) iklim internal organisasi, yakni situasi organisasi yang dirasakan personel dalam proses interaksi, dan (5) lingkungan organisasi sekolah.

Ditinjau dari karakteristiknya, sekolah dasar merupakan suatu sistem organisasi. Sebagai suatu sistem organisasi, sekolah dasar bisa ditinjau dari dua sisi, yaitu sisi struktur organisasi dan perilaku organisasi. Struktur organisasi mengacu pada framework organisasi, yaitu tata pembagian tugas dan hubungan baik secara vertikal, horizontal dan diagonal. Hal ini bisa mencakup spesifikasi jabatan, pembagian tugas, garis perintah, peraturan organisasi, serta hierarki kewenangan dan tanggung jawab. Perilaku organisasi mengacu pada aspek-aspek tingkah laku manusia dalam organisasi. Organisasi sekolah dipandang sebagai suatu sistem sosial, yang di dalamnya terjadi interaksi antar individu untuk mencapai tujuan organisasi. Salah satu atribut yang banyak berkaitan dengan interaksi perilaku individu dalam organisasi adalah budaya organisasi.

Budaya organisasi adalah ikatan sosial yang mengikat anggota suatu organisasi secara bersama dalam memberikan nilai-nilai, alat simbolis dan ide-ide sosial. Budaya organisasi sebagai suatu kerangka kognitif yang berisi sikap, nilai, norma, perilaku, dan harapan yang dimiliki anggota organisasi. Dengan menggunakan pendekatan sosiologis dan psikologis, Getzel dan Guba mengemukakan bahwa perilaku individu dalam organisasi dipengaruhi oleh dua dimensi, yaitu dimensi institusi yang dikenal dengan istilah nomothetic dimension, dan dimensi individu yang dikenal dengan istilah idiographic dimension. Ditinjau dari sisi institusi, setiap anggota dituntut untuk bertindak sesuai dengan peranan dan harapan untuk mencapai tujuan organisasi. Ditinjau dari sudut individu, setiap anggota dituntut untuk bertindak sesuai dengan pribadi dan kebutuhannya, maupun norma-norma institusi.
Bila diterapkan dalam organisasi sekolah dasar, ada tiga komponen yang berkaitan dengan budaya organisasi sekolah dasar, yaitu: (1) institusi atau lembaga yang perannya dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi sekolah, (2) guru-guru sekolah dasar sebagai individu yang memiliki kepribadian dan kebutuhan, baik kebutuhan profesional maupun kebutuhan sosial, dan (3) interaksi dari kedua komponen tersebut. Untuk itu, kepala sekolah harus mampu mengintegrasikan kedua komponen tersebut, yakni peranan, tuntutan dan harapan lembaga, dengan kepribadian, dan kebutuhan guru, agar bisa mencapai tujuan organisasi secara optimal.

Keberhasilan organisasi sekolah banyak ditentukan keberhasilan kepala sekolah dalam menjalankan peranan dan tugasnya. Peranan adalah seperangkat sikap dan perilaku yang harus dilakukan sesuai dengan posisinya dalam organisasi. Peranan tidak hanya menunjukkan tugas dan hak, tapi juga mencerminkan tanggung jawab dan wewenang dalam organisasi.
Ada banyak pandangan yang mengkaji tentang peranan kepala sekolah dasar. Tiga klasifikasi peranan kepala sekolah dasar, yaitu: (1) peranan yang berkaitan dengan hubungan personal, mencakup kepala sekolah sebagai figurehead atau simbol organisasi, leader atau pemimpin, dan liaison atau penghubung, (2) peranan yang berkaitan dengan informasi, mencakup kepala sekolah sebagai pemonitor, disseminator, dan spokesman yang menyebarkan informasi ke semua lingkungan organisasi, dan (3) peranan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, yang mencakup kepala sekolah sebagai entrepreneur, disturbance handler, penyedia segala sumber, dan negosiator.

Berikut adalah empat belas peranan kepala sekolah dasar, yaitu: (1) kepala sekolah sebagai business manager, (2) kepala sekolah sebagai pengelola kantor, (3) kepala sekolah sebagai administrator, (4) kepala sekolah sebagai pemimpin profesional, (5) kepala sekolah sebagai organisator, (6) kepala sekolah sebagai motivator atau penggerak staf, (7) kepala sekolah sebagai supervisor, (8) kepala sekolah sebagai konsultan kurikulum, (9) kepala sekolah sebagai pendidik, (10) kepala sekolah sebagai psikolog, (11) kepala sekolah sebagai penguasa sekolah, (12) kepala sekolah sebagai eksekutif yang baik, (13) kepala sekolah sebagai petugas hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (14) kepala sekolah sebagai pemimpin masyarakat.

Dari keempat belas peranan tersebut, dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu kepala sekolah sebagai administrator pendidikan dan sebagai supervisor pendidikan. Business manager, pengelola kantor, penguasa sekolah, organisator, pemimpin profesional, eksekutif yang baik, penggerak staf, petugas hubungan sekolah masyarakat, dan pemimpin masyarakat termasuk tugas kepala sekolah sebagai administrator sekolah. Konsultan kurikulum, pendidik, psikolog dan supervisor merupakan tugas kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan di sekolah.

Tugas kepala sekolah menjadi dua, yaitu tugas dari sisi administrative process atau proses administrasi, dan tugas dari sisi task areas bidang garapan pendidikan. Tugas merencanakan, mengorganisir, meng-koordinir, melakukan komunikasi, mempengaruhi, dan mengadakan evaluasi merupakan komponen-komponen tugas proses. Program sekolah, siswa, personel, dana, fasilitas fisik, dan hubungan dengan masyarakat merupakan komponen bidang garapan kepala sekolah dasar.
Di sisi lain, sesuai dengan konsep dasar pengelolaan sekolah, enam bidang tugas kepala sekolah dasar, yaitu mengelola pengajaran dan kurikulum, mengelola siswa, mengelola personalia, mengelola fasilitas dan lingkungan sekolah, mengelola hubungan sekolah dan masyarakat, serta organisasi dan struktur sekolah.
Berdasarkan landasan teori tersebut, dapat digarisbawahi bahwa tugas-tugas kepala sekolah dasar dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu tugas-tugas di bidang administrasi dan tugas-tugas di bidang supervisi.

Tugas di bidang administrasi adalah tugas-tugas kepala sekolah yang berkaitan dengan pengelolaan bidang garapan pendidikan di sekolah, yang meliputi pengelolaan pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan, sarana-prasarana, dan hubungan sekolah masyarakat. Dari keenam bidang tersebut, bisa diklasifikasi menjadi dua, yaitu mengelola komponen organisasi sekolah yang berupa manusia, dan komponen organisasi sekolah yang berupa benda.

Tugas di bidang supervisi adalah tugas-tugas kepala sekolah yang berkaitan dengan pembinaan guru untuk perbaikan pengajaran. Supervisi merupakan suatu usaha memberikan bantuan kepada guru untuk memperbaiki atau meningkatkan proses dan situasi belajar mengajar. Sasaran akhir dari kegiatan supervisi adalah meningkatkan hasil belajar siswa.
Keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Kepemimpinan merupakan faktor yang paling penting dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi sekolah. Keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola kantor, mengelola sarana prasarana sekolah, membina guru, atau mengelola kegiatan sekolah lainnya banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Apabila kepala sekolah mampu menggerakkan, membimbing, dan mengarahkan anggota secara tepat, segala kegiatan yang ada dalam organisasi sekolah akan bisa terlaksana secara efektif. Sebaliknya, bila tidak bisa menggerakkan anggota secara efektif, tidak akan bisa mencapai tujuan secara optimal. Untuk memperoleh gambaran yang jelas, bagaimana peranan kepemimpinan dalam pengelolaan sekolah, maka perlu diuraikan tentang konsep dasar kepemimpinan kepala sekolah dasar.

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 24 September 2013

Kepala Sekolah Pemimpin Pendidikan

Dalam upaya menggerakkan dan memotivasi orang lain agar melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan, seorang pemimpin melakukan dalam beberapa cara. Cara yang ia lakuakn merupakan pencerminan sikap serta gambaran tentang tipe (bentuk) kepemimpinan yang dijalankannya. Adapun gaya atau tipe kepemimpinan yang pokok atau juga disebut ekstrem ada tiga tipe atau bentuk kepemimpinan yaitu:

a.       Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan otoriter adalah kepemimpinan yang bertindak sebagai diktor terhadap anggota-anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Apa yang diperintahnya harus dilaksanakan secara utuh, ia bertindak sebagai penguasa dan tidak dapat dibantah sehingga orang lain harus tunduk kepada kekuasaanya. Ia menggunakan ancaman dan hukuman untuk menegakkan kepemimpinannya. Kepemimpian otoriter hanya akan menyebabkan ketidakpuasan dikalangan guru.

b.      Kepemimpinan Laissez Faire

Bentuk kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari kepemimpinan otoriter. Yang mana kepemimpinan laissez faire menitik beratkan kepada kebebasan bawahan untuk melakukan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Pemimpin lasses faire banyak memberikan kebebasan kepada personil untuk menentukan sendiri kebijaksanaan dalam melaksanakan tugas, tidak ada pengawasan dan sedikit sekali memberikan pengarahan kepada personilnya.

Kepemimpinan Laissez Faire tidak dapat diterapkan secara resmi di lembaga pendidikan, kepemimpinan laissez faire dapat mengakibatkan kegiatan yang dilakuakn tidak terarah, perwujudan kerja simpang siur, wewenang dan tanggungjawab tidak jelas, yang akhirnya apa yang menjadi tujuan pendidikan tidak tercapai.

c.       Kepemimpinan Demokratis

Bentuk kepemimpinan demokratis menempatkan manusia atau personilnya sebagai factor utama dan terpenting. Hubungan antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpin atau bawahannya diwujudkan dalam bentuk human relationship atas dasar prinsip saling harga-menghargai dan hormat-menghormati.
Dalam melaksanakan tugasnya, pemimpin demokratis mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran-saran dari bawahannya, juga kritik-kritik yang membangun dari anggota diterimanya sebagai umpan balik atau dijadikan bahan pertimbangan kesanggupan dan kemampuan kelompoknya. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, terarah yang berusaha memanfaatkan setiap personil untuk kemajuan dan perkembangan organisasi pendidikan.

d.      Fungsi Kepemimpinan Pendidikan

Kependidikan adalah proses menggerakkan, mempengaruhi, memberikan motivasi dan mengarahkan orang-orang dilembaga pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Untuk mewujudkan tugas tersebut seorang pemimpin harus mampu bekerjasama dengan orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin harus tahu fungsi dan peranannya sebagai pemimpin. Adapun fungsi kepemimpinan  adalah pada dasarnya dapat dibagai menjadi dua yaitu:

a)    Fungsi yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai

·      Pemimpin berfungsi memikirkan dan merumuskan dengan teliti tujuan kelompok serta menjelaskan supaya anggota dapat berkerjasama mencapai tujuan itu.

·      Pemimpin berfungsi memberi dorongan kepada anggota-anggota kelompok untuk menganalisis situasi supaya dapat dirumuskan rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat memberi harapan baik.

·      Pemimpin berfungsi membantu anggota kelompok dalam memberikan keterangan yang perlu supaya dapat mengadakan pertimbangan yang sehat.

·      Pemimpin berfungsi menggunakan kesempatan dan minat khusus anggota kelompok.

b)   Fungsi yang bertalian dengan suasana pekerjaan yang sehat dan menyenangkan

·      Pemimpin berfungsi memupuk dan memelihara kebersamaan di dalam kelompok.

·      Pemimpin berfungsi mengusahakan suatu tempat bekerja yang menyenangkan, sehingga dapat dipupuk kegembiraan dan semangat bekerja dalam pelaksanaan tugas.

·      Pemimpin dapat menanamkan dan memupuk perasaan para anggota bahwa mereka termasuk dalam kelompok dan merupakan bagian dari kelompok.image

Syarat-Syarat Kepemimpinan Pendidikan Mengenai syarat-syarat kepemimpinan,  syarat kepemimpinan pendidikan adalah:

a.       Memiliki kesehatan jasmaniah dan rohaniah yang baik.

b.      Berpegang teguh pada tujuan yang hendak dicapai.

c.       Bersemangat

d.      Jujur

e.       Cakap dalam memberi bimbingan

f.       Cepat serta bijaksana dalam mengambil keputusan

g.      Cerdas

h.      Cakap dalam hal mengajar dan menaruh kepercayaan kepada yang baik dan berusaha mencapainya

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 17 September 2013

Kepala Sekolah Sebagai pemimpin

Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan, di lihat dari status dan cara pengangkatan tergolong pemimpin resmi, formal leader, atau status leader. Status leader bisa meningkat menjadi functional leader. Tergantung dari prestasi dan kemampuan didalam memainkan peranannya sebagai pemimpin pendidikan sebagai sekolah yang telah diserahkan pertanggungjawaban kepadanya.

Istilah kepemimpinan pendidikan mengandung dua pengertian dimana kata “pendidikan” menerangkan dalam lapangan apa dan dimana kepemimpinan itu berlangsung, dan sekaligus menjadi sifat dan ciri-ciri bagaimana yang harus dimilki pemimpin itu. Menurut Hadari Nawawi: kepemimpinan adalah kemampuan menggerakkan, memberikan motivasi dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan. image


Kepala sekolah sebagai orang yang terpandang dilingkunag masyarakat sekolah. Ia sebagi pusat teladan bagi warga sekolah dan warga masyarakat di sekitar sekolah, karena itu ia kepala sekolah wajib melaksanakan petunjuk tentang usaha peningkatan ketahanan sekolah. Pada umumnya kepala sekolah memiliki tanggungjawab sebagi pemimpin dibidang pengajaran dan pengembangan kurikulum, administrasi personalia, administrasi personalia staf, hubungan masyarakat, “school Plant” dan perlengkapan organisasi di sekolah Kepala sekolah dapat menerima tanggungjawab tersebut namun ia belum tentu mengerti dengan jelas bagaimana ia dapat menyumbang kearah perbaikan program pengajaran.

BACA SELENGKAPNYA »

Kualitas Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepemimpinan kepala sekolah, Sekolah sebagai pendidikan formal bertujuan membentuk manusia yang berkepribadian, dalam mengembangkan intelektual peserta didik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan perannya sangat penting untuk membantu guru dan muridnya. Didalam kepemimpinnya kepala harus dapat memahami, mengatasi dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi di lingkunagn sekolah.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan seorang kepala sekolah harus mampu meningkatkan kinerja para guru atau bawahannya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja sesorang, sebagai pemimpin sekolah harus mampu memberikan pengaruh-pengaruh yang dapat menyebabkan guru tergerak untuk melaksanakan tugasnya secara efektif sehingga kinerja mereka akan lebih baik.
Sebagai pemimipin yang mempunyai pengaruh, ia berusaha agar nasehat, saran dan jika perlu perintahnya di ikuti oleh guru-guru. Dengan demikian ia dapat mengadakan perubahan-perubahan dalam cara berfikir, sikap, tingkah laku yang dipimpinnya. Dengan kelebihan yang dimilikinya yaitu kelebihan pengetahuan dan pengalaman, ia membantu guru-guru berkembang menjadi guru yang profesional. image

Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinannya kepala sekolah ahrus melakaukan pengelolaan dan pembinaan sekolah melalui kegiatan administrasi, manajemen dan kepemimpinan yang sangat tergantung pada kemampuannya. Sehubungan dengan itu, kepala sekolah sebagai supervisor berfungsi untuk mengawasi, membangun, mengkoreksi dan mencari inisiatif terhadap jalannya seluruh kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan sekolah. Disamping itu kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan berfungsi mewujudkan hubungan manusiawi (human relationship) yang harmonis dalam rangka membina dan mengembangkan kerjasama antar personal, agar secara serempak bergerak kearah pencapaian tujuan melalui kesediaan melaksanakan tugas masing-masing secara efisien dan efektif.

Oleh karena itu, segala penyelenggaraan pendidikan akan mengarah kepada usaha meningkatkan mutu pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh guru dalam melaksanakan tugasnya secara operasional. Untuk itu kepala sekolah harus melakukan supervisi sekolah yang memungkinkan kegiatan operasional itu berlangsung dengan baik.

Melihat pentingnya fungsi kepemimpinan kepala sekolah sebagai supervisor dalam pengawasan kinerja guru Pendidikan Agama Islam, maka usaha untuk meningkatkan kinerja yang lebih tinggi bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah bagi kepala sekolah. Karena kegiatan berlangsung sebagai proses yang tidak muncul dengan sendirinya. Pada kenyataannya banyak kepala sekolah yang sudah berupaya secara maksimal untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu caranya memotivasi para guru-guru akan memilki kinerja lebih baik tapi hasilnya masih lebih jauh dari harapan. kepemimpinan kepala sekolah.

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 10 September 2013

KEPALA SEKOLAH PROFESIONAL

Kelemahan terbesar dari lembaga pendidikan di Indonesia adalah karena tidak mempunyai basis pengembangan budaya yang jelas. Lembaga pendidikan kita hanya dikembangkan berdasarkan model ekonomi untuk menghasilkan sumber daya manusia pekerja ( abdi dalam ) yang sudah dirancang menurut tata nilai ekonomi yang berlaku ( kapitalistik ) ( Mubiato, 2002 : 98 ).

Dengan demikian tidak mengherankan bila keluaran pendidikan hanya ingin menjadi manusia pencari kerja dan tidak berdaya, bukan manusia kreatif pencipta keterkaitan kesejahteraan dalam siklus rangkai manfaat yang beraneka ragam. Untuk mendorong terjadinya upaya pembudayaan di lembaga pendidikan ini adalah meletakkan basis budayana yang mengakar pada sumber nilai setempat yang utuh mencakup semua aspek kemanusiaan, sehingga membuka peluang pengembangannya sesuai dengan kreatifitas dan inisiatif yang dikelola dalam lembaga pendidikan itu. image

Menjadi Kepala Sekolah Profesional idealnya harus memahami secara komprehensif bagaimana kinerja dan kemampuan manajerialnya dalam memimpin sebuah sekolah sehingga sekolah itu bernuansa sekolah yang berbudaya. Dengan demikian diharapkan alumni sekolah itu memilikibudaya yang jelas sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dengan demikian, Made Pidarta ( 1994 : 145 ), mengatakan bahwa di lembaga pendidikan itu siswa harus (1) memahami sosiologi dan pendidikan, (2) Kebudayaan dan pendidikan, (3) Masyarakat dan sekolah , (4) Masyarakat Indonesia dan pendidikan, dan (5) Dampak konsep pendidikan.

Kualitas SDM sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Dengan demikian bidang pendidikan adalah bidang yang menjadi tulang punggung pelaksanaan pembangunan nasional. Tujuan pendidikan, khususnya di Indonesia adalah membentuk manusia seutuhnya yang Pancasilais ( UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 ), dimotori oleh pengembangan afeksi. Tujuan khusus ini hanya bias ditangani dengan ilmu pendidikan bercorak Indonesia sesuai dengan kondisi Indonesia dan dengan penyelenggaraan pendidikan yang memakai konsep sistem.

Oleh karena itu Kepala sekolah harus : (a) memiliki wawasan jauh kedepan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh (strategi); (b) memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan sekolah (yang umumnya tak terbatas); (c) memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil (cepat, tepat, cekat, dan akurat); (d) memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan dan yang mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya; (e) memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan tidak mencari orang-orang yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan nilai-nilai; (f) memiliki kemampuan memerangi musuh-musuh kepala sekolah, yaitu ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat keputusan, mediokrasi, imitasi, arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan bertindak.

Sumberdaya meliputi sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya. Sumberdaya manusia terdiri dari sumberdaya manusia jenis manajer/pimpinan dan sumberdaya manusia jenis pelaksana. Sedang sumberdaya selebihnya meliputi uang, peralatan, perlengkapan, bahan, bangunan, dsb. Yang perlu digarisbawahi, agar sekolah berjalan dengan baik, diperlukan kesiapan sumberdaya, terlebih-lebih sumberdaya manusia. Kesiapan sumberdaya manusia = kesiapan kemampuan + kesiapan kesanggupan. Kesiapan kemampuan menyangkut kualifikasi, sedang kesiapan kesanggupan menyangkut pemenuhan kepentingan sumberdaya manusia. Jika pemimpin, anak buah, staf, kepala, ketua, bawahan, pembantu pimpinan dan apapun peran dan jabatan yang disandang seseorang, mampu melaksankan tugas, peran serta fungsinya sesuai dengan tanggungjawabnya. Diyakini kasus-kasus yang berhubungan dengan lemahnya manajemen organisasi/kelembagaan akan dapat direduksi.

Seseorang akan dihargai profesionalitasnya, kepribadiannya dan bahkan kinerjanya apabila ia mampu mengahsilkan produktifitas kerja yang senantiasa berada dalam track record yang baik, mampu melaksanakan kewajibannya secara ajeg sesuai dengan track yang harus ia lewati.

Bukankah apabila kita ingin ketahuan siapa diri kita sesungguhnya maka kita harus berbuat sebanyak-banyaknya berbuat .

Ada beberapa kiat untuk menata sisrtem manajemen kelembagaan yang efektif :

1. Bangunlah manajemen kelembagaan berdasarkan komunikasi yang baik. Komunikasi yang interaktif, dialogis, tidak underpressure, tapi komunikasi yang dibangun atas dasar komitmen dan pengertian yang bisa diterima oleh semua pihak. Komunikasi jenis ini bisa dijalin melalui pengembangan sistem budaya kerja yang tidak mengutamakan kekuasaan tapi cenderung lebih mengutamakan kekeluargaan, silaturahmi dan rasa memiliki yang tinggi dari semua pihak terkait ( Stake holders dan share holders )

2. Membangun kondisi organisasi yang bisa menciptakan kepuasan (Satisfaction) dari semua pihak. Jadilah pemimpin yang bijak, berlaku adil, familiar, terbuka, mau dikritik, jujur, demokrasi dan bertanggung jawab, sebaliknya jadilah bawahan yang sebaik-baiknya bawahan.

3. Memulai perubahan dari diri kita masingmasing.

Jangan mengharapkan orang lain mangubah sesuat yang telah ada.

Inisiatif harus dari diri kita.

Bukankah jika inginmengubah dunia maka harus dimulai dari mengubah diri sendiri, dan yang terpenting ubahlah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.

4. Banyak berkarya dan berbuat.

Produktifitas dan kinerja kita akan diukur dari kuantitas dan kualitas dari apa yang telah kita lakukan.

5. Belajar dan belajar terus memahami dan mengerti orang lain.

Jangan egois, jangann menganggap bahwa diri kita penting dimata orang lain, belum tentu orang lain butuh kita.

6. Menjaga hati dan mulut kita.

Menjaga hati dari fikiran-fikiran negatif terhadap orang lain, dan menjaga mulut agar senantiasa mencerminkan beapa bersihnya diri kita. Jagalah mulutmu, karena mulutmu adalah pedangmu dan bahkan harimaumu.

7. Memahami diri sendiri.

Memahami dan mengerti siapa diri kita seindiri melulaui analisiss diri, analisis posisi, bukankan musuh yang paling bersar di dunia ini adalah diri kita sendiri.

8. Mau dikrtik oleh orang lain.

Demi kemajuan kita harus senantiasa mau dikritik oleh orang lain, terbuka terhadap saran dan pendapat orang lain dan bahkan mampu memenej kritik itu menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masa depan kita.

Defenisi Konseptual Menjadi Kepala Sekolah Profesional

Berdasarkan semantiknya, Anton Muliono ( 1989 : 702 ), mengemukakan bahwa Profesi, adalah bidang pekerjaan yang dilandasai pendidikan keahlian ( ketrampilan, kejuruan ) tertentu, Profesional, adalah memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, Profesionalisme, adalah sifat professional, dan profesionalisasi adalah proses membuat suatu badan menjadi professional. Sedangkan, proteksi, adalah perlindungan hukum secara juridis formal. Selanjutnya, A.S Hornby ( 1952 : 989 ), said that professionalism is The mark or qualities of a profession. Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme mencakup, antara lain ; budaya profesi, kualifikasi, kompetensi, ketrampilan, komitmen, konsitensi, etos kerja, kode etik dan dedikasi.

Profesi guru, adalah karya profesi. Engkoswara ( 2004 : 29 ) mengatakan bahwa karya profesi memerlukan kemampuan dasar, yakni ; membaca dan belajar sepanjang hayat, etos dan etika kerja, dan ketrampilan nalar dan ketrampilan tangan. Guru sebagai tenaga kependidikan wajib dan mutlak memiliki karya profesi tersebut, sehingga dengan memiliki ketrampilan dasar itu, maka seorang guru akan menjadi professional. Seorang guru akan professional , jika memiliki sifat pribadi manusia Indonesia. Lebih lanjut, Engkoswara ( 2004 : 31 ), mengatakan bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu memiliki, yakni ; (1) Budaya Utama ( sehat, baik dan jujur ), (2) Budaya Profesi ( cerdas, terampil, dan ahli, (3) Budaya Penyerta ( indah ), sedangkan sifat manusia Indonesia, adalah, (1) sifat utama ( sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur, patriorisme, tangguh dan penuh disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif, dan professional ), dan (3) sifat penyerta ( kreatif ).

Profesional dapat berkembang menjadi jabatan professional, sejalan dengan itu Komarudin ( 2000 : 205 ), mengatakan bahwa professional berasal dari bahasa Latin, yaitu “ Profesia “ yang berarti ; pekerjaan, keahlian, jabatan, jabatan guru besar. Demikian halnya kepala sekolah, adalah merupakan jabatan fungsional yang diberi sebagai tugas tambahan sebagai kepala sekolah. Dengan demikian muncullah terminology bagaimana menjadi kepala sekolah professional.

Terminologi professional melahirkan teriminologi baru, yakni profesionalisme. Freidson ( 2970 : 28 ), mengemukakan bahwa profesionalisme adalah sebagai komitmen untuk ide-ide professional dan karier. Secara operatif, Syaiful ( 2002 : 199 ) menegaskan bahwa profesionalisme memiliki aturan dan komitmen jabatan keilmuan teknik dan jabatan yang akan diberikan kepada pelayan masyarakat agar secara khusus pandangan-pandangan jabatan dikoreksi secara keilmuan dan etika sebagai pengukuhan terhadap profesionalisme. Profesionalisme tidak dapat dilakukan atas dasar perasaan, kemauan, pendapat atau semacamnya, tetapi benar-benar dilandasi oleh pengetahuan secara akademik.

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat dirumuskan bahwa yang disebut Kepala Sekolah professional harus dapat membedakan mana ilmu yang esensial berkaitan dengan disiplin ilmunya dan tidak esensial sesuai dengan tuntutan professional. Sehubungan dengan terminology itu, Paure ( 1972 : 25 ), menegaskan bahwa professional harus mereduksi lama pendidikan untuk memberikan kualifikasi bagus tanpa mengurangi standar dan metodologi pengajaran yang tepat, percepatan proses belajar, menyeleksi ilmu yang diberikan.

Korelasi Profesional Dengan Sosial Budaya

Sekolah harus memperhatikan pengembangan nilai-nilai pada diri peserta didik di sekolah. Karena salah satu fungsi sekolah adalah untuk memperbaiki mental anak-anak, seperti harapan yang disampaikan oleh Coleman. Sekolah berfungsi sebagai alat

kontrol social dan perubahan social.

Menjadi kepala sekolah professional harus memperhatikan banyak hal dalam diri siwa selama dalam lingkungan sekolah. Made ( 1994 : 156 ), mengemukakan bahwa sosiologi atau sosiologi pendidikan dapat dideskripsikan sebagai berikut ; (1) Sosiologi menunjukkan pentingnya kegiatan sosialisasi anak-anak dalam pendidikan, (2) Memberikan bantuan dalam upaya menganalisis proses sosialisasi anak-anak. Seperti konsep tentang interaksi social, kontak social, komunikasi, bentuk social, dan sebagainya, (3) Kelompok social dan lembaga masyarakat dengan berbagai bentuknya, termasuk sekolah, (4) Dinamika kelompok, yang sudah tentu berlaku juga dalam dunia pendidikan, (5) Konsep-konsep untuk mengembangkan kelompok social dan lembaga-lembaga masyarakat, (6) Nilai-nilai yang ada di masyarakat serta keharusan sekolah untuk mengembangkan aspek itu pada diri siswa, (7) Peranan pendidikan dalam masyarakat, dan (8) Dukungan masyarakat terhadap pendidikan.

Memahami akan hal itu, para pendidik ( guru ) dan kepala sekolah professional hendaklah menantang diri agar proses pendidikan di sekolah tidak ketinggalan zaman, agar dapat membantu siswa berpacu antarteman sekelas atau dengan yang lainnya. Dengan demikian guru dan kepala sekolah harus meningkatkan profesinya agar memiliki kualitas yang sejajar dengan para pendidik di negara-negara maju. Misalnya di Amerika, Jepang dan negara maju lainnya.

3.2 Korelasi Profesi Dengan Budaya

Engkoswara ( 2004 : 31 ), mengatakan bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu memiliki, yakni ; (1) Budaya Utama ( sehat, baik dan jujur ), (2) Budaya Profesi ( cerdas, terampil, dan ahli, (3) Budaya Penyerta ( indah ), sedangkan sifat manusia Indonesia, adalah, (1) sifat utama ( sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur, patriorisme, tangguh dan penuh disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif, dan professional ), dan (3) sifat penyerta ( kreatif ).

Untuk merealisasikan sifat dan budaya tersebut di kalangan pendidikan, tenaga kependidikan mutlak memilikinya dan mampu menatanya dengan harmonis di dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga halnya bagi guru dalam menjalankan rutinitasnya, bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu harus tercermin dalam keseharian guru baik di sekolah maupun di luar sekolah ( di rumah ). Engkoswara ( 2004 : 63 ), mengemukakan dalam menegakkan budaya harmoni ada tiga nilai praksis ( aktual ) yang harus ditata secara harmoni, yakni (1) Budaya Utama, adalah budaya atau nilai yang berlaku bagi kita semua orang sebagai mahluk Tuhan Yang Mahaesa yang mempunyai cirri universal, yang mempunyai hak dan kewajiban yang relatif bersamaan, (2) Budaya profesi, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai karakteristik yang bersamaan dalam kelompok-kelompok tertentu, dan (3) Budaya penyerta, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagi mahluk pribadi yang bersifat unik dan hakiki.

Tahapan perkembangan yang harus ditempuh dalam suatu proses profesionalisasi adalah terkait dengan sejumlah pelayanan. Kepala sekolah professional harus dapat mengkomunikasikan segala tugas pokok dan fungsinya dalam manajemen sekolah. Fungsi manajemen sekolah harus dapat diberdayakan seoptimal mungkin sesuai dengan standar kompetensi yang dimiliki sebagi pimpinan ( manajer ). Pendidikan adalah enkultusasi. Manan ( 1989 : 79 ), mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Enkulturasi ini terjadi di mana-mana, disetiap tempat hidup seseorang dan setiap waktu. Dalam hal inilah akan muncul pengenalan kurikulum yang sangat luas, yaitu semua lingkungan tempat hidup manusia. Suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan atau pertimbangan bagi anak dalam mengembangkan dirinya. Ada kalanya bagioan budaya akan dipakai terus, ada kalanya diperbaiki dan ada kalanya dibuang atau diganti dengan yang baru. Hal ini tergantung bagaimana pembinaan pendidik, pengaruh lingkungan, dan hasil penilaian anak itu sendiri.

Kepala sekolah professional harus cerdas dan intelek serta bijaksana. Sebagai kepala sekolah dengan fungsinya sebagai manajer di sekolah harus memperhatikan cirri-ciri profesionalisasi. Robert W. Rihe ( 1974 : 87 ), mengemukakan bahwa cirri-ciri profesionalisasi jabatan fungsional ada 7, antara lain ; (1) Kepala sekolah bekerja sama dan tidak semata-mata hanya memberikan pelayanan kemanusiaan bukan usaha untuk kepentingan pribadi, (2) Memiliki pemahaman serta ketrampilan yang tinggi, (3) Memiliki lisensi hokum dalam memimpin sekolah, (4) Memiliki publikasi yang dapat melayani para guru sehingga tidak ketinggalan zaman, (5) Mengikuti aneka kegiatan seminar pendidikan ( workshop ), (6) Jabatannya sebagai suatu karier hidup, dan (7) Meiliki nilai dan etika yang berfungsi secara nasional maupun local.

Kinerja dan produktifitas kepala sekolah professional harus dapat diukur dengan para meter yang ada, yakni standar pelayanan minimal. Standar pelayanan minimal mengacu kepada konteks sisial budaya pendidikan yang ada di sekolah. Misalnya, sekolah berbasis budaya lingkungan. Sekolah bernuansa basis lingkungan budaya dapat tampak dalam pengelolaan lingkungan sekolah. Misalnya dengan penanaman aneka tanaman rindang atau pembuatan apotek dan warung hidup di lingkungan sekolah. Sekolah akan tampak rindang dan sejuk sehingga warga sekolah dapat menikmati lingkungan dengan nyaman dan teduh sehingga warga sekolah akan merasa betah di sekolah dalam berbagai situasi yang ada.

Kegiatan manajerial sekolah yang biasanya mencakup dalam lingkup manajemen pendidikan. Komponen manajemen pendidikan meliputi 5-M, yakni ; Sumber daya manusia ( Man ), finasial ( Money ), substansi ( Material ), metode ( Method ), dan Fasilitas ( Machine ). Kepala sekolah sebagai sumber daya manusia yang professional harus mampu mengelola sekolah sesuai dengan fungsi sekolah sebagai wiyata mandala. Kepala sekolah sebagai manajer harus mampu mengelola keuangan sebagai pembiayaan pendidikan di sekolah baik pembiayaan langsung maupun pembiayaan tidak langsung . Kepala sekolah sebagai guru harus mampu memerikan bimbingan kepada semua warga sekolah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Kepala sekolah fungsinya sebagai pimpinan harus mampu metode kepemimpinan atau model kepemimpinannya yang layak dan pantas diterapkan sesuai dengan norma, dan demikian juga kepala sekolah sebagai pimpinan harus mampu memberdayakan semua fasilitas yang ada dalam menunjang kemajuan pendidikan di sekolah.

Korelasi trugas pokok dan fungsi kepala sekolah dalam tatanan manajerial sekolah, idealnya mampu mengimplementasikan gaya kepemimpinannya sesuai dengan budaya sekolah. Kepala sekolah professional harus mampu mendorong semua warga sekolah untuk melestarikan budaya sekolah sehingga tercermin dalam setiap perilaku atau sikap warga sekolah dalam kehidupan sehari-harinya. Motivasi intrinsic akan mendorong kepala sekolah untuk terus berpacu dalam menggalakkan budaya sekolah. Demikian halnya motivasi ekstrinsik akan mendukung kepemimpinan kepala sekolah demi terciptanya budaya sekolah dengan sistem social yang ada pada komunitas sekolah dan masyarakat ( orang tua ).

Kesimpulan

Menjadi Kepala Sekolah professional harus memelihara budaya sekolah dengan sistem social yang ada dalam warga sekolah dalam konteks social budaya pendidikan di masyarakat. Sosial budaya pendidikan. Sosial budaya dan pendidikan dapat dideskripsikan, sebagai berikut :

  1. Kebudayaan adalah cara hidup dan kehidupan manusia yang diciptakan manusia itu sendiri sebagai warga masyarakat.
  2. Fungsi kebudayaan dalam kehidupan manusia, adalah : penerus keturunan dan pengasuh anak, pengembang kehidupan berekonomi, transmisi budaya, meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Mahakuasa, pengendalian social dan rekreasi
  3. Isi kebudayaan, antara lain ; gagasan, ideology, norma, teknologi, ilmu, kesenian, kepandaian, dan benda
  4. Kepala sekolah professional adalah kepala sekolah yang memegang teguh nilai dan etika serta budaya profesi sesuai dengan konteks social budaya pendidikan di masyarakat

5. Sifat dan budaya manusia Indonesia itu memiliki, yakni ; (1) Budaya Utama ( sehat, baik dan jujur ), (2) Budaya Profesi ( cerdas, terampil, dan ahli, (3) Budaya Penyerta ( indah ), sedangkan sifat manusia Indonesia, adalah, (1) sifat utama ( sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur, patriorisme, tangguh dan penuh disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif, dan professional ), dan (3) sifat penyerta ( kreatif ).

6. Di kalangan pendidikan, tenaga kependidikan mutlak memilikinya dan mampu menatanya dengan harmonis di dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga halnya bagi guru dalam menjalankan rutinitasnya, bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu harus tercermin dalam keseharian guru baik di sekolah maupun di luar sekolah ( di rumah ).

  1. Dalam menegakkan budaya harmoni ada tiga nilai praksis ( aktual ) yang harus ditata secara harmoni, yakni (1) Budaya Utama, adalah budaya atau nilai yang berlaku bagi kita semua orang sebagai mahluk Tuhan Yang Mahaesa yang mempunyai cirri universal, yang mempunyai hak dan kewajiban yang relatif bersamaan, (2) Budaya profesi, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai karakteristik yang bersamaan dalam kelompok-kelompok tertentu, dan (3) Budaya penyerta, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagi mahluk pribadi yang bersifat unik dan hakiki.

Saran

Menjadi Kepala Sekolah professional idealnya menjunjung tinggi budaya profesi. Dengan budaya profesi, kepala sekolah tersebut sudah memiliki ke-7 ciri-ciri jabatan fungsional yang tertuang dalam profesionalisasi. Profesionalisme wajib ditingkatkan agar kualifikasi yang dimilikinya dapat tercermin dalam manajerial serta gaya kepemimpinan yang dimilikinya. Dengan demikian, Kepala Sekolah professional akan lebih tampil percaya diri dalam mengelola sekolah secara professional sesuai dengan sistem social budaya pendidikan yang ada dalam komunitas pendidikan formal.

 

MENJADI KEPALA SEKOLAH PROFESIONAL

OLEH : Drs. H. Inayatulah, M..Pd

BIBLIOGRAFI

Coleman, 1997. Strategic Learning. Third Edition, The University Chicago Press, USA.Prentice Hall

Engkoswara. 2004. Iman Ilmu Amaliah Indah.Bandung : Yayasan Amal Keluarga.

Hornby, A.S. 1958. The Advanced Leaners Dictionary of Curent English. London : Oxford University Press., Amen House.

Ikezawa, Tatsuo. (1993). Effective TQC : How to Make Quality Assurance More than a Slogan. Tokyo : PHP Institute, INC.

Made, 1994. Landasan Kependidikan. Bandung : Rineka Cipta

Muliono, Anton,. 1989. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.

Nasution. 1989. Metodologi Pembelajaran Tuntas. Jakarta. Judhistira, Jilid I.

Piyami, Bull. 1987. Becoming An Educator. New York : University of North Carolina

Tilaar, H.A.R., 1992. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : Rosda Karya.

Undang-Undang RI N0. 2 tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan nasional

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

BACA SELENGKAPNYA »

Kamis, 30 Mei 2013

BAGAIMANA PERAN KEPALA SEKOLAH DI DUNIA PENDIDIKAN ?

Fungsi Kepala sekolah memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang diberikan tanggung jawab untuk melakukan pengelolaan penuh terhadap pengaturan jalannya roda kependidikan di sekolah. Peran utama Kepala Sekolah adalah sebagai pemimpin yang mengendalikan jalannya penyelenggaraan pendidikan di mana pendidikan itu sendiri berfungsi pada hakekatnya sebagai sebuah transformasi yang mengubah input menjadi output. Hal ini menentukan suatu proses yang berlangsung secara benar sesuai dengan ketentuan dari tujuan kependidikan itu sendiri. Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan di sekolah seorang pemimpin sebagai top manajer sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah. Kepala Sekolah tentunya memerlukan manajerial yang baik dalam rangka menjamin kualitas agar sesuai dengan tujuan pendidikan, berdasarkan kompetensi kompetensi yang telah dipersyaratkannya.

clip_image002[8]

Kepala Sekolah sekolah disamping berfungsi sebagai top manager sekolah, juga tak kalah pentingnya berfungsi sebagai pengawas sekolah. Ini dimaksudkan bahwa seorang top manajer adalah faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu organisasi suatu usaha, dan merupakan kunci pembuka suksesnya organisasi. Seorang manajer yang sukses artinya memiliki kemampuan dan mampu mengelola organisasinya, mampu mengantisipasi perubahan tiba-tiba, mengoreksi kelemahan-kelemahan serta sanggup membawa organisasinya kepada sasaran jangka waktu yang ditetapkan. Hal lain adalah Kepala Sekolah sebagai supervisor disekolah. Ini berarti bahwa ia berfungsi sebagai pengawas utama, pengontrol tertinggi yang melakukan superviser manajerial dalam menemukan atau mengidentifikasi kemampuan atau ketidakmampuan personil (guru, pegawai tata usaha, siswa, dan mitra kerja “komite sekolah) dan memberikan pelayanan kepada semua komponen warga sekolah guna meningkatkan kemampuan keahliannya dan mengelola secara lebih efektif untuk memperbaiki, dan mengelola secara lebih efektif untuk memperbaiki situasi belajar mengajaar agar (siswa) dapat mencapai prestasi n hasil belajar yang lebih meningkat.

Pendidikan jasmani sebagai salah satu mata pelajaram di sekolah mempunyai peran yang sangat strategis dan signifikan dalam pembentukan kepribadian kesehatan jasmani dan rohani peserta didik. Kepribadian sehat jasmani dan rohani menjadi tolak ukur dan faktor yang paling dominan bagi terselenggaranya pendidikan khususnya di sekolah-sekolah. Seseorang yang memilki kepribadian sehat jasmani dan rohani dapat menyesuaikan diri dalam situasi sosial dalam berinteraksi dan berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya. Kepribadian sehat jasmani dan rohani secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perilaku seseorang. Kepala sekolah yang sehat jasmani dan rohani menjadi persyaratan utama dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan mempengaruhi kinerjanya. Sehingga guru dan siswa juga memiliki kualitas kepribadian sehat jasmani dan rohani dan mempengaruhi efektifitas upaya peningkatan interaksi belajar mengajar. Di lingkungan pendidikan khususnya di sekolah-sekolah, peran guru pendidikan jasmani sangat dibutuhkan sebagai ujung tombak untuk memenuhi harapan agar peserta didik memiliki kepribadian yang handal yang dilandasi oleh kualitas kesehatan jasmani dan rohani dalam rangka mensukseskan tujuan pendidikan nasional membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani.

Sebagai tolok ukur dari kemampuan kinerja guru yang profesional adalah pemahaman terhadap kurikulum yang berlaku, kemampuan dalam mengelola proses belajar mengajar termasuk pendekatan, strategi, metode, teknik yang digunakan, penguasaan terhadap kegiatan evaluasi, penilaian dalam rangka mengukur proses dan haasil belajar siswa, penilaian dimaksud termasuk kognitif, afektif dan psikomotorik.

Kepala sekolah sebagai Pemimpin Pembelajaran”, Drs. Daryanto, Penerbit Gavamedia, Yogyakarta, 2011

Sumber Bahan :

 clip_image005[7]

Kiriman dari:

Drs. Daryanto

Widyaiswara Madya pada PPPPTK BOE/VEDC Malang

Email daryanto2007@yahoo.com

HP 08179603820

BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 20 Februari 2013

Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS

Konsep MBS merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan agar penerapan MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni :

1. Peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan.

2. Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah. Alangkah serasinya jika kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil bersama dalam media tersebut.

3. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.

4. Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS. clip_image002

Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam MBS dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut:

1. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.

2. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

3. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.

4. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain disekolah.

5. Bekerja dengan tim manajemen

6. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Satu cara yang berguna dalam menyimpulkan adalah melihat tantangan sebagai satu cara menciptakan suatu jenis sistem pendidikan baru yang sesuai abad ke-21. Kita membutuhkan sistem-sistem baru yang terus-menerus mampu merekonfigurasi kembali dirinya untuk menciptakan sumber nilai publik baru. Ini berarti secara interaktif menghubungkan lapisan-lapisan dan fungsi tata kelola yang berbeda, bukan mencari cetak biru (blueprint) yang statis yang membatasi berat relatifnya.

Pertanyaan mendasar bukannya bagaimana kita secara tepat dapat mencapai keseimbangan yang tepat antara lapisan-lapisan pusat, regional, dan lokal atau antara sektor-sektor berbeda: publik, swasta, dan sukarela. Justeru, kita perlu bertanya Bagaimana suatu sistem secara keseluruhan menjadi lebih dari sekedar jumlah dari bagian-bagiannya?.

Secara sederhana dikatakan, manajemen berbasis sekolah bukanlah “senjata ampuh” yang akan menghantar pada harapan reformasi sekolah. Bila diimplementasikan dengan kondisi yg benar, ia menjadi satu dari sekian strategi yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan strategi yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen sekolah dalam satu sistem sekolah.

BACA SELENGKAPNYA »

Kamis, 14 Februari 2013

Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Sejak beberapa waktu terakhir, kita dikenalkan dengan pendekatan “baru” dalam manajemen sekolah yang diacu sebagai manajemen berbasis sekolah (school based management) atau disingkat MBS. Di Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa tak berdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi. clip_image001

Di Indonesia, gagasan penerapan pendekatan ini muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya.

Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya.

Kita khawatir, jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah.

MBS adalah upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai isu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid.

Manajemen berbasis sekolah dapat bermakna adalah desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah untuk membuat keputusan atas masalah signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas. Tampaknya pemerintah dari setiap negara ingin melihat adanya transformasi sekolah. Transformasi diperoleh ketika perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi, mengakibatkan hasil belajar siswa yang meningkat di segala keadaan (setting), dengan demikian memberikan kontribusi pada kesejahteraan ekonomi dan sosial suatu negara. Manajemen berbasis sekolah selalu diusulkan sebagai satu strategi untuk mencapai transformasi sekolah.

Manajemen berbasis sekolah telah dilembagakan di tempat-tempat seperti Inggris, dimana lebih dari 25.000 sekolah telah mempraktikkannya lebih dari satu dekade. Atau seperti Selandia Baru atau Victoria, Australia atau di beberapa sistem sekolah yang besar) di Kanada dan Amerika Serikat, dimana terdapat pengalaman sejenis selama lebih dari satu dekade. Praktik manajemen berbasis sekolah di tempat-tempat ini tampaknya tidak dapat dilacak mundur. Satu indikasi skala dan lingkup minat terhadap manajemen berbasis sekolah diagendakan pada Pertemuan Menteri-menteri Pendidikan dari Negara APEC di Chili pada April 2004. APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) merupakan satu jejaring 21 negara yang mengandung sepertiga dari populasi dunia. Tema dari pertemuan adalah “mutu dalam pendidikan” dan tata kelola merupakan satu dari empat sub tema. Perhatian khusus diarahkan pada desentralisasi. Para menteri sangat menyarankan (endorse) manajemen berbasis sekolah sebagai satu strategi dalam reformasi pendidikan, tatapi juga menyetujui aspek-aspek sentralisasi, seperti kerangka kerja bagi akuntabilitas. Mereka mengakui bahwa pengaturannya akan bervariasi di masing-masing negara, yang merefleksikan keunikan tiap-tiap setting.

Manajemen berbasis sekolah memiliki banyak bayangan makna. Ia telah diimplementasikan dengan cara yang berbeda dan untuk tujuan berbeda dan pada laju yang berbeda di tempat yang berbeda. Bahkan konsep yang lebih mendasar dari “sekolah” dan “manajemen” adalah berbeda, seperti berbedanya budaya dan nilai yang melandasi upaya-upaya pembuat kebijakan dan praktisi. Akan tetapi, alasan yang sama di seluruh tempat dimana manajemen berbasis sekolah diimplementasikan adalah bahwa adanya peningkatan otoritas dan tanggung jawab di tingkat sekolah, tetapi masih dalam kerangka kerja yang ditetapkan di pusat untuk memastikan bahwa satu makna sistem terpelihara. Satu implikasi penting adalah bahwa para pemimpin sekolah harus memiliki kapasitas membuat keputusan terhadap hal-hal signifikan terkait operasi sekolah dan mengakui dan mengambil unsur-unsur yang ditetapkan dalam kerangka kerja pusat yang berlaku di seluruh sekolah.

Sejak awal, pemerintah (pusat dan daerah) haruslah suportif atas gagasan MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk menentukan cara mencapai sasaran pendidikan di masing-masing sekolah. Penting artinya memiliki kesepakatan tertulis yang memuat secara rinci peran dan tanggung jawab dewan pendidikan daerah, dinas pendidikan daerah, kepala sekolah, dan dewan sekolah. Kesepakatan itu harus dengan jelas menyatakan standar yang akan dipakai sebagai dasar penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang mencakup “seberapa baik kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah menggunakan sumber dayanya, dan apa rencana selanjutnya.”

Perlu diadakan pelatihan dalam bidang-bidang seperti dinamika kelompok, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, penanganan konflik, teknik presentasi, manajemen stress, serta komunikasi antarpribadi dalam kelompok. Pelatihan ini ditujukan bagi semua pihak yang terlibat di sekolah dan anggota masyarakat, khususnya pada tahap awal penerapan MBS. Untuk memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan besar memerlukan tambahan pelatihan kepemimpinan. Dengan kata lain, penerapan MBS mensyaratkan yang berikut :

1. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.

2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap.

3. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru.

4. Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.

5. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid.

Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :

1. Tidak Berminat Untuk Terlibat

Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.

2. Tidak Efisien

Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.

3. Pikiran Kelompok

Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.

4. Memerlukan Pelatihan

Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.

5. Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru

Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.

6. Kesulitan Koordinasi

Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.

Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS. Dua unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.

Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 12 Februari 2013

Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. clip_image001

Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan.

Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

Lebih lanjut istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi (administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi.

Dalam hal ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Pengertian manajemen menurut Hasibuan merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi manajemen tersebut menjelaskan pada kita bahwa untuk mencapai tujuan tertentu, maka kita tidak bergerak sendiri, tetapi membutuhkan orang lain untuk bekerja sama dengan baik.

Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu: merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation).

Menurut Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

1) Tujuan MBS

a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;

b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;

c. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan

d. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut:

a. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru.

b. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal.

c. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah.

d. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah, dan perubahan perencanaan.

2) Manfaat MBS

MBS memberikan beberapa manfaat diantaranya

a. Dengan kondisi setempat, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugasnya;

b. Keleluasaan dalam mengelola sumberdaya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah;

c. Guru didorong untuk berinovasi;

d. Rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat sekolah dan peserta didik.

BACA SELENGKAPNYA »

Sabtu, 09 Februari 2013

PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

Sekolah adalah salah satu dari Tripusat pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan output yang unggul, mengutip pendapat Gorton tentang sekolah ia mengemukakan, bahwa sekolah adalah suatu sistem organisasi, di mana terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional.

clip_image001

Desain organisasi sekolah adalah di dalamnya terdapat tim administrasi sekolah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan oranisasi.

MBS terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance), manajemen mandiri sekolah (school self-manegement), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah.

Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan penekanan yang sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut memiliki roh yang sama, yakni sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M-nya, yakni man, money, dan material.

Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, maka Direktorat Pembinaan SMP menamakan MBS sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).

Tujuan utama adalah untuk mengembangkan rosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang cerdas serta emosional tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga pembangunan. Oleh karena itu perlu diketahui pandangan filosofis tentang hakekat sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita. sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adlah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota2 masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat adalah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 21 Februari 2012

Standar Kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah

Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/madrasah. Dalam peraturan tersebut terdapat lima dimensi kompetensi yaitu: kepribadian, manajerial, supervisi, dan sosial. Setiap dimensi kompetensi memiliki sub-sub sebagai kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang kepala sekolah/madrasah. Secara rinci kompetensi-kompetensi dasar tersebut adalah sebagai berikut. kepala sekolah

A. Dimensi Kompetensi Kepribadian

  1. Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan akhlak mulia, menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.
  2. Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.
  3. Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai
    kepala sekolah/madrasah.
  4. Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
  5. Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan
    sebagai kepala sekolah/madrasah.
  6. Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.

B. Dimensi Kompetensi Manajerial

  1. Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai
    tingkatan perencanaan.
  2. Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan
    kebutuhan.
  3. Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan
    sumber daya manusia sekolah/madrasah secara optimal.
  4. Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah
    menuju organisasi pembelajar yang efektif.
  5. Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang
    kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.
  6. Mengelola guru dan staf dalamr angka pendayagunaan sumber
  7. daya manusia secara optimal.
  8. Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam
    rangka pendayagunaan secara optimal.
  9. Mengelola hubungan sekolah/madrasah dengan masyarakat
    dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan
    pembiayaan sekolah/madrasah.
  10. Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik
    baru, penempatan, dan pengembangan kapasitas peserta didik.
  11. Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran
    sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
  12. Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip
    pengelolaan yang akuntabel, tranparan, dan efisien.
  13. Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung
    pencapaian tujuan sekolah/madrasah.
  14. Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam
  15. mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.
  16. Mengelola informasi dalam mendukung penyusunan program
    dan pengambilan keputusan.
  17. Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan
    pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.
  18. Melakukan monitoring,evaluasi,dan pelaporan pelaksanaan
    program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang
    tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.

C. Dimensi Kompetensi Kewirausahaan

  1. Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan
    sekolah/madrasah.
  2. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah
    sebagai organisasi pembelajar yang efektif.
  3. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan
    tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah.
  4. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam
    menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah.
  5. Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan
    sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.

D. Dimensi Kompetensi Supervisi

  1. Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka
    peningkatan profesionalisme guru.
  2. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan
    pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
  3. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam
    rangka peningkatan profesionalisme guru.

E. Dimensi Kompetensi Sosial

  1. Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan
    sekolah/madrasah.
  2. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
  3. Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.

 

Sumber : DIREKTORAT JENDERAL PMPTK, 2009, Dimensi Kompetensi Manajerial, Jakarta, DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit