Tampilkan postingan dengan label karya Tulis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label karya Tulis. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Juni 2012

Format Penulisan Partikel PUN per dan tanda hubung (-)

Penulisan Partikel pun

Pada dasarnya, partikel pun yang mengikuti kata benda, kata kerja, kata sifat, kata bilangan harus dituliskan terpisah dari kata yang mendahuluinya karena pun di sana merupakan kata yang lepas.menulis karya ilmiah

Menangis pun    di rumah pun

Seratus pun        satu kali pun

Berlari pun         tingginya pun

Negara pun        apa pun

Sesuatu pun       ke mana pun

Akan tetapi, kata-kata yang mengandung pun berikut harus dituliskan serangkai karena sudah dianggap padu benar. Jumlah kata seperti itu tidak banyak, hanya dua belas kata, yang dapat dihapal di luar kepala, yaitu adapun, andaipun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, ataupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, Cyang berarti walaupun) sungguhpun, dan walaupun.

 

Penulisan Partikel per

Partikel per yang berarti "mulai" demi atau "tiap" dituliskan terpisah dari kata yang mengikutinya.

Misalnya :

Per meter         per kilogram

Per orang         per Oktober

Per orang         per Januari

Per kapita        per liter

Satu per satu

Akan tetapi, per yang menunjukkan pecahan atau imbuhan harus dituliskan serangkaian dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya:

Lima tiga perdelapan    perempat final

Empat pertiga                satu perdua

Dua pertujuh                 tujuh persembilan

Penggunaan Tanda Hubung (-)

Tanda hubung digunakan untuk merangkaikan kata ulang. Dalam pedoman ejaan kata ulang harus dituliskan dengan dirangkaikan oleh tanda hubung. Penggunaan angka dua pada kata ulang tidak dibenarkan, kecuali dalam tulisan-tulisan cepat,- seperti catatan pada waktu mewawancarai seseorang atau catatan fapat. Perhatian penggunaan tanda hubung pada kata ulang berikut.

dibesar-besarkan       bolak-balik

berliku-liku               meloncat-loncat

ramah-tamah             kait-mengait

sayur-mayur              tunggang-langgang

centang-perenang     kupu-kupu  

compang-camping    tolong-menolong

Tanda hubung juga harus digunakan antara huruf kecil dan huruf capital kata berimbuhan, baik awalan maupun akhiran, dan antara unsur kata yang tidak dapat berdiri sendiri dan kata yang mengikutinya yang diawali huruf capital.

Misalnya:

rahmat-Nya       se-Jawa Barat

non-RRC           di sisi-Nya         

se-DKI Jakarta  non-Palestina

hamba-Nya        se-lndonesia

KTP-Nya           PBB-lah                        

ber-SIM             SK-mu

Makhluk-Nya    pan-lslamisme

Sinar-X

Antara huruf dan angka dalam suatu ungkapan juga harus digunakan tanda hubung.

Misalnya :

ke-2                   ke-50

uang 500-an      ke-25

ke-100 tahun     90-an

ke-40                 ke-500

abad 20-an

Jika dalam tulisan terpaksa digunakan kata-kata asing yang belum diserap, kemudian kata itu diberi imbuhan bahasa Indonesia, penulisannya tidak langsung diserangkaikan, tetapi dirangkaikannya dengan tanda hubung. Dalam hubungan ini, kata asingnya perlu digarisbawahi (cetak miring).

Misalnya:

men-charter       di-recall

di-charter          di-calling

di-coach            men-tackle

 pen-tacle-an

Sebenarnya, masih banyak masalah ejaan yang perlu dibicarakan, terutama yang sering dijumpai dalam tulisan sehari-hari salah, tetapi karena ada hal lain, yaitu masalah penyusunan kalimat dan paragraph, yang juga perlu disinggung selintas, pembicaraan ejaan dicukupkan sekian saja. Diharapkan agar para penyusun karya tulis ilmiah memiliki sendiri buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan agar segala masalah aturan ejaan dapat dikuasai betul.

BACA SELENGKAPNYA »

Senin, 25 Juni 2012

Penulisan Di dan Ke pada Karya Tulis

Penulisan di sebagai kata Depan

Di yang berfungsi sebagai kata depan harus dituliskan terpisah dari kata yang mengiringinya. Biasanya di sebagai kata depan ini berfungsi menyatakan arah atau tempat dan merupakan jawaban atas pernyataan dimana. Penulisan karya tulis

Contoh-contoh penggunaan di kata depan

      di samping       di rumah

      di persimpangan

      di sebelah utara                                

      di pasar

      di sungai

      di luar kota

      di toko

Penulisan di sebagai Awalan

Di- yang berfungsi sebagai awalan membentuk kata kerja pasif dan harus dituliskan serangkai dengan kata yang mengikutinya. Pada umumnya, kata kerja pasif yang berawalan di-dapat diubah menjadi kata kerja aktif yang berawalan meng-(meN-).

Misalnya:

Diubah berlawanan dengan mengubah

Dipahami berlawanan dengan memahami

Dilihat berlawanan dengan melihat

Dimeriahkan berlawanan dengan memeriahkan.

Diperlihatkan berlawanan dengan memperlihatkan.

 

Penulisan ke sebagai Kata Depan

Ke yang berfungsi sebagai kata depan, biasanya menyatakan arah atau tujuan dan merupakan jawaban atas pertanyaan ke mana. Ke belakang      ke muka

ke kecamatan

ke lokasi penelitian

ke pinggir

ke atas

ke sini

ke samping

ke bawah

ke dalam                                        

Sebagai patokan kita, ke yang dituliskan terpisah dari kata yang mengiringinya jika kata-kata itu dapat dideretkan dengan kata-kata yang didahului kata di dan dari.

Misalnya :

Ke sana           di sana            dari sana

Ke kecamatan                         di kecataman         dari kecamatan

ke jalan raya    di jalan raya    dari jalan raya

ke berbagai      di berbagai      dari berbagai

Instansi           Instansi           Instansi

 

Penulisan ke-sebagai Awalan

Ke- yang tidak menunjukkan arah atau tujuan harus dituliskan serangkaian dengan kata yang mengiringinya karena ke-seperti itu tergolong imbuhan.

Misalnya:

Kelima          kepagian

Kehadiran     ketrampilan

Kekasih        kepanasan

Kehendak     kedinginan

Ketua            kehujanan

       Catatan:

Ke pada kata kemari, walaupun menunjukkan arah, harus dituliskan serangkaian karena tidak dapat dideretkan dengan di mari dan dari mari. Selain itu, penulisan ke pada kata keluar harus dituliskan serangkai jika berlawanan dengan kata masuk. Misalnya : saya ke luar dari organisasi itu. Akan tetapi, jika ke luar itu berlawanan dengan ke dalam, ke harus dituliskan terpisah. Misalnya, Pandangannya diarahkan ke luar ruangan.

BACA SELENGKAPNYA »

Sabtu, 23 Juni 2012

Penerapan Ejaan yang disempurnakan pada karya tulis

Penerapan Ejaan yang disempurnakanimage

a.    Penggunaan Spasi

Penggunaan spasi setelah tanda baca sering tidak diindahkan. Menurut ketentuanyang berlaku, setelah tanda baca (titik, koma, titik koma, titik dua, tanda satu, tanda Tanya) harus ada spasi, jarak satu pukulan ketikan.

b.    Pengunaan Garis Bawah Satu

Garis bawah satu dalam karya tulis ilmiah digunakan untuk menandai kata-kata atau bagian-bagian yang harus dicetak miring apabila karya tulis ilmiah itu diterbitkan. Garis bahwa satu dipakai pada 1) anak bab, 2) subanak bab, 3) kata asing atau kata daerah, 4) judul buku, majalah, surat kabar yang dikutip dalam naskah. Perhatikan contoh-contoh berikut:

 

1)    Anak Bab

       Misalnya

1.           Later Belakang dan Masalah 

2)    Subanak Bab

       Misalnya:

       1.1.1.      Later Belakang

       1.1.2.      Masalah

3)    Kata Asing atau kata Daerah

       Acceptence boundary "batas penerimaan"

       Papalingpang (Sd.) bertentangan.

4)        Judul Buku, Majalah, atau Surat Kabar yang diterbitkan

       Misalnya:

       Buku Dasar-dasar Gizi Kuliner

       Majalah Intisari

       Surat Kabar Kompas

Garis bawah satu itu dibuat terputus-putus kata demi kata, sedangkan spasi (jarak kata dengan kata) tidak perlu digarisbawahi sebab yang akan dicetak miring adalah kata itu sendiri.

BACA SELENGKAPNYA »

Kamis, 21 Juni 2012

Kalimat Yang Efektif Karya tulis

• “Kalimat yang membangkitkan acuan dan makna yang sama di benak pendengar atau pembaca dengan yang ada di benak pembicara atau penulis

• Kalimat yang efektif ditentukan oleh:kalimat karya tulis

– Keterpaduan kalimat: mengacu pada penalaran (deduksi, induksi, top-down, bottom-up, dll.)

– Koherensi kalimat: mengacu pada hubungan timbal-balik antara kalimat-kalimat. 

Contoh :

Kalimat tidak Efektif

Kalimat Efektif

• membahayakan bagi penderita

• membicarakan tentang penyakit

• mengharapkan akan tindakan

• para dokter saling bantu-membantu

• keharusan daripada dilakukannya tindakan pembedahan

• membahayakan penderita

• membicarakan penyakit

• mengharapkan tindakan

• para dokter saling membantu

• keharusan melakukan pembedahan

Koherensi Kalimat

Hal-hal yang dapat mengganggu koherensi kalimat

• Tempat kata

– Pekan Kesenian Bekas Penyandang Kusta Nasional

• Pemilihan dan Pemakaian Kata

– Memilih kata depan atau kata penghubung yang salah:

Dari hasil perhitungan…..

– Memilih dua kata yang kontradiktif atau medan maknanya tumpang tindih:

• Banyak siswa-siswa ….

• Suatu ciri-ciri yang didapatkan…...

– Menggunakan kata yang tidak sesuai:

• Walaupun banyak artikel berpendapat…..

– Menggunakan nama atau istilah yang benar, tetapi penulisannya keliru

 

Koherensi Kalimat

Hal-hal yang dapat mengganggu koherensi kalimat

• Tempat kata

– Pekan Kesenian Bekas Penyandang Kusta Nasional

• Pemilihan dan Pemakaian Kata

– Memilih kata depan atau kata penghubung yang salah:

Dari hasil perhitungan…..

– Memilih dua kata yang kontradiktif atau medan maknanya tumpang tindih:

• Banyak siswa-siswa ….

• Suatu ciri-ciri yang didapatkan…...

– Menggunakan kata yang tidak sesuai:

• Walaupun banyak artikel berpendapat…..

– Menggunakan nama atau istilah yang benar, tetapi penulisannya keliru

BACA SELENGKAPNYA »

Minggu, 17 Juni 2012

Format penulisan dari Pembentukan Kata

a.    Peluluhan Bunyikarya tulis ilmiah

Jika kata dasar berbunyi awal /kl, /pi, /t/, /s/, ditambah imbuhan meng-, meng-...kan, atau meng-l, bunyi awal itu harus luluh menjadi (ng), /ml/, /n/, dan /ny/. Kaidah itu berlaku juga bag! kata-kata yang berasal dari bahasa asing yang sekarang sudah menjadi warga kosakata bahasa Indonesia. Bandingkan dua bentuk di bawah ini, yaitu bentuk baku dan bentuk tidak baku.

Bentuk Baku

Bentuk Tidak Baku

Mengikis

Mengultuskan

Mengambinghitamkan

Mengalkulasikan

Memesona

Memarkir

Menafsirkan

Menahapkan

Menerjemahkan

Menyukseskan

Menyuplai

Menargetkan

Menakdirkan

Mengkikis

Mengkultuskan

Mengkambinghitamkan

Mengkalkuiasikan

Mempesona

Memparkir

Mentafsirkan

Mentahapkan

Menterjemahkan

Mensukseskan

Mensuplai

Mentargetkan

Mentakdirkan

Demikian juga, bunyi /k/, /p/, /t/, /s/, harus luluh jika diberi imbuhan peng- atau peng..-an (pe-N atau pe N-....an).

Bentuk Baku

Bentuk Tidak Baku

Pengikisan Pemarkiran Penargetan Penerjemahan Penahanan Penyuplai penyuksesan

Pengikikisan Pemparkiran Pentargetan Penterjemahan Pentahapan Pensuplai Pensuksesan

Kaidah di atas tidak berlaku bagi kata-kata serapan yang bunyi awal katanya berupa gugus konsonan.

Transkripsi menjadi mentranskripsikan atau pentranskripsian, klasifikasi menjadi mengklasifikasikan atau pengklasifikasian.

 

b.    Penulisan Gabungan Kata

Di dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan terdapat kaidah yang menyatakan bahwa gabungan kata, termasuk yang lazim disebut kata majemuk, unsure-unsurnya dituliskan terpisah. Gabungan kata yang harus dituliskan terpisah, antara lain, sebagai berikut.

duta besar                 tata bahasa

sebar luas                  loka karya

tanda tangan             empat puluh

ibu kota                    dua puluh lima

rumah sakit umum    lipat ganda

hancur lebur              juru tulis

tanggung jawab        anak emas

tepuk tangan             kerja sama

kambing hitam          beri tahu

Selain gabungan kata di atas yang harus dituliskan terpisah, terdapat juga gabungan kata yang harus dituliskan serangkai, yaitu gabungan kata yang sudah dianggap sebagai kata yang padu, sebagai berikut.

Bagaimana

bumi putra

padahal

halalbihalal

saputangan

segitiga

antarkota

antarwarga

asusila

dasawarsa

kontrarevolusi

ekstrakurikuler

Pancasila

mahakuasa

mahasiswa

pascapanen

pascaperang

purnawirawan

purnasarjana

semiprofessional

nonmigas

apabila

dari pada

matahari

barangkali

manakala

sekaligus

bilamana

amoral

dwiwarna

caturtunggal

poligami

monoteisme

saptakrida

subbagian

subpanitia

subseksi

swadaya

swasembada

peribahasa

perilaku

tunarungu

tunanetra

 

 

BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 13 Juni 2012

Catatan kaki karya ilmiah

Catatan kaki adalah penyebutan sumber yang dijadikan kutipan. Fungsi catatan kaki adalah memberikan penghargaan terhadap sumber yang dikutip dan aspek ligalitas untuk izin penggunaan karya tulis yang dikutip, serta yang terpenting adalah etika akademik dalam masyarakat ilmiah sebagai wujud kejujuran penulis. Ada beberapa cara yang digunakan dalam menuliskan sumber kutipan, antara lain: image

1. Nama pengarang hanya satu orang

Abin Syamsudin Makmun, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 39.

Atau

Maurice N. Richter, Jr, Science as a Cultural Process (Cambridge Schenkman, 1972), h.4

2. Nama Pengarang yang jumlahnya dua orang dituliskan lengkap

David B. Brinkerhoff dan Lynn K. White, Sociology (St Paul: Wst Publishing Company, 1988), hal. 585.

3. Nama Pengarang yang jumlahnya sampai tiga orang dituliskan lengkap sedangkan jumlah pengarang yang lebih dari tiga orang hanya dituliskan nama pengarang pertama ditambah kata et al. (et al: dan tain-lain).

John A. R. Wilson, Mildred C. Robeck, and William B. Micheal, Psychological Foundation of Learning and Teaching (New York: McGraw-Hill Book Company, 1974), hal. 406.

dan

Carrick Martin et al., Introduction to Accounting ed ke 3 (Singapore”Mc.Graw-Hill, 1991), hal 123.

4. Kutipan yang diambil dari halaman tertentu disebutkan halamannya dengan singkatan p (pagina) atau h (halaman). Sekiranya kutipan itu disarikan dari beberapa halaman umpamanya dari halaman 1 sampai dengan 5 maka dikutip p. 1-5 atau hh 1-5.

David Harrison, The Sociology of Modernization and Development (London: Unwin Hyman Ltd., 1988), hal. 20-21.

Abin Syamsudin Makmun, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 39- 44

5. Sebuah makalah yang dipublikasikan dalam majalah, Koran, kumpulan karangan atau disampaikan dalam forum ilmiah dituliskan dalam tanda kutip yang disertai dengan informasi mengenai makalah tersebut.

Karlina, "Sebuah Tanggapan : Hipotesa dan Setengah llmuan," Kompas, 12 Desember 1981 ,h.4.

Liek Wiliardjo, "Tanggung llmuan" Pustaka th. Ill 1979,pp.11-14. Jawab Sosial No. 3, April

M. Sastrapratedja, "Perkembangan ilmu dan Teknologi dalam Kaitannya dengan Agama dan Kebudayaan". Makalah disampaikan dalam Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) III, LIPI. Jakarta, 15-19 September 1981.

B. Suprapto, "Aturan Permainan dalam ilmu-ilmu alam."llmu dalam Perspektif. ed. Juiun S. Suriasumantri (Jakarta : Gramedia, 1978) pp. 129-133.

J.J. Honingman, The World of Man, dalam Alfian (ed.), Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan (Jakarta : Gramedia, 1985), hal. 100.

6. Pengulangan kutipan dengan sumber yang sama dilakukan dengan memakai notasi op. cit. (opera citato : dalam karya yang telah dikutip), loc. Cit. (loco citato : dalam tempat yang telah dikutip dan ibid, (ibidem: dalam tempat yang sama). Untuk pengulangan maka pengarang tidak ditulis lengkap melainkan cukup nama familinya saja. Sekiranya pengulangan dilakukan dengan tidak diselang oleh pengarang lain maka dipergunakan notasi ibid.

dikutip kembali sumber yang sama dengan kutipan sebelumnya pada halaman yang sama

lbid

dikutip kembali sumber yang sama dengan kutipan sebelumnya pada halaman yang berbeda

Ibid., hal 12.

Mengutip sumber yang sama dan halaman yang sama tetapi sudah diselingi oleh sumber lain

Conny R. Semiawan, loc. cit.

Mengutip sumber yang sama dan halaman yang berbeda tetapi sudah diselingi oleh sumber lain

Jujun S. Suriasumantri, op. cit., hal. 49

Mengutip pengarang yang sama buku berbeda dan halaman yang sama tanpa diselingi oleh sumber lain

Suriasumantri, Pembangunan Modernisasi dan Pendidikan, hal. 39 – 42.

Mengutip pengarang yang sama buku berbeda dan halaman yang sama tetapi sudah diselingi oleh sumber lain

Suriasumantri, Pembangunan Modernisasi dan Pendidikan, loc.cit.

Mengutip pengarang yang sama buku berbeda dan halaman yang berbeda tetapi sudah diselingi oleh sumber lain

Suriasumantri, Pembangunan Modernisasi dan Pendidikan, op.cit., hal. 7

7. Kadang-kadang kita ingin mengutip sebuah pernyataan yang telah dalam karya tulis yang lain. Untuk itu maka kedua sumber itu kita tuliskan.

Anastasi dalam Syafuddin Azwar, Pengantar Psikologi Inteligensi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 6.

Anton Bekker, “Badan Manusia dan Budayadalam G. Muedjanti, (ed.) Tantangan Kemanusiaan Universal (Yogyakarta: Kanisius), hal. 19.

Jujun S. Suriasumantri, “Pembangunan Sosial Budaya Secara Terpadu”, dalam Masalah Sosial Budaya Tahun 2000: Sebuah Bunga Rampai Soedjatmoko at al. (ed.) (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986), hal. 10.

8. Kadang-kadang kita ingin mengutip sebuah pernyataan yang telah diterjemahkan. Untuk itu maka kedua sumber itu kita tuliskan.

Theodore M. NewComb, Ralph H. Turner dan Philip E. Converse, Psikologi Sosial, Terjemahan FPUI (Jakarta: Diponegoro: 1985), hal. 325.

J.W. Schoorl, Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Sedang Berkembang, Terjemahan R.G. Soekadijo (Jakarta: PT Gramedia, 1982), hal. 4.

9. Majalah/Jurnal Ilmiah

James F. Stratman, “The Emergence of Legal Composition as a field of inquiry,” Review of Educational Research, LX (2,1990), pp. 153-235.

10. Interview

Interview dengan Dr. Endry Boeriswati, M.Pd. . Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNJ, 2 Februari 2007 pukul 15.00

11. Tidak dipublikasikan

Endry Boeriswati, Penilian Berbasis Kelas dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia, Makalah Pelatihan Widya Iswara Bahasa Indonesia, Jakarta : PPPG Bahasa, 2006)

12. Buku yang terdiri dari beberap jilid yang mempunyai judul umum namun tiap jilid mempunyai subjudul sendiri.

Russell G. Davis (ed.), Planning Education ofr Development. Vol II : Issues and Problem in the Planning of Education in Developing Countries (Cambridge, Harvard University, 1980). P.p. 76.

13. Dokumen

RI, Undang-Undang Dasar 1945, Bab VII, Pasal 19, Ayat 1.

14. Situs Internet

Thorndike, R.L., History of Infleunces in Develompment of Intelligence Theory & Testing, (http://www.Indiana.edu/~intel/Thorndike.html), 1998, hal. 1.

Traditional Intelligence Theories,. (http://edweb.gsn.org/edref.mi. hst.html), 2000, hal. 1 Report of Task Force established by Board of Scientific Affairs of American Psychological Assciation, (http://www.cycau.com/Organ/ Upstream/ IQ/apa/html), 20/08/2000, hal. 13

BACA SELENGKAPNYA »

Sabtu, 09 Juni 2012

Menulis Karya Ilmiah dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru

Penyebab rendahnya kemampuan guru dalam menulis karya ilmiah, yaitu: (1) kurangnya pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan guru dalam menulis karya ilmiah, khususnya menulis artikel ilmiah, (2) terbatasnya sarana bacaan ilmiah terutama yang berupa majalah ilmiah atau jurnal, (3) belum tersedianya majalah atau jurnal di lingkungan sekolah atau dinas pendidikan kabupaten yang bisa menampung tulisan para guru, (4) masih terbatasnya penyelenggaraan lomba menulis karya ilmiah yang diselenggarakan oleh dinas pendidikan baik pada tingkat nasional, tingkat provinsi maupun pada tingkat kabupaten, dan (5) masih rendahnya motivasi guru untuk mengikuti lomba menulis karya ilmiah. Sehubungan dengan itu, ada beberapa strategi yang ditawarkan melalui tuilisan ini dalam rangka melakukan gerakan menulis di kalangan guru di Indonesia. clip_image001

1. Tingkatkan Pelatihan Menulis Karya Ilmiah

Dalam berbahasa, keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling tinggi tingkatannya dibandingkan keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menyimak/ mendengarkan. Hal ini mudah dipahami karena dilihat dari segi tahapan pemerolehan bahasa, keterampilan menulis dilakukan pada tahapan terakhir setelah pemerolehan keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Akhdiah, dkk. (1996/1997:iii) mengatakan bahwa berbeda dengan kemampuan menyimak dan berbicara, kemampuan menulis tidak diperoleh secara alamiah. Kemampuan menulis harus dipelajari dan dilatihkan dengan sungguh-sungguh.

Belakangan ini, di Provinsi Jawa Tengah, memang sudah pernah diadakan pelatihan menulis karya ilmiah oleh pihak sekolah dan pihak dinas pendidikan baik pada tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dengan melibatkan para guru sebagai peserta. Di samping itu, pelatihan menulis karya ilmiah juga sudah pernah dilakukan oleh pihak perguruan tinggi di Jawa Tengah, khususnya oleh pihak Universitas Negeri Semarang. Akan tetapi, secara kuantitas, frekuensi pelatihan penulisan karya ilmiah itu tampaknya masih tergolong rendah. Oleh karena itu, pada masa-masa mendatang, secara kuantitas, pelaksanan pelatihan penulisan karya ilmiah bagi guru-guru masih perlu ditingkatkan lagi. Di samping oleh pihak dinas/instansi terkait, pelatihan penulisan karya ilmiah hendaknya diprogrankan secara rutin, minimal sekali dalam satu semester, oleh masing-masing sekolah dengan mendatangkan narasumber dari luar sekolah.

Secara kualitas, dari beberapa kegiatan pelatihan penulisan karya ilmuiah yang sudah pernah dilaksanakan tampaknya kurang mengembirakan. Mengapa? Motivasi para guru peserta pelatihan penulisan karya imiah itu lebih banyak mengarah pada pemerolehan sertifikat atau piagam pelatihan dalam rangka untuk mengikuti sertifikasi guru, bukan untuk pemerolehan pengetahuan dan keterampilan menulis karya ilmiah dalam rangka peningkatan profesionalismenya sebagai guru. Motivasi ini tentu menyimpang dari tujuan pelatihan penulisan karya ilmiah itu sendiri. Hal ini dirasakan oleh Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Tengah ketika memberikan sambutan dalam rangka Lomba penulisan Karya ilmiah bagi guru-guru SMP/SMA di Dinas Pendidikan Jawa Tengah beberapa bulan yang lalu di LPMP Jawa Tengah. Oleh karena itu, dalam sambutannya, beliau sangat menekankan agar pelatihan penulisan artikel tersebut tidak dimaksudkan untuk mendapatkan sertifikat, tetapi benar-benar diarahkan agar profesionalisme guru meningkat.

2 Berlangganan Majalah Ilmiah/Jurnal

Ada satu pengalaman menarik ketika beberapa kali penulis mendapat kesempatan mengikuti pelatihan penulisan karya ilmiah bersama beberapa guru-guru di beberapa kabupaten di Jawa Tengah. Demikian guru-guru diminta untuk latihan menulis artikel kajian pustaka di rumah masing-masing, mereka mengeluh karena kesulitan mendapatkan sumber bacaan yang relevan. Banyak di antara guru, khususnya guru SD, yang bertanya apa yang kami harus tulis sementara sumber bacaan yang relevan di sekolah kami masih sangat terbatas. Hal serupa juga dirasakan oleh sejumlah dosen Universitas Negeri Semarang ketika mendapat tugas membimbing penyusunan proposal PTK (Penelitian Tindakan Kelas) bagi guru-guru di Provinsi Jawa Tengah. Keluhan para guru tersebut tentu mudah dipahami karena sarana buku bacaan ilmiah yang berupa laporan penelitian, majalah ilmiah, dan buku-buku metode penelitian atau buku penulisan karya ilmiah di sekolah-sekolah rata-rata kondisinya demikian.

Sadar akan kondisi ketersediaan bacaan ilmiah tersebut, sudah sepatutnya setiap sekolah membuat program untuk berlangganan majalah ilmiah atau jurnal secara rutin dari perguruan tinggi yang relevan seperti Universitas Negeri Malang, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Jakarta, dan Universitas Negeri Semarang. Ketersedian buku bacan ilmiah sangat penting artinya bagi kepentingan menulis karya ilmiah. Logikanya, dengan sarana bacaan yang memadai, minat baca para guru akan semakin meningkat. Tingginya minat baca guru akan dapat dijadikan modal dalam menulis karya ilmiah. Oleh karena itu, untuk melakukan gerakan menulis karya ilmiah di kalngan guru, idealnya berlangganan majalah ilmiah dilakukan oleh setiap guru. Namun, jika tidak memungkinkan, dengan adanya peningkatan dana pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD pada tahun 2009, sudah sepatutnya setiap sekolah menyisihkan anggaran secara khusus untuk kepentingan berlanganan majalah ilmiah. clip_image003

3 Menerbitkan Majalah Ilmiah/Jurnal

Menerbitkan majalah ilmiah/jurnal memang tidak gampang karena di samping memerlukan kerja keras para pengelolanya juga memerlukan dukungan dana yang tidak sedikit. Namun, dalam rangka menggalakkan atau menggerakkan aktivitas menulis karya ilmiah para guru, kehadiran majalah ilmiah/jurnal merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Tanpa tersedianya majalah ilmiah/jurnal di suatu sekolah atau dinas pendidikan setempat, tentu laporan-laporan penelitian yang berupa PTK, yang belakangan ini sudah banyak dihasilkan para guru tidak bisa diterbitkan sehingga pengakuan kredit poinnya rendah. Tanpa ketersediaan majalah ilmiah/jurnal, hasil-hasil penelitian para guru menjadi tidak terkomunikasikan secara luas; paling-paling tersimpan di rak buku yang ada pada masing-masing sekolah. Oleh karena itu, sudah sepatutnya direncnakan adanya majalah ilmiah/jurnal minimal satu majalah pada masing-masing dinas pendidikan kabupaten di Indonesia.

Keberadaan majalah ilmiah ini sangat penting karena dapat memberikan prestise suatu lembaga, di samping dapat dijadikan sebagai tolok ukur produktivitas lembaga dan pengakuan terhadap para penulis. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kehadiran majalah ilmiah merupakan mercusuarnya suatu lembaga. Sayangnya, sampai saat ini, jumlah majalah ilmiah di lingkungan lembaga pendidikan di luar perguruan tinggi sangat terbatas adanya sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu alasan bagi guru untuk tidak menulis karena tulisan yang diakui kreditnya adalah tulisan yang dimuat di dalam suatu majalah ilmiah.

4 Tingkatkan Frekuensi Penyelenggaraan Lomba Menulis Karya Ilmiah dalam Bidang Pendidikan

Sementara ini, frekuensi kegiatan lomba menulis karya ilmiah dalam bidang pendidikan yang melibatkan guru sebagai peserta lomba tampaknya masih terbatas adanya. Lomba semacam ini biasanya dilakukan setiap tahun oleh pihak Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Tengah dalam rangka memperingati hari pendidikan Nasional setiap tahun. Di samping itu, lomba serupa juga dilakukan oleh pihak Departemen Pendidikan Nasional dengan melibatkan guru di seluruh Indonesia. Kedua jenis loma yang biasanya dilakukan setahun sekali itu tentu tidak banyak bisa melibatkan guru untuk ikut sebagai peserta lomba. Itulah sebabnya perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan frekuensi penyelenggaraan lomba menulis karya ilmiah yang mampu memberikan kesempatan secara lebih luas kepada para guru. Untuk itu, dengan ditetapkannya anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD, sudah sepatutnya, pihak dinas pendidikan tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi menyusun program penyelenggaraan lomba penulisan karya ilmiah setahun dua kali atau setiap semester sekali.

5 Tingkatkan Motivasi Guru dalam Menulis Karya Ilmiah

Aktivitas menulis karya ilmiah di kalangan guru memerlukan adanya motivasi dari guru. Tanpa adanya motivasi dari dalam diri guru itu sendiri niscaya gerakan menulis karya ilmiah di kalangan guru sulit membuahkan hasil yang memadai. Logikanya dengan adanya program sertifikasi guru seperti sekarang ini guru sepatutnya sudah termotivasi untuk rajin menulis. Namun, tampaknya hingga sat ini, motivasi menulis karya ilmiah di kalangan guru maih tergolong rendah. Oleh sebab itu, salah satu cara meningkatkan motivasi guru untuk menulis karya ilmiah dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru adalah dengan menjadikan prestasi lomba menulis karya ilmiah sebagai salah satu pertimbangan penting dalam pengisian lowongan jabatan tertentu di lingkungan sekolah maupun di lingkungan dinas pendidikan mulai dari tingkat kecamatan, tingkat kabupaten, tingkat provinsi, bahkan sampai ke tingkat nasional. Adapun dasar berpikirnya adalah guru yang sering memenangkan lomba penulisan karya ilmiah khususnya di bidang pendidikan tentu memiliki wawasan yang luas dan mendalam tentang berbagai persoalan menyangkut lika-liku pendidikan dan pengajaran sehingga hal ini merupakan modal bagi guru dalam memecahkan persoalan-persoalan substansial dalam bidang pendidikan dan pengajaran.

6. Simpulan

Simpulan yang dapat ditarik dari keseluruhan uraian di atas. Pertama setidak-tidaknya ada dua pertimbangan mengapa gerakan menulis karya ilmiah di kalangan guru dapat meningkatkan profesionalisme guru, yaitu (1) Profesi menulis bersifat terbuka, siapa pun dapat melakukannya asalkan mau belajar dan bekerja keras dan (2) Menulis karya ilmiah dapat meningkatkan kompetensi guru khususnya yang menyangkut kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Kedua ada beberapa strategi yang dapat ditempuh dalam melaksanakan gerakan menulis karya ilmiah di kalangan guru, yaitu: (1) tingkatkan pelatihan menulis karya ilmiah di kalangan guru, (2) berlangganan majalah ilmiah/jurnal, (3) membuat majalah ilmiah/jurnal minimal di tingkat kabupaten; (4) meningkatkan frekuensi pelaksanaan lomba menulis karya ilmiah dalam bidang pendidikan; dan (5) meningkatkan motivasi guru untuk menulis karya ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Akhdiah, Sabarti; Arsjad, Maidar G; Ridwan, Sakura, H. 1998. Menulis I. Jakarta: Depdikbud

Daud, Afrianto. 2007. ”Guru sebagai Peneliti: Mungkinkah?” dalam Kompas 14 Desember 2007

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian. Jakarta: Depdiknas

Gong, Gola. 2007. Jangan Mau Gak Nulis Seumur Hidup. Bandung: Karya Kita

Huda, H. Nurul, dkk. 2000. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang.

Hull, Glynda Ann. 1989. Research on Writing:Building a Cognitive and Social Understanding of Composing, in Resnick, Lauren B. and Klopfer E. Toward the Thinking Curriculum:Current Cognitive Research:ASCD

Ibnu, Suhadi. 2000. “Penulisan Artikel Konseptual/ Nonpenelitian dan Artikel Hasil Penelitian” dalam Huda, dkk. 2000. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang.

Irawan, Aguk, MN. 2008. Cara Asyik Menjadi Penulis Beken. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran

Keraf, Gorys. 1996. Terampil Berbahasa Indonesia I. Jakarta:Balai Pustaka

Kompas, 14 Desember 2007

Koster, Wayan. 2006. Memperjuangkan Nasib Guru dan Dosen. Jakarta: tanpa penerbit

Marahimin, Ismail. 2005. Menulis secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya

Mujiran, Paulus. 2002. 10 Tahun Belajar Menulis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Parera, Daniel. 1993. Menulis Tertib dan Sistematis (Edisi Kedua). Jakarta: Erlangga

Sudjana, Nana. 1987. Tuntunan Menyusun Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru

Supriyadi, dkk. 1992. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud

Swales, John M dan Christine B. Feak. 1977. Academic Writing for Graduate Students. Ann Arbor: The University of Michigan Press

Tarigan, Henry Guntur. 1994. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Angkasa: Bandung

 

IDENTITAS PENGIRIM

clip_image004Judul Artikel : UU GURU DAN DOSEN : UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN

Nama Pengarang : Sukasmo

Institusi Kerja : SMP N 2 Kaliwungu Kendal

Email : sukasmo@gmail.com

Alamat Blog : http://www.sukasmo.web.id/

Facebook : http://www.facebook.com/sukasmo.kasmo

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit