Tampilkan postingan dengan label nasionalisme. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label nasionalisme. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 06 Juli 2013

Sikap Nasionalisme Dan Patriotisme Melalui Gerakan Pramuka

Meningkatkan Sikap Nasionalisme Dan Patriotisme Kepada Peserta Didik Sd Melalui Pendekatan Gerakan Pramuka

A.     Latar Belakang

Pendidikan merupakan bentuk investasi jangka panjang disamping itu pendidikan juga merupakan bentuk upaya manusia membebaskan diri dari kebodohan dan keterbelakangan, sehingga upaya perbaikan da peningkatan kualitas pendidikan mutlak diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia yang berkualitas, yang unggul akan dapat mengangkat suatu bangsa agar dapat tegak, maju setara dengan bangsa lain.

Pembangunan di bidang pendidikan merupakan salah satu dari tujuan nasional Negara Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea ke IV …..mencerdasakan kehidupan bangsa….. dan menuju ke arah cerdasnya kehidupan bangsa Indonesia pembangunan di bidang pendidikan tidak dapat dilaksanakan sambil lalu dan terkesan asal – asalan saja, melainkan harus terencana, sistematis, terukur dan melibatkan semua unsur masyarakat dan bangsa secara mendalam dan menyeluruh serta terpadu, karena pendidikan merupakan tanggng jawab bersama antara orang tua, masyarakat, dan Negara. clip_image002

Untuk merealisasikan tujuan tersebut, maka dalam pasal 31 UUD 1945 ditegaskan bahwa : tiap – tiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan, selanjutnya pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang – undang.

Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantab dan pendiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Makna tujuan pendidikan nasional tersebut adalah menumbuhkan, mengembangkan dan membina kepribadian manusia seutuhnya, serta memiliki jiwa Nasionalisme dan Patriotisme. Namun pada zaman sekarang ini anak generasi bangsa malah semakin sedikit memiliki jiwa Nasionalisme dan Patriotisme, ini dibuktikan dengan sedikitnya anak hafal dengan lagu kebangsaan Indonesia raya dan anak lebih suka dengan lagu keong racun atau lagu – lagu lain yang bertema cinta.Anak cenderung kurang suka dengan kebudayaan bangsa Indonesia karena mereka menganggap kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan kuno atau tradisional, sehingga kebudayaan Indonesia perlahan – lahan menghilang dan akibatnya kebudayaan kita diklaim oleh negara lain seperti kesenian reog Ponorogo,musik Angklung bahkan Batik. Perlu diketahui sikap Nasionalisme timbul pada waktu tertentu saja seperti pada waktu kejuaraan piala AFF. Nasionalisme anak Indonesia mengebu – gebu tapi setelah selesai kejuaraan, selesai pulalah sikap Nasionalisme anak Indonesia. Agar sikap Nasionalisme dan Patriotisme  tidak menghilang dan tetap tertanam di jiwa peserta didik , maka perlu diadakan suatu kegiatan untuk membentuk rasa Nasionalisme dan Patriotisme salah satunya kegiatan Gerakan Pramuka.

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun1993 bahwa Pendidikan Nasional harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa pahlawan, serta berorientasi masa depan.

Gerakan pramuka sebagai organisasi kepemudaan yang mempunyai visi dan misi untuk mengembangkan pendidikan di luar sekolah untuk menyiapkan generasi muda sebagai tunas bangsa, pandu pertiwi penerima tongkat estafet perjuangan para pendahulunya dalam melanjutkan perjuangan bangsa untuk mencapai cita – cita bangsa mencapai masyarakat yang adil dan makmur.

Sebagai organisasi kepemudaan yang mengembangkan pendidikan kepramukaan mempunyai kaitan erat sekali dengan pendidikan formal. Bahkan pendidikan kepramukaan merupakan ekstra kurikuler yang wajib dilaksanakan di setiap sekolah dasar dan menengah bahkan di sebagian perguruan tinggi baik negeri maupun swasta salah satu unit kegiatan memilih kegiatan ptamuka. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan kepramukaan urgensinya sangat tinggi dengan kebutuhan hidup manusia, bahkan pendidikan kepramukaan merupakan wujud dari usaha bela Negara.

Tujuan pendidikan kepramukaan adalah untuk mendidik para peserta didik atau siswa agar memiliki semangat persatuan dan kesatuan yang kuat, memiliki aktivitas yang tinggi dalam kedisiplinan, kemandirian, kejujuran, kerjasama, tanggungjawab, dan cinta tanah air. Dan Sekolah Dasar merupakan pendidikan awal agar peserta didik SD memiliki semangat persatuan dan kesatuan yang kuat, yang baik untuk menanamkan sikap Nasionalisme dan Patriotisme peserta didik.

Sekolah dasar (SD) merupakan salah satu lembaga pendidikan dasar yang memiliki fungsi sangat fundamental karena SD merupakan fundasi pendidikan pada jenjang berikutnya. Oleh karena itu, hendaknya dilakukan dengan cara – cara yang benar agar benar – benar mampu menjadi landasan yang kuat untuk jenjang pendidikan berikutnya. Sutama 2006 (dalam. Akbar, S, dkk, 2009 : 27).

Maka dari itu guru harus bisa menanamkan sikap Nasionalisme dan Patriotisme mulai dari awal, agar tidak lagu keong racun, susis, atau lagu – lagu yang bukan waktunya bagi anak SD.

Meskipun telah disadari bahwa semakin canggihnya teknologi juga yang juga mutlak diperlukan tetapi jangan sampai rasa Nasionalisme dan Patriotisme peserta didik luntur.

Untuk bisa mencapai tujuan tersebut Gerakan Pramuka  diperlukan agar bisa membendung hilangnya rasa Nasionalisme dan Patriotisme dan mampu meningkatkan rasa Nasionalisme dan Patriotisme peserta didik SD.

A.     Nasionalisme Dan Patriotisme

Untuk menerapkan semangat kebangsaan kepada generasi muda, diperlukan prinsip – prinsip Patriotisme dan Nasionalisme sejak dini. Tujuannya adalah agar nilai – nilai tersebut sungguh – sungguh dihayati dan diamalkan oleh segenap warga negara baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan sosial.

1.      Pengertian Nasionalisme

Nasionalisme adalah suatu paham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negara atas kesadaran keanggotaan/warga negara yang secara potensial bersama – sama mencapai, mempertahankan, dan, mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsanya.

·         Nasionalisme dalam arti sempit

Nasionalisme dalam pengertian ini dapat diartikan sebagai perasaan cinta terhadap bangsanya secara berlebihan sehingga memandang rendah bangsa dan suku bangsa lainnya. Nasionalisme dalam arti sempit sering disebut dengan jingoisme atau chauvinisme. Misalnya, bangsa Jerman di masa kekuasaan Adolf Hitler (1933 – 1945). Nasionalisme adalah sikap semangat mengorbankan untk melawan bangsa lain, chauvinisme adalah masa kebangsaan yang bersemangat dan bertindak agresif terhadap bangsa lain. Dari sikap Jingoistis dan Chauvinistis ini lahirlah imperialisme, yaitu tidak hanya ingin mengalahkan bangsa lain, melainkan ingin menguasai wilayah dan bangsa penghuninya. Menurut Hitler dalam bukunya Mein Kampf (Perjuanganku), bangsa Jerman (ras Arya) merupakan ras yang paling unggul dibandingkan ras lain. “Deustschland uber Alles in der Welt” (Jerman di atas segala – galanya dalam dunia). Namun, semangat nasionalisme yang sempit ini ditentang oleh bangsa – bangsa di seluruh dunia karena hanya mementingkan sekelompok bangsa atau golongan saja.

Contoh lain dari nasionalisme yang memiliki arti sempit adalah ketika negara italia di masa kekuasaan Mussolini (Benito Amilcare Andrea Mussolini, 1883 – 1945). Bentuk nasionalismenya dikenal dengan fasisme. Bagaimana dengan nasionalisme bangsa Indonesia ? Negara Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan adat istiadat yang berbeda – beda. Rasa nasionalisme bangsa Indonesia mungkin saja berkembang ke arah yang negatif apabila tidak di arahkan kepada persatuan dan kesatuan bangsa. Biasanya nasionalisme yang berlebihan terhadap suku bangsanya disebut dengan sukuisme, hal tersebut tidak kita inginkan.

·         Nasionalisme dalam arti luas

Nasionalisme dalam pengertian ini dapat diartikan sebagai perasaan cinta dan bangga terhadap tanah air dan bangsanya, tanpa memandang bangsa lain lebih rendah dari bangsa dan negaranya. Nasionalisme seperti ini lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negaranya demi menjalin hubungan kerja sama, keharmonisan maupun keselarasan antarbangsa dan negara di dunia. clip_image001

2.      Pengertian Patriotisme

Patriotisme adalah semangat dan jiwa yang dimiliki oleh seseorang untuk berkorban/rela berkorban demi nama suatu bangsa atau negara. Makna dan keberadaan patriotisme itu sendiri tidak dapat dipisahkan dengan Nasionalisme.

            Patriotisme menganjurkan kepada seluruh anggota suatu bangsa untuk selalu rela berkorban kepada negaranya sebagai tempat berpijak, tempat hidup, dan tempat untuk mencari penghidupan, sedangkan nasionalisme menganjarkan kepada kita untuk mencintai tanah air, bangsa, dan negara dengan segala apa yang dimilikinya. Namun, ada beberapa pengertian nasionalisme yang diartikan salah, sehingga muncul pengertian nasionalisme. Cara – cara untuk menunjukkan semangat kebangsaan di atas diperlukan keteladanan, pewarisan, dan pelaksanaan kewajiban. Keteladanan dapat diberikan di berbagai lingkungan kehidupan keluarga, masyarakat, sekolah, instansi pemerintah ataupun swasta.

·         Di lingkungan keluarga dan masyarakat

Peranan orang tua di dalam keluarga sangatlah penting. Pendidikan orang tua Sangat membantu perkembangan anak sejak dari lahir hingga beranjak dewasa. Selanjutnya perkembangan anak akan dipengaruhi oleh lingkungannya jadi, baik atau buruknya seorang anak melakukan filtrasi terhadap pengaruh luar dirinya bergantung pada perkembangan atau pendidikan di dalam keluarga.

Terkadang ada pula seorang anak yang memberi keteladanan bagi orang tuanya. Dapat pula tokoh masyarakat kepada pembantunya. Misalnya, memberi hewan kurban di hari raya idul adha, membayar pajak tepat waktu, membantu peningkatan taraf hidup warga di kampungnya atau kerja bakti di lingkungannya.

·         Di lingkungan sekolah

Keteladanan dapat diberikan oleh pamong sekolah, pengurus OSIS sampai pengurus kelas. Misalnya, melakukan sumbangan uang untuk membantu teman sekelasnya yang terkena musibah, membersihkan lingkungan sekolah, menjalin persahabatan dengan sekolah lain atau tidak melakukan tawuran pelajar.

·         Di lingkungan instansi pemerintah atau swasta

Keteladanan tokoh/pemimpin perusahaan yang dituakan (senioritas) akan sangat berpengaruh bagi karyawan dan karyawati lain. Misalnya, memprakarsai kegiatan donor darah, pengentasan kemiskinan, membantu korban bencana, atau berperilaku adil dan bijaksana.

·         Pewarisan

Rangkaian kegiatan yang merupakan bagian dari pewarisan antara lain adalah suka bekerja keras, ulet, tekun, membiasakan menabung, berperilaku hemat, atau sederhana. Kegiatan di atas, diharapkan nilai – nilai dibalik kegiatan tersebut akan membentuk kepribadian diri. Misalnya, tapak tilas, kunjungan museum, melaksanakan upacara bendera, disiplin diri, atau berjiwa kreatif.

·         Pelaksanaan kewajiban

Salah satu upaya menumbuhkembangkan jiwa – jiwa patriotisme dan nasionalisme adalah menciptakan peraturan perundang – undangan tentang bela negara. Peraturan yang mewajibkan peran serta rakyat dalam pembelaan negara di antaranya wajib militer (wamil), pendidikan bela negara atau kewajiban penggunaan barang – barang dalam negeri atau tidak mengimpor barang – barang dari luar negeri.


B.     GERAKAN PRAMUKA

1.      Pengertian Pendidikan Kepramukaan

Pengertian pendidikan kepramukaan adalah pendidikan luar sekolah yang dilaksanakan untuk mendidik pelajar dan generqasi muda dalam upaya mencapai tujuan nasional sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinia ke IV. Dengan demikian pendidikan kepramukaan yang merupakan lembaga pendidikan luar sekolah bersifat non formal yang yang merupakan bagian dari pendidikan nasional yang tidak terpisahkan.

Pendidikan kepramukaan yang diselenggraakan oleh gerakan pramuka sebagai lembaga pendidikan luar sekolah dengan menggunakan prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pendidikan bagi anka – anak dan pemuda guna menumbuhkan mereka agar menjadi generasi yang lebih baik. Sanggup bertanggungjawab terhadap bangsa dan Negaranya juga mampu membina dan mengisi kemerdekaan bangsa dengan melaksanakan pembangunan di segala bidang demi terwujudnya cita – cita perjuangan para pahlawan bangsa.

Pengertian pendidikan kepramukaan tersebut sesuai dengan pendapat crow tentang pengertian pendidikan yaitu : “pendidikan adalah peengalaman yang memberikan pengertian (insight) dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan ia berkembang” (Anshari dalam Croq,1983 :28).

Meskipun keberadaannya sebagai lembaga pendidikan luar sekolah, tapi peranannya dalam pendidikan nasional sangat urgen dan tidak boleh kita pandang sebelah mata, kita semua menyadari bahwa tri pusat pendidikan sebagaimana yang telah dikemukakan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara, yaitu:

1.      Pendidikan keluarga, yakni pendidikan yang dilaksanakan dalam lingkungan keluarga

2.      Pendidikan sekolah, yakni pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah

3.      Pendidikan masyarakat, yakni pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat

Dengan demikian gerakan kepramukaan pelaksanaannya selalu menggunakan prinsip dasar pendidikan kepramukaan turut serta mensukseskan tujuan pendidikan nasional terutama dalam usaha penguasaan sikap mental serta pembekalan ketrampilan bagi para siswa atau anggota pramuka. Gerakan pramuka merupakan lembaga pendidikan non formal yang keberadaan dan pelaksanaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat, keluarga dan sekolah dalam membantu proses kedewasaan anak maupun proses belajar mengajar di kelas.

2.      Tujuan Pendidikan Kepramukaan

Tujuan pendidikan kepramukaan pada dasarnya adalah sama dengan tujuan gerakan pramuka di Indonesia yakni untuk mendidik dan membina kaum muda Indonesia agar menadi :

  1. Manusia berkepribadian, berwatak, dan berbudi pekerti luhur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kuat mental dan tinggi moral, tinggi kecerdasan dan ketrampilannya, kuat dan sehat jasmaninya

  2. Warga Negara republik Indonesia yang berjiwa Pancasila, setia dan patuuh kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna yang dapat membangun dirinya sendiri secara mandiri serta bersama – sama bertanggungjawab  atas pembangunan bangsa dan Negara, memiliki kepedulian terhadap sesame hidup dan alam lingkungan baik local, nasional maupun internasional.

Di samping tujuan yang bersifat umum tersebut di atas pendidikan kepramukaan juga memberika pendidikan untuk mendidik sikap mental yang kuat, menanamkan kedisiplinan yang tinggi serta kemandirian sebagaimana yang tercantum dalam semboyan pramuka yaitu Dasa Dharma Pramuka.

3.      Fungsi Pendidikan Kepramukaan

Fungsi geraka pramuka adalah sebagai lembaga pendidikan luar sekolah dan luar keluarga serta sebagai wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda, menerapkan prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan serta sistem among yang pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan kepentingan dan perkembangan bangsa serta masyarakat.

Gerakan kepramukaan ini merupakan organisasi kependidikan yang anggotanya abersifat sukarela tidak membedakan suku, ras, agama, dan golongan serta non partisan, yakni tidak terlibat dalam politik praktis namun mengembangkan politik kebangsaan yang mengokohkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan demikian pendidikan kepramukaan bersifat demokrasi artinya memberikan kebebasan kepada semua anggotanya untuk beraktivitas dalam koridor aturan yang berlaku dan sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga gerakan pramuka. Dalam gerakan pramuka memberikan jaminan kemerdekaan anggotanya memeluk agama dan kepercayaannya masing – masing dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing – masing.

Pendidikan kepramukaan bersifat riang gembira dengan maksud untuk menumbuhkan keberanian peserta didik berkreativitas.

Pendidikan kepramukan  berusaha mencapai tujuannya dengan melakukan kegiatan sebagai berikut :

a.    Menanamkan dan menumbuhkan mental, moral, watak, sikap, dan perilaku yang luhur melalui :

1.      Pendidikan agama untuk meningkatkan iman dan ketakwaan kepada tuhan Yang Maha Esa menurut agamanya masing – masing (Dharma ke satu Pramuka itu kepada Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa)

2.      Kerukunan hidup beragama antar umat seagama, antar umat yang berbeda agama.

3.      Penghayatan dan pengamalan pancasila untuk memantapkan jiwa pancasila dan mempertebal kesadaran sebagai warga negara yang bertanggungjawab terhadap kehidupan dan masa depan bangsa dan negara.

4.      Kepedulian terhadap sesama hidup dan alam semesta sebagaimana Dharma kedua cinta alam dan kasih sayang sesama manusia

5.      Pembinaan dan pengembangan minat terhadap kemajuan teknologi dengan keimanan dan ketakwaan.

b.      Memupuk dan mengembangkan rasa cinta dan setia kepada tanah air dan bangsa.

c.       Memupuk dan mengembangkan persatuan dan persahabatan baik nasional maupun internasional.

d.      Memupuk dan mengembangkan persaudaraan dan persahabatan baik nasional maupun internasional.

e.       Menumbuhkan pada para anggota rasa percaya diri sikap yang kreatif dan inovatif, rasa tanggung jawab dan disiplin.

f.       Menumbuhkembangkan jiwa dan kewirausahaan.

g.       Memupuk dan mengembangkan kepemimpinan.

h.      Membina dan melatih kesehatan jasmani dan rohani, panca indera, daya pikir, penelitian, kemandirian dan sikap otonomi, ketrampilan dan hasta karya.

Selanjutnya kegiatan – kegiatan tersebut di atas dilaksanakan dengan melalui berbagai cara mencakup hal – hal sebagai berikut :

a.       Kepramukaan ialah proses pendidikan luar sekolah dan di luar keluarga, dalam bentuk kegiatan yang menarik menyenangkan, sehat, etratur, terarah, praktis, yang dilakukan di alam terbuka dengan prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan yang sasaran akhirnya adalah untuk pembentukan watak.

b.      Menyelenggarakan dan berpartisipasi dalam pertemuan dan perkemahan baik lokal, nasional, maupun internasional untuk memupuk rasa persahabatan, persaudaraan dan perdamaian.

c.       Menyelenggarakan kegiatan bakti mesyarakat dan ekspedisi.

d.      Mengadakan kemitraan, kerjasama denga organisasi kepemudaan lain untuk memupuk dan mengembangkan semangat kepeloporan dan pengabdian kepada masyarakat, baik lokal, nasional maupun internasional.

e.       Mengadakan kerjasama baik dengan instasi pemerintah, maupun swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan nasional.

f.       Memasyarakatkan gerakan pramuka dan kepramukaan khususnya di kalangan kaum muda.

g.       Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan, pelatihan dan kegiatan.

h.      Mengadakan usaha – usaha lain yang sesuai dengan tujuan gerakan pramuka yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

4.      Sistem Dan Materi Pendidikan Kepramukaan

Menurut Abbas (1994 : 49-50) merupakan bahwa sistem disini dimaksudkan cara menata dan mengatur sesuatu yang berkaitan dan berkesinambungan sistem pendidikan dalam gerakan pramuka adalah sistem yang mengatur dan menata proses pendidikan bagi anggota pramuka gerakan pramuka

Sebagai wadah pendidikan non formal. Gerakan pramuka menggunakan prinsip dasar mendidik kepramukaan. Proses pendidikan kepramukaan pada hakikatnya berbentuk kegiatan menarik yang mengandung pendidikan. Bertujuan pendidikan ditandai nilai – nilai pendidikan, dilaksanakan di luar lingungan pendidikan sekolah, dengan menggunakan prinsip dasar metode pendidikan kepramukaan. Pendidikan kepramukaan sesuai dengan gagasan penciptanya Lord Baden Powell yang mulai dituangkan dalam buku Scouting for Boys. Pada dasarnya ditujukan pada pembinaan anak – anak dan pemuda, jadi bukan pendidikan untuk orang dewasa. Namun untuk mennunjang keberhasilan pembinaan peserta didik itu, perlu adanya pendidikan untuk orang dewasa, yang akan bertindak sebagai pamong dengan sikap sesuai dengan sistem among. Membawa peserta didik ke tujuan Gerakan Pramuka. Dengan demikian fungsi pendidikan kepramukaan akan berbeda, yaitu untuk anak – anak dan pemuda berfungsi sebagai permainan atau kegiatan yang menarik, sedang bagi yang dewasa merupakan pengabdian dari para sukarelawan.

  1. Sistem pendidikan bagi peserta didik

Proses pendidikan bagi peserta didik ditujukan pada pencapaian tujuan gerakan pramuka. Proses pendidikan ini dilakukan dalam bentuk kegiatan yang dilaksanakan dari, oleh dan untuk peserta didik dalam lingkungan alam mereka sendiri, dipimpin oleh mereka sendiri tetapi di bawah bimbingan dan tanggungjawab orang dewasa sebagai pembinanya.

       Dengan berpedoman pada pola dasar pendidikan kepramukaan yang berisi sistem pendidikan menyeluruh dan terpadu, serta melalui proses penyampaian materi bagi peserta didik dengan menggunakan prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan, sistem among, dan saling asah, dan asuh, maka materi pendidikan yang disampaikan disesuaikan dengan tingkat serta jenjang berdasarkan usia peserta didik yang terbagi antara siaga, penggalang, penegak dan pandega.

Adapun penyampaian materi kegiatan kepramukaan menggunakan kurikulum pramuka yang diterjemahkan dalam sistem pembelajaran syarat – syarat kecakapan umum (SKU) dan syarat kecakapan khusus (SKK) disetiap tingkatan mulai dari tingkat siaga, penggalang, penegak, dan pandega. Sku dan SKK yang menjadi syarat untuk kenaikan tingkat dalam pendidikan kepramukaan dapat dilaksanakan atas dasar kesepakatan dengan para pembina damping pada masing – masing gugus depan. Jika peserta didik dianggap telah memenuhi syarat yang telah ditentukan, maka peserta didik berhak menyandang status keanggotaannya pada tingkatan yang ditentukan dan dituangkan dalam tanda – tanda kecakapan umum (TKU) serta tanda kecakapan khusus (TKK).

Proses prndidikan untuk peserta didik ini diatur melalui syarat kecakapan umum (SKU) dan syarat – syarat kecakapan khusus (SKU) serta pramuka garuda. SKU adalah syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pramuka, sedangkan SKK merupakan syarat pilihan yang dapat dipilih secara bebas oleh masing – masing Pramuka.

Dengan SKU dan SKK peserta didik secara tidak langsung dibawah bergerak, setingkat demi setingkat menuju tujuan Gerakan Pramuka.

Dalam proses pendidikan kepramukaan terdapat jenjang tingkatan sesuai dengan usia peserta didik, yakni :

  1. Untuk pramuka Siaga (usia 7 – 10 tahun) ada tingkat syarat kecakapan umum, yaitu :

1.      Siaga Mula

2.      Siaga Bantu

3.      Siaga Tata

Sejak tingkat siaga Bantu, seorang Pramuka Siaga dapat mencapai syarat kecakapan khusus sebanyak – banyaknya, sesuai dengan minat bobot dan pilihannya. SKK siaga hanya ada satu tingkat, terdiri atas bermacam – macam kecakapan.

Seorang siaga Tata yang memenuhi kecakapan dan persyaratan tertentu dapat mencapai Pramuka Siaga Garuda.

b.      Untuk Pramuka Penggalang (usia 11 – 15 tahun), ada tiga tingkatan Syarat Kecakapan Umum, yaitu :

1.      Penggalang Ramu

2.      Penggalang Rakit

3.      Penggalang Terap

Sejak tingkat penggalang rakit, seorang Pramuka Penggalang dapat mencapai Syarat Kecakapan Khusus sesuai dengan pilihannya.

Seorang penggalang Terap yang memenuhi kecakapan dan persyaratan tertentu, dapat mencapai Pramuka Penggalang Garuda.

c.       Untuk Pramuka Penegak (usia 16 – 20 tahun), ada dua tingkat Syarat Kecakapan Umum, yaitu :

1.      Penegak Bantara

2.      Penegak Laksana

Baik Penegak Bantara maupun Penegak Laksana, keduanya dapat mencapai Syarat Kecakapan Khusus sesuai dengan pilihannya. Seorang Penegak Laksana yang memenuhi syarat tertentu, dapat mencapai Pramuka Penegak Garuda.

d.      Untuk Pramuka Pandega (usia 21 – 25 tahun) hanya ada satu tingkatan Syarat Kecakapan Umum, yaitu Pandega. Sesudah dilantik Pandega ia dapat mencapai Syarat Kecakapan Khusus sesuai dengan pilihannya. Pramuka Pandega yang memenuhi syarat tertentu, dapat mencapai Pramuka Pandega Garuda.

2.      Sistem pendidikan bagi orang dewasa.

Pendidikan bagi orang dewasa dalam Gerakan Pramuka ditujukan kepada pemberian bekal kemampuan, agar orang itu dapat mengabdikan dirinya secara sukarela dan aktif menjalankan kewajibannya sebagai Pembantu Pembina Pramuka, Pembina Pramuka, Pelatih Pembina Pramuka, Pembantu Andalan, anggota Majelis Pembimbing dan Staf Kwartir.

Pendidikan formal bagi orang dewasa berbentuk kursus – kursus seperti :

a.       Kursus Orientasi Singkat, Sedang, dan Lengkap.

b.      Kursus Pembina Pramuka Mahir, yaitu : Kursus Pembina Pramuka Mahir tingkat Dasar selama 90 jam pelajaran, dan Kursus Pembina Pramuka Mahir tingkat Lanjutan selama 100 jam pelajaran.

c.       Kursus Pelatih Pembina Pramuka

Kursus ini diperuntukan bagi para Pembina Pramuka Mahir (lengkap) yang berbakat dan bersedia menjadi Pelatih Pembina Pramuka. Kursus Pelatih Pembina Pramuka dibagi menjadi dua tingkat, yaitu :

1.      Kursus Pelatih Dasar atau KPD (1 minggu)

2.      Kursus Pelatih Lanjutan atau KPL (1 minggu)

Dengan adanya penjenjangan tingkat pendidikan dalam Gerakan Pramuka tersebut, maka pendidikan kepramukaan selalu mengikuti tingkat perkembangan jiwa, mental, intelektual dan emosional peserta didik.

C.     Pengaruh Pendekatan Gerakan Pramuka Dalam Meningkatkan Sikap Nasionalisme Dan Patriotisme Peserta Didik

Anggota Gerakan Pramuka sebagai bagian generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan salah satu sumber insani bagi pembangunan nasional baik pembangunan kesejahteraan maupun pembangunan pertahanan keamanan. Oleh karena itu perlu ditingkatkan upaya pembinaan dan pengembangan pendidikan kepramukaan secara terus menerus dalam rangka sistem pendidikan nasional yang sekaligus mencakup Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Gerakan Pramuka merupakan suatu lembaga pendidikan luar sekolah menunjang pendidikan di lingkungan keluarga dan di lingkungan sekolah yang mempunyai tujuan sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.

Untuk mewujudkan generasi muda yang mandiri, berdaya saing, dan berakhlak mulia, gerakan Pramuka memiliki peran yang sangat penting dan menentukan. Gerakan Pramuka memberi ruang, wadah, dan media dalam membangun generasi muda yang memiliki karakter, kepribadian, dan watak yang kuat. Gerakan Pramuka memberi ruang untuk membangun generasi muda yang cerdas, tangguh, luhur budi pekertinya, serta rukun, dan bersatu. Gerakan pramuka juga menduduki peran yang makin penting di era global sekarang ini. Era globalisasi telah menghadirkan tumbuhnya gejala universalisme dan transnasionalisme yang kian menguat. Globalisasi juga berpotensi menumbukan gejala denasionalisme atau melemahnya rasa kebangsaan. Gerakan Pramuka dengan ragam kegiatan yang bernuansa cinta tanah air memegang peran penting untuk mempertebal semangat nasionalisme di tengah-tengah fenomena globalisasi itu (Presiden SBY dalam sambutan acara pembukaan perkemahan santri nusantara 2009 Jatinagor, Jawa Barat 17 Juni 2009)

 

Referensi :

Chotib, dkk. 2007. Kewarganegaraan 1 menuju masyarakat madani untuk kelas X, Jakarta : PT. Ghalia Indonesia.

Akbar, S, dkk. 2009. Prosedur Penyusunan Laporan dan Artikel, Malang : Cipta Media Aksara.

Yudhoyono, S.B. 2009, sambutan acara pembukaan perkemahan santri nusantara 2009 Jatinagor. (http://www.facebook.com/topic.php?uid=90023874156&topic=9991/diakses 22 Januari 2011)

Abbas, M. Amin, dkk, 1994. Pedoman Lengkap Gerakan Pramuka. Halim Jaya. Surabaya.

Tesis : Aman. Pengaruh Aktivitas Siswa dalam pendidikan kepramukaan dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar PKn siswa Kelas VIII SMP negeri 1 karanggeneng kabupaten lamongan tahun pelajaran 2007/2008

IDENTITAS PENGIRIM

clip_image002[5]Judul Artikel : Meningkatkan Sikap Nasionalisme Dan Patriotisme Kepada Peserta Didik Sd Melalui Pendekatan Gerakan Pramuka

Nama Pengarang : Nur Affandi, S.Pd

Nomor Identitas, NIP, NIY : 3514140908880001

Institusi Kerja : SD Negeri Kedungboto Beji Kabupaten Pasuruan

Email : nur_affandi@yahoo.co.id

Alamat Blog : msd100.blogspot.com

Facebook : nur affandi

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 28 Mei 2013

PENANAMAN NILAI-NILAI KEBANGSAAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

PENANAMAN NILAI-NILAI KEBANGSAAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Oleh : Heru Supriyanto *

Pendahuluan

Sejarah adalah pengalaman kelompok manusia. Jika sejarah dilupakan atau diabaikan, kita sebenarnya berhenti menjadi manusia. Tanpa sejarah, manusia tidak mempunyai pengetahuan tentang dirinya, terutama dalam proses ada dan mengada. Manusia yang demikian tidak mempunyai memori / ingatan, sehingga pada dirinya tidak dapat dituntut suatu tanggung jawab. image

Untuk itu, manusia yang punya rasa tanggung jawab, biasanya menyadari kedudukan sejarah sebagai suatu yang urgen dalam kehidupan terutama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.[1] Masyarakat yang melupakan sejarah bagaikan seseorang yang mengidap penyakit amnesia, meraba-raba dalam kegelapan untuk mencari identitas.

Manusia yang telah menyadari dirinya sosok manusia yang utuh tidak mau mengelak dari tanggung jawab. Sejarah adalah hak prerogratif manusia. Eksistensinya baru dianggap ada bila dapat mengaktualisasikan sejarah.[2]  Dirinya rela menghadapi resiko keamanan diri asal dapat mengaktualisasikan kebebasan. Kebebasan dihayati sebagai proses untuk mencari dan menegakkan peluang membuka katub-katub kognisi yang tersumbat dapat terjadi. Sekarang ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam suatu peristiwa sejarah dapat diaktualisasikan melalui pembelajaran sejarah. Realitas di kalangan siswa (pelajar) minat terhadap pelajaran sejarah sangat rendah. Sebagian besar dari mereka mengeluh dalam hal materi / literature yang harus dibaca dalam pembelajaran sejarah. Selain itu adalah dalam penyampaian materi pelajaran sejarah yang bisa menumbuhkan kesan yang mendalam dan bernilai.

Pemahaman sejarah perlu dimiliki setiap orang sejak dini agar mengetahui dan memahami makna dari peristiwa masa lampau sehingga dapat digunakan sebagai landasan sikap dalam menghadapi kenyataan pada masa sekarang serta menentukan masa yang akan datang. Artinya sejarah perlu dipelajari sejak dini oleh setiap individu baik secara formal maupun nonformal, Keterkaitan individu dengan masyarakat atau bangsanya memerlukan terbentuknya kesadaran pentingnya sejarah terhadap persoalan kehidupan bersama seperti: nasionalisme, persatuan, solidaritas dan integritas nasional. Terwujudnya cita-cita suatu masyarakat atau bangsa sangat ditentukan oleh generasi penerus yang mampu memahami sejarah masyarakat atau bangsanya[3].    

Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Tak hanya itu, sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai: keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin kita, sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah, kita dapat mempelajari apa saja yang memengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban. Kita juga dapat mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam, sepanjang zaman.

Salah satu kutipan yang paling terkenal mengenai sejarah dan pentingnya kita belajar mengenai sejarah ditulis oleh seorang filsuf dari Spanyol, George Santayana. Katanya: "Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya."

Filsuf dari Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan dalam pemikirannya tentang sejarah: "Inilah yang diajarkan oleh sejarah dan pengalaman: bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar apa pun dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya." Kalimat ini diulang kembali oleh negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill, katanya: "Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa kita tidak benar-benar belajar darinya."[4]

Pandangan yang lain lagi menyatakan bahwa kekuatan sejarah sangatlah besar sehingga tidak mungkin dapat diubah oleh usaha manusia. Atau, walaupun mungkin ada yang dapat mengubah jalannya sejarah, orang-orang yang berkuasa biasanya terlalu dipusingkan oleh masalahnya sendiri sehingga gagal melihat gambaran secara keseluruhan.

Masih ada pandangan lain lagi yang menyatakan bahwa sejarah tidak pernah berulang, karena setiap kejadian sejarah adalah unik. Dalam hal ini, ada banyak faktor yang menyebabkan berlangsungnya suatu kejadian sejarah; tidak mungkin seluruh faktor ini muncul dan terulang lagi. Maka, pengetahuan yang telah dimiliki mengenai suatu kejadian di masa lampau tidak dapat secara sempurna diterapkan untuk kejadian di masa sekarang. Tetapi banyak yang menganggap bahwa pandangan ini tidak sepenuhnya benar, karena pelajaran sejarah tetap dapat dan harus diambil dari setiap kejadian sejarah. Apabila sebuah kesimpulan umum dapat dengan seksama diambil dari kejadian ini, maka kesimpulan ini dapat menjadi pelajaran yang penting. Misalnya: kinerja respon darurat bencana alam dapat terus dan harus ditingkatkan; walaupun setiap kejadian bencana alam memang, dengan sendirinya, unik.

Sejarah dan Pembelajaran

Kalau kita bicara tentang sejarah, tentunya kita harus mengetahui dulu apa itu sejarah. ada beberapa pendapat yang memberi definisi mengenai sejarah. Kata sejarah secara harafiah berasal dari kata Arab (ลกajaratun) yang artinya pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh . Adapun kata tarikh dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah waktu atau penanggalan. Kata Sejarah lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history, yang berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah Geschichte yang berarti sudah terjadi.

Dalam istilah bahasa-bahasa Eropa, asal-muasal istilah sejarah yang dipakai dalam literatur bahasa Indonesia itu terdapat beberapa variasi, meskipun begitu, banyak yang mengakui bahwa istilah sejarah berasal-muasal,dalam bahasa Yunani historia. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan history, bahasa Prancis historie, bahasa Italia storia, bahasa Jerman geschichte, yang berarti yang terjadi, dan bahasa Belanda dikenal gescheiedenis.[5]

Ilmu sejarah mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Masa lampau memiliki pengertian yang sangat luas, bisa berarti satu abad yang lalu, puluhan tahun yang lalu, sebulan yang lalu, sehari yang lalu atau sedetik yang lalu, bahkan waktu sekarang ketika sedang membaca tulisan ini akan menjadi masa lampau. Kita harus menyadari bahwa rangkaian peristiwa sejarah sejak adanya manusia sampai sekarang adalah peristiwa yang berkelanjutan atau berkesinambungan (continuity).Roeslan Abdul Ghani mengatakan bahwa ilmu sejarah ibarat penglihatan terhadap tiga dimensi, yaitu pertama, penglihatan ke masa silam, kedua ke masa sekarang dan ketiga ke masa depan (to study history is to study the past to built the future). Dengan demikian, mempelajari peristiwa-peristiwa sejarah akan selalu terkait dengan “waktu’ (time) yang terus bergerak dari masa sebelumnya ke masa-masa berikutnya serta melahirkan peristiwa-peristiwa yang baru yang saling terkait sehingga perjalanan sejarah tidak pernah berhenti (stagnan). Ilmu sejarah juga mengenal adanya konsep ”perubahan” (change) kehidupan sejak adanya manusia sampai sekarang yang berlangsung secara lambat (evolusi) ataupun berlangsung dengan cepat (revolusi).

Perlu diingat bahwa sejarah sebagai peristiwa tentunya memiliki nilai-nilai yang bisa kita petik sebagai sesuatu yang berharga (bernilai) dan sangat berperan di dalam kehidupan bangsa kita. Dengan belajar dari peristiwa-peristiwa sejarah dalam perjalanan hidup bangsa kita tentunya kita bisa mengambil manfaat sebab apa dan bagaimana peristiwa itu tejadi, apa akibatnya bagi kehidupan masyarakat kita, yang tentunya akan bisa memetik hikmah bagaimana langkah kita ke depan. Sejarah adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan melalui rekonstruksi masa kini. Oleh sebab itu, peristiwa sejarah tidaklah akan berdiri sendiri, tetapi akan senantiasa membawa pengaruh terhadap peristiwa-peristiwa selanjutnya.

Saat ini yang perlu kita pikirkan bagaimana proses pembelajaran dari setiap peristwa sejarah itu bisa lebih bermakna? Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau berdasarkan metode dan metodologi tertentu. Terkait dengan pendidikan di sekolah dasar hingga sekolah menengah, pengetahuan masa lampau tersebut mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian peserta didik. Mata pelajaran Sejarah telah diajarkan pada pendidikan dasar sebagai bagian integral dari mata pelajaran IPS, sedangkan pada tingkat pendidikan menengah diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri.

Mata pelajaran Sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pembentukan kepribadian nasional beserta identitas dan jati diri tidak akan terwujud tanpa adanya pengembangan kesadaran sejarah sebagai sumber inspirasi dan aspirasi. Kepribadian nasional, identitas, dan jati diri berkembang melalui pengalaman kolektif bangsa, yaitu proses sejarah. Materi sejarah, sesuai dengan Permen Diknas no 22 tahun 2006:

1.  Mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik

2.  Memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan

3. Menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa.

4.   Sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

5.   Berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.[6]

Pada dasarnya ada 2 tujuan pembelajaran sejarah , yaitu : tujuan yang bersifat ilmiah akademik sebagaimana disajikan dalam pendidikan profesional di perguruan tinggi, dan tujuan pragmatis yang digunakan sebagai sarana pendidikan dijenjang pendidikan dasar dan menengah

Dalam Permen Diknas No 22 tahun 2006 mengenai STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH, disebutkan bahwa tujuan pembelajaran sejarah adalah sebagai berikut :

1. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan

2.  Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan

3.  Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau

4.  Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang

5.  Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional.[7]

Dalam kenyataan, pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah banyak menghadapi kendala seperti lemahnya penggunaan teori, miskinnya imajinasi, acuan buku teks dan kurikulum yang state oriented, serta kecenderungan untuk tidak memperhatikan fenomen globalisasi berikut latar belakang historisnya. Pembelajaran sejarah juga tidak disertai percikan imajinasi yang membuat tinjauan akan peristiwa masa lalu menjadi lebih hidup dan menarik. Yang cukup memprihatinkan , pengajaran sejarah senantiasa dikaitkan dengan kepentingan negara yang berakibat munculnya teks sejarah yang anakronisktik dan sarat dengan kepentingan penguasa. Masalah ini mengakibatkan ketidamampuan peserta didik melakukan abstraksi terhadap rangkaian peristiwa yang sedang dipelajari dan menghubungkannya dengan dinamika global.[8]

Pembelajaran sejarah tidak menarik dan membosankan akibat banyaknya materi, metode ceramah, atau kejar target kurikulum. Untuk itu diperlukan beberapa alternatif pendekatan, antara lain pembelajaran kontekstual yang menekankan pemecahan masalah, penekanan pada isu, dan mengembangkan ide interdisiplin dan perbandingan. Selain itu model analisis teks, dan bernarasi juga perlu dikembangkan[9]. Belajar sejarah berarti peserta didik mampu berpikir kritis dan mampu mengkaji setiap perubahan di lingkungannya, serta memiliki kesadaran akan perubahan dan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa sejarah.[10]

Nilai Strategis Pembelajaran Sejarah

Orang tidak akan belajar sejarah kalau tidak ada gunanya. Kenyataan bahwa sejarah terus ditulis orang di semua peradaban dan sepanjang waktu, sebenarnya cukup menjadi bukti bahwa sejarah itu perlu.[11] image

Sekarang ini yang paling penting adalah bagaimana sejarah yang diajarkan di sekolah bisa memiliki peran strategis di dalam menanamkan nilai-nilai di dalam diri siswa sehingga memiliki kesadaran terhadap eksistensi bangsanya. Dalam pembangunan bangsa pengajaran sejarah tidak semata-mata berfungsi untuk memberi pengetahuan sejarah sebagai kumpulan informasi fakta sejarah, tetapi juga bertujuan menyadarkan anak didik atau membangkitkan kesadaran sejarahnya.[12]

Untuk mengemas pendidkan sejarah sehingga dapat menghasilkan internalisasi nilai diperlukan adanya pengorganisasian bahan yang beraneka ragam serta metode sajian yang bervariasi. Di samping itu gaya belajar subjek didik juga perlu mendapat perhatian, agar tidak kehilangan bingkai moral dan afeksi dari seluruh tujuan pengajaran yang telah ada. Karena tanpa bingkai moral, pengajaran sejarah yang terlalu mengedepankan aspek kognitif tidak akan banyak pengaruhnya dalam rangka memantapkan apa yang sering disebut sebagai jati diri kepribadian bangsa.[13]

Pendidikan sejarah merupakan bagian integral dari usaha penanaman nilai-nilai yang fungsional untuk menanamkan pengetahuan. Pendidikan sejarah perlu mentransfer nilai-nilai etik dan moral yang mendasari cara berfikir, cara bersikap, dan berperilaku seseorang untuk mewujudkan keharmonisan kehidupan individu, kelompok masyarakat atau bangsa dalam membangun perdamaian, toleransi dan kesediaan menerima perbedaan. Jelas kiranya bahwa sejarah memiliki nilai didaktis yang mengajak generasi berikutnya dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari pengalaman nenek moyangnya. Lagi pula, agar suri tauladan mereka dapat menjadi model bagi keturunannya.

Nilai didaktik pengetahuan sejarah dalam pendidikan masa kini, kecuali membangkitkan kesadaran sejarah juga meningkatkan proses rasionalisasi serta melepaskan pikiran mitologis. Sejarah yang antroposentris menempatkan peran manusia sebagai pelaku dalam proses sejarah.[14] Sudah barang tentu pengajaran sejarah membudayakan pada diri anak didik perspektif sejarah yang memberi kemampuan untuk melihat bahwa segala sesuatu adalah produksi dari perkembangan masa lampau.

Oleh karena itu, pemahaman sejarah perlu dimiliki setiap orang sejak dini agar mengetahui dan memahami makna dari peristiwa masa lampau sehingga dapat digunakan sebagai landasan sikap dalam menghadapi kenyataan pada masa sekarang serta menentukan masa yang akan datang. Artinya sejarah perlu dipelajari sejak dini oleh setiap individu baik secara formal maupun nonformal, Keterkaitan individu dengan masyarakat atau bangsanya memerlukan terbentuknya kesadaran pentingnya sejarah terhadap persoalan kehidupan bersama seperti: nasionalisme, persatuan, solidaritas dan integritas nasional. Terwujudnya cita-cita suatu masyarakat atau bangsa sangat ditentukan oleh generasi penerus yang mampu memahami sejarah masyarakat atau bangsanya.

Eksistensi bangsa termasuk bangsa Indonesia mutlak harus dipertahankan dalam kehidupan masyarakat bangsa dunia. Pembangunan karakter bangsa (national character building) menjadi alternatif dalam mewujudkan generasi bangsa yang memahami jati diri bangsanya secara komprehensif. Salah satu upaya pembangunan karakter bangsa dapat dilakukan melalui pendidikan sejarah yang mulai diberikan sejak pendidikan dasar. Pendidikan sejarah diharapkan dapat memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode dalam upaya pembentukan sikap dan perilaku siswa.

Sudah saatnya bahwa pembelajaran sejarah di sekolah tidak lagi menampilkan fakta dan kronologi suatu peristiwa, tetapi juga perlu ditampilkan nilai-nilai yang bisa diambil dari suatu peristiwa. Perlu kiranya guru meningkatkan teknik penyajian materi sejarah yang bisa menarik perhatian peserta didik, antara lain penguasaan bahasa sebaik-baiknya, perluasan pengetahuan lewat pembacaan terus-menerus, gairah dan minat tulen terhadap objek studinya, pemakaian alat-alat bantu pegajaran, dan selalu up-to-date dengan kejadian-kejadian masa kini.[15]


Penutup

Proses globalisasi yang ditunjang dengan seperangkat piranti komunikasi dan informasi yang canggih, potensial menimbulkan seseorang mengalami dislokasi dan disorientasi. Identitas diri dan cultural sering kabur, karena adanya pelbagi ledakan kultural yang seringkali mengejutkan. Perubahan sosial yang bergitu cepat membutuhkan kepribadian yang kuat. Suatu pribadi yang mempunyai pijakan yang kuat dan orientasi yang jelas. Salah satu wahana untuk dapat mengatasi hal tersebut adalah memahami akar sejarah (historical roots) masyarakat secara utuh.

Sejarah dapat memberi kontribusi pada kehidupan masyarakat luas pada umumnya dan peserta didik pada khusunya. Sejarah sangat diperlukan bagi proses pendidikan, terutama untuk memberi aspirasi dalam melatih kekuatan pikiran. Dengan cara tersebut peserta didik dapat terbuka pikirannya serta menyadari apa yang telah dilakukan, dipikirkan dan ditemukan orang.

Dalam rangka pengembangan pengajaran sejarah agar lebih fungsional dan terintegrasi dengan berbagai bidang keilmuan lainnhya, maka terdapat berbagai bidang yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Untuk menjawab tantangan masa depan, kreativitas dan daya inovatif diperlukan agar bangsa Indonesia bukan sekedar menjadi konsumen IPTEK, konsumen budaya, maupun penerima nilai-nilaia dari luar secara pasif, melainkan memiliki keunggulan komparatif dalam penguasaan IPTEK. Di sinilah peran guru adalah mendorong vitalitas dan kreativitas siswa untuk mengembangkan diri, sehingga siswa memiliki kesempatan untuk belajar dengan daya intelektualnya sendiri.

2. Perlunya proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara terencana untuk meningkatkan dan membangkitkan upaya kompetitif siswa dalam mengembangkan daya krativitasnya. Siswa diberi kesempatan untuk terlibat dalam proses belajar mengajar yang memberikan pengalaman bagaimana siswa berkerjasama dengan siswa lain, sehingga dapat membentuk sikap kooperatif dan ketahanan bersaing dengan pengalaman nyata.

3. Dalam proses belajar mengajar guru harus memberi arahan yang jelas agar siswa dapat memecahkan masalah secara logis dan ilmiah, sehingga dapat memacu proses pengembangan kematangan intelektualnya.

4. Siswa harus diberi internalisasi dan keteladanan, dimana siswa dapat berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Fenomena ini dalam hal-hal tertentu dapat membentuk semangat loyalitas, toleransi, dan kemampuan adaptabilitas yang tinggi.[16]

Pengajaran sejarah sebagai sub sistem dari sistem kegiatan pendidikan merupakan sarana efektif untuk meningkatkan integritas dan kepribadian bangsa melalui proses belajar mengajar. Di dalam pengajaran sejarah, masih banyak kiranya hal yang perlu dibenahi, misalnya tentang porsi pengajaran sejarah yang berasal dari ranah kognitif dan afektif. Kedua ranah itu harus selalu ada dalam pengajaran sejarah. Masih diperlukan proses aktualisasi nilai-nilai sejarah dalam kehidupan yang nyata. Dengan kata lain, sejarah tidak hanya berfungsi bagi proses pendidikan yang menjurus ke arah pertumbuhan dan pengembangan karakter bangsa apabila nilai-nilai sejarah tersebut belum terwujud dalam pola-pola perilaku yang nyata.

CATATAN KAKI


[1] Haryono. Mempelajari Sejarah Secara Efektif,  Jakarta : Pustaka Jaya. 1995. Hal. 1.

[2] Ibid. hal. 46.

[3] http://suciptoardi.wordpress.com/category/kuliah/guru-sejarah/

[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah

[5]http://adeirawan74.wordpress.com

[6] http://rufmania.multiply.com

[7] Ibid.

[8]Baskara T Wardaya, dalam seminar sehari “Nation Building dalam Pusaran Arus Globalisasi: Sebuah Revitalisasi Kesadaran Sejarah dan Pembelajaran Sejarah” di Universitas Sanata Dharma, 9 Desember 2005. Dalam http://rufmania.multiply.com/journal/

[9]Helius Samsudin , dalam seminar sehari “Nation Building dalam Pusaran Arus Globalisasi: Sebuah Revitalisasi Kesadaran Sejarah dan Pembelajaran Sejarah” di Universitas Sanata Dharma, 9 Desember 2005. Dalam http://rufmania.multiply.com/journal/

[10]Diana Nomida Musnir, dalam seminar sehari “Nation Building dalam Pusaran Arus Globalisasi: Sebuah Revitalisasi Kesadaran Sejarah dan Pembelajaran Sejarah” di Universitas Sanata Dharma, 9 Desember 2005. Dalam http://rufmania.multiply.com/journal/

[11]Kuntowijoyo, 2001, Pengantar Ilmu Sejarah, Cetakan ke-4, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, hal. 20.

[12] Sartono Kartodirdjo, 1993, Pendekatan ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hal. 248.

[13]Aman, “Di Seputar Sejarah dan Pendidikan Sejarah” dalam Jurnal Informasi, No. 1 XXXVII Th. 2011, hal. 39.

[14] Kartodirdjo, op.cit. hal. 253.

[15] Ibid, hal. 256.

[16]Aman, op.cit. hal. 43 – 44.

 

 

SUMBER BACAAN

[1] Haryono. Mempelajari Sejarah Secara Efektif,  Jakarta : Pustaka Jaya. 1995. Hal. 1.

[2] Ibid. hal. 46.

[3]  http://suciptoardi.wordpress.com/category/kuliah/guru-sejarah/

[4]  http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah

[5] http://adeirawan74.wordpress.com/2009/06/01/3-konsep-konsep-dasar-sejarah/

[6] http://rufmania.multiply.com/journal/

[7] Ibid.

[8] Baskara T Wardaya, dalam seminar sehari “Nation Building dalam Pusaran Arus Globalisasi: Sebuah Revitalisasi Kesadaran Sejarah dan Pembelajaran Sejarah” di Universitas Sanata Dharma, 9 Desember 2005. Dalam http://rufmania.multiply.com/journal/

[9] Helius Samsudin , dalam seminar sehari “Nation Building dalam Pusaran Arus Globalisasi: Sebuah Revitalisasi Kesadaran Sejarah dan Pembelajaran Sejarah” di Universitas Sanata Dharma, 9 Desember 2005. Dalam http://rufmania.multiply.com/journal/

[10] Diana Nomida Musnir, dalam seminar sehari “Nation Building dalam Pusaran Arus Globalisasi: Sebuah Revitalisasi Kesadaran Sejarah dan Pembelajaran Sejarah” di Universitas Sanata Dharma, 9 Desember 2005. Dalam http://rufmania.multiply.com/journal/

 

 

 

*) Penulis adalah staf pengajar IPS di SMP Negeri 9 Yogyakarta.

BIODATA PENULIS

clip_image002[4]Nama : HERU SUPRIYANTO, S.Pd.

Alamat Rumah : Semaki Gede UH I / 194, RT. 18/RW. 06 Yogyakarta 55166

Nomor HP : 08157951916

Alamat Sekolah : SMP Negeri 9 Yogyakarta Jl. Ngeksigondo 30 Yogyakarta 55172 Telp. (0274) 371168

E-MAIL : yasminahasnafarida@yahoo.co.id

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit