PENANAMAN NILAI-NILAI KEBANGSAAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH | Media Pendidikan

Selasa, 28 Mei 2013

PENANAMAN NILAI-NILAI KEBANGSAAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

CMS Sekolah Gratis untuk Pendidikan Indonesia

PENANAMAN NILAI-NILAI KEBANGSAAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Oleh : Heru Supriyanto *

Pendahuluan

Sejarah adalah pengalaman kelompok manusia. Jika sejarah dilupakan atau diabaikan, kita sebenarnya berhenti menjadi manusia. Tanpa sejarah, manusia tidak mempunyai pengetahuan tentang dirinya, terutama dalam proses ada dan mengada. Manusia yang demikian tidak mempunyai memori / ingatan, sehingga pada dirinya tidak dapat dituntut suatu tanggung jawab. image

Untuk itu, manusia yang punya rasa tanggung jawab, biasanya menyadari kedudukan sejarah sebagai suatu yang urgen dalam kehidupan terutama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.[1] Masyarakat yang melupakan sejarah bagaikan seseorang yang mengidap penyakit amnesia, meraba-raba dalam kegelapan untuk mencari identitas.

Manusia yang telah menyadari dirinya sosok manusia yang utuh tidak mau mengelak dari tanggung jawab. Sejarah adalah hak prerogratif manusia. Eksistensinya baru dianggap ada bila dapat mengaktualisasikan sejarah.[2]  Dirinya rela menghadapi resiko keamanan diri asal dapat mengaktualisasikan kebebasan. Kebebasan dihayati sebagai proses untuk mencari dan menegakkan peluang membuka katub-katub kognisi yang tersumbat dapat terjadi. Sekarang ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam suatu peristiwa sejarah dapat diaktualisasikan melalui pembelajaran sejarah. Realitas di kalangan siswa (pelajar) minat terhadap pelajaran sejarah sangat rendah. Sebagian besar dari mereka mengeluh dalam hal materi / literature yang harus dibaca dalam pembelajaran sejarah. Selain itu adalah dalam penyampaian materi pelajaran sejarah yang bisa menumbuhkan kesan yang mendalam dan bernilai.

Pemahaman sejarah perlu dimiliki setiap orang sejak dini agar mengetahui dan memahami makna dari peristiwa masa lampau sehingga dapat digunakan sebagai landasan sikap dalam menghadapi kenyataan pada masa sekarang serta menentukan masa yang akan datang. Artinya sejarah perlu dipelajari sejak dini oleh setiap individu baik secara formal maupun nonformal, Keterkaitan individu dengan masyarakat atau bangsanya memerlukan terbentuknya kesadaran pentingnya sejarah terhadap persoalan kehidupan bersama seperti: nasionalisme, persatuan, solidaritas dan integritas nasional. Terwujudnya cita-cita suatu masyarakat atau bangsa sangat ditentukan oleh generasi penerus yang mampu memahami sejarah masyarakat atau bangsanya[3].    

Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Tak hanya itu, sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai: keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin kita, sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah, kita dapat mempelajari apa saja yang memengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban. Kita juga dapat mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam, sepanjang zaman.

Salah satu kutipan yang paling terkenal mengenai sejarah dan pentingnya kita belajar mengenai sejarah ditulis oleh seorang filsuf dari Spanyol, George Santayana. Katanya: "Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya."

Filsuf dari Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan dalam pemikirannya tentang sejarah: "Inilah yang diajarkan oleh sejarah dan pengalaman: bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar apa pun dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya." Kalimat ini diulang kembali oleh negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill, katanya: "Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa kita tidak benar-benar belajar darinya."[4]

Pandangan yang lain lagi menyatakan bahwa kekuatan sejarah sangatlah besar sehingga tidak mungkin dapat diubah oleh usaha manusia. Atau, walaupun mungkin ada yang dapat mengubah jalannya sejarah, orang-orang yang berkuasa biasanya terlalu dipusingkan oleh masalahnya sendiri sehingga gagal melihat gambaran secara keseluruhan.

Masih ada pandangan lain lagi yang menyatakan bahwa sejarah tidak pernah berulang, karena setiap kejadian sejarah adalah unik. Dalam hal ini, ada banyak faktor yang menyebabkan berlangsungnya suatu kejadian sejarah; tidak mungkin seluruh faktor ini muncul dan terulang lagi. Maka, pengetahuan yang telah dimiliki mengenai suatu kejadian di masa lampau tidak dapat secara sempurna diterapkan untuk kejadian di masa sekarang. Tetapi banyak yang menganggap bahwa pandangan ini tidak sepenuhnya benar, karena pelajaran sejarah tetap dapat dan harus diambil dari setiap kejadian sejarah. Apabila sebuah kesimpulan umum dapat dengan seksama diambil dari kejadian ini, maka kesimpulan ini dapat menjadi pelajaran yang penting. Misalnya: kinerja respon darurat bencana alam dapat terus dan harus ditingkatkan; walaupun setiap kejadian bencana alam memang, dengan sendirinya, unik.

Sejarah dan Pembelajaran

Kalau kita bicara tentang sejarah, tentunya kita harus mengetahui dulu apa itu sejarah. ada beberapa pendapat yang memberi definisi mengenai sejarah. Kata sejarah secara harafiah berasal dari kata Arab (šajaratun) yang artinya pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh . Adapun kata tarikh dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah waktu atau penanggalan. Kata Sejarah lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history, yang berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah Geschichte yang berarti sudah terjadi.

Dalam istilah bahasa-bahasa Eropa, asal-muasal istilah sejarah yang dipakai dalam literatur bahasa Indonesia itu terdapat beberapa variasi, meskipun begitu, banyak yang mengakui bahwa istilah sejarah berasal-muasal,dalam bahasa Yunani historia. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan history, bahasa Prancis historie, bahasa Italia storia, bahasa Jerman geschichte, yang berarti yang terjadi, dan bahasa Belanda dikenal gescheiedenis.[5]

Ilmu sejarah mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Masa lampau memiliki pengertian yang sangat luas, bisa berarti satu abad yang lalu, puluhan tahun yang lalu, sebulan yang lalu, sehari yang lalu atau sedetik yang lalu, bahkan waktu sekarang ketika sedang membaca tulisan ini akan menjadi masa lampau. Kita harus menyadari bahwa rangkaian peristiwa sejarah sejak adanya manusia sampai sekarang adalah peristiwa yang berkelanjutan atau berkesinambungan (continuity).Roeslan Abdul Ghani mengatakan bahwa ilmu sejarah ibarat penglihatan terhadap tiga dimensi, yaitu pertama, penglihatan ke masa silam, kedua ke masa sekarang dan ketiga ke masa depan (to study history is to study the past to built the future). Dengan demikian, mempelajari peristiwa-peristiwa sejarah akan selalu terkait dengan “waktu’ (time) yang terus bergerak dari masa sebelumnya ke masa-masa berikutnya serta melahirkan peristiwa-peristiwa yang baru yang saling terkait sehingga perjalanan sejarah tidak pernah berhenti (stagnan). Ilmu sejarah juga mengenal adanya konsep ”perubahan” (change) kehidupan sejak adanya manusia sampai sekarang yang berlangsung secara lambat (evolusi) ataupun berlangsung dengan cepat (revolusi).

Perlu diingat bahwa sejarah sebagai peristiwa tentunya memiliki nilai-nilai yang bisa kita petik sebagai sesuatu yang berharga (bernilai) dan sangat berperan di dalam kehidupan bangsa kita. Dengan belajar dari peristiwa-peristiwa sejarah dalam perjalanan hidup bangsa kita tentunya kita bisa mengambil manfaat sebab apa dan bagaimana peristiwa itu tejadi, apa akibatnya bagi kehidupan masyarakat kita, yang tentunya akan bisa memetik hikmah bagaimana langkah kita ke depan. Sejarah adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan melalui rekonstruksi masa kini. Oleh sebab itu, peristiwa sejarah tidaklah akan berdiri sendiri, tetapi akan senantiasa membawa pengaruh terhadap peristiwa-peristiwa selanjutnya.

Saat ini yang perlu kita pikirkan bagaimana proses pembelajaran dari setiap peristwa sejarah itu bisa lebih bermakna? Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau berdasarkan metode dan metodologi tertentu. Terkait dengan pendidikan di sekolah dasar hingga sekolah menengah, pengetahuan masa lampau tersebut mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian peserta didik. Mata pelajaran Sejarah telah diajarkan pada pendidikan dasar sebagai bagian integral dari mata pelajaran IPS, sedangkan pada tingkat pendidikan menengah diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri.

Mata pelajaran Sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pembentukan kepribadian nasional beserta identitas dan jati diri tidak akan terwujud tanpa adanya pengembangan kesadaran sejarah sebagai sumber inspirasi dan aspirasi. Kepribadian nasional, identitas, dan jati diri berkembang melalui pengalaman kolektif bangsa, yaitu proses sejarah. Materi sejarah, sesuai dengan Permen Diknas no 22 tahun 2006:

1.  Mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik

2.  Memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan

3. Menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa.

4.   Sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

5.   Berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.[6]

Pada dasarnya ada 2 tujuan pembelajaran sejarah , yaitu : tujuan yang bersifat ilmiah akademik sebagaimana disajikan dalam pendidikan profesional di perguruan tinggi, dan tujuan pragmatis yang digunakan sebagai sarana pendidikan dijenjang pendidikan dasar dan menengah

Dalam Permen Diknas No 22 tahun 2006 mengenai STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH, disebutkan bahwa tujuan pembelajaran sejarah adalah sebagai berikut :

1. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan

2.  Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan

3.  Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau

4.  Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang

5.  Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional.[7]

Dalam kenyataan, pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah banyak menghadapi kendala seperti lemahnya penggunaan teori, miskinnya imajinasi, acuan buku teks dan kurikulum yang state oriented, serta kecenderungan untuk tidak memperhatikan fenomen globalisasi berikut latar belakang historisnya. Pembelajaran sejarah juga tidak disertai percikan imajinasi yang membuat tinjauan akan peristiwa masa lalu menjadi lebih hidup dan menarik. Yang cukup memprihatinkan , pengajaran sejarah senantiasa dikaitkan dengan kepentingan negara yang berakibat munculnya teks sejarah yang anakronisktik dan sarat dengan kepentingan penguasa. Masalah ini mengakibatkan ketidamampuan peserta didik melakukan abstraksi terhadap rangkaian peristiwa yang sedang dipelajari dan menghubungkannya dengan dinamika global.[8]

Pembelajaran sejarah tidak menarik dan membosankan akibat banyaknya materi, metode ceramah, atau kejar target kurikulum. Untuk itu diperlukan beberapa alternatif pendekatan, antara lain pembelajaran kontekstual yang menekankan pemecahan masalah, penekanan pada isu, dan mengembangkan ide interdisiplin dan perbandingan. Selain itu model analisis teks, dan bernarasi juga perlu dikembangkan[9]. Belajar sejarah berarti peserta didik mampu berpikir kritis dan mampu mengkaji setiap perubahan di lingkungannya, serta memiliki kesadaran akan perubahan dan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa sejarah.[10]

Nilai Strategis Pembelajaran Sejarah

Orang tidak akan belajar sejarah kalau tidak ada gunanya. Kenyataan bahwa sejarah terus ditulis orang di semua peradaban dan sepanjang waktu, sebenarnya cukup menjadi bukti bahwa sejarah itu perlu.[11] image

Sekarang ini yang paling penting adalah bagaimana sejarah yang diajarkan di sekolah bisa memiliki peran strategis di dalam menanamkan nilai-nilai di dalam diri siswa sehingga memiliki kesadaran terhadap eksistensi bangsanya. Dalam pembangunan bangsa pengajaran sejarah tidak semata-mata berfungsi untuk memberi pengetahuan sejarah sebagai kumpulan informasi fakta sejarah, tetapi juga bertujuan menyadarkan anak didik atau membangkitkan kesadaran sejarahnya.[12]

Untuk mengemas pendidkan sejarah sehingga dapat menghasilkan internalisasi nilai diperlukan adanya pengorganisasian bahan yang beraneka ragam serta metode sajian yang bervariasi. Di samping itu gaya belajar subjek didik juga perlu mendapat perhatian, agar tidak kehilangan bingkai moral dan afeksi dari seluruh tujuan pengajaran yang telah ada. Karena tanpa bingkai moral, pengajaran sejarah yang terlalu mengedepankan aspek kognitif tidak akan banyak pengaruhnya dalam rangka memantapkan apa yang sering disebut sebagai jati diri kepribadian bangsa.[13]

Pendidikan sejarah merupakan bagian integral dari usaha penanaman nilai-nilai yang fungsional untuk menanamkan pengetahuan. Pendidikan sejarah perlu mentransfer nilai-nilai etik dan moral yang mendasari cara berfikir, cara bersikap, dan berperilaku seseorang untuk mewujudkan keharmonisan kehidupan individu, kelompok masyarakat atau bangsa dalam membangun perdamaian, toleransi dan kesediaan menerima perbedaan. Jelas kiranya bahwa sejarah memiliki nilai didaktis yang mengajak generasi berikutnya dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari pengalaman nenek moyangnya. Lagi pula, agar suri tauladan mereka dapat menjadi model bagi keturunannya.

Nilai didaktik pengetahuan sejarah dalam pendidikan masa kini, kecuali membangkitkan kesadaran sejarah juga meningkatkan proses rasionalisasi serta melepaskan pikiran mitologis. Sejarah yang antroposentris menempatkan peran manusia sebagai pelaku dalam proses sejarah.[14] Sudah barang tentu pengajaran sejarah membudayakan pada diri anak didik perspektif sejarah yang memberi kemampuan untuk melihat bahwa segala sesuatu adalah produksi dari perkembangan masa lampau.

Oleh karena itu, pemahaman sejarah perlu dimiliki setiap orang sejak dini agar mengetahui dan memahami makna dari peristiwa masa lampau sehingga dapat digunakan sebagai landasan sikap dalam menghadapi kenyataan pada masa sekarang serta menentukan masa yang akan datang. Artinya sejarah perlu dipelajari sejak dini oleh setiap individu baik secara formal maupun nonformal, Keterkaitan individu dengan masyarakat atau bangsanya memerlukan terbentuknya kesadaran pentingnya sejarah terhadap persoalan kehidupan bersama seperti: nasionalisme, persatuan, solidaritas dan integritas nasional. Terwujudnya cita-cita suatu masyarakat atau bangsa sangat ditentukan oleh generasi penerus yang mampu memahami sejarah masyarakat atau bangsanya.

Eksistensi bangsa termasuk bangsa Indonesia mutlak harus dipertahankan dalam kehidupan masyarakat bangsa dunia. Pembangunan karakter bangsa (national character building) menjadi alternatif dalam mewujudkan generasi bangsa yang memahami jati diri bangsanya secara komprehensif. Salah satu upaya pembangunan karakter bangsa dapat dilakukan melalui pendidikan sejarah yang mulai diberikan sejak pendidikan dasar. Pendidikan sejarah diharapkan dapat memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode dalam upaya pembentukan sikap dan perilaku siswa.

Sudah saatnya bahwa pembelajaran sejarah di sekolah tidak lagi menampilkan fakta dan kronologi suatu peristiwa, tetapi juga perlu ditampilkan nilai-nilai yang bisa diambil dari suatu peristiwa. Perlu kiranya guru meningkatkan teknik penyajian materi sejarah yang bisa menarik perhatian peserta didik, antara lain penguasaan bahasa sebaik-baiknya, perluasan pengetahuan lewat pembacaan terus-menerus, gairah dan minat tulen terhadap objek studinya, pemakaian alat-alat bantu pegajaran, dan selalu up-to-date dengan kejadian-kejadian masa kini.[15]


Penutup

Proses globalisasi yang ditunjang dengan seperangkat piranti komunikasi dan informasi yang canggih, potensial menimbulkan seseorang mengalami dislokasi dan disorientasi. Identitas diri dan cultural sering kabur, karena adanya pelbagi ledakan kultural yang seringkali mengejutkan. Perubahan sosial yang bergitu cepat membutuhkan kepribadian yang kuat. Suatu pribadi yang mempunyai pijakan yang kuat dan orientasi yang jelas. Salah satu wahana untuk dapat mengatasi hal tersebut adalah memahami akar sejarah (historical roots) masyarakat secara utuh.

Sejarah dapat memberi kontribusi pada kehidupan masyarakat luas pada umumnya dan peserta didik pada khusunya. Sejarah sangat diperlukan bagi proses pendidikan, terutama untuk memberi aspirasi dalam melatih kekuatan pikiran. Dengan cara tersebut peserta didik dapat terbuka pikirannya serta menyadari apa yang telah dilakukan, dipikirkan dan ditemukan orang.

Dalam rangka pengembangan pengajaran sejarah agar lebih fungsional dan terintegrasi dengan berbagai bidang keilmuan lainnhya, maka terdapat berbagai bidang yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Untuk menjawab tantangan masa depan, kreativitas dan daya inovatif diperlukan agar bangsa Indonesia bukan sekedar menjadi konsumen IPTEK, konsumen budaya, maupun penerima nilai-nilaia dari luar secara pasif, melainkan memiliki keunggulan komparatif dalam penguasaan IPTEK. Di sinilah peran guru adalah mendorong vitalitas dan kreativitas siswa untuk mengembangkan diri, sehingga siswa memiliki kesempatan untuk belajar dengan daya intelektualnya sendiri.

2. Perlunya proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara terencana untuk meningkatkan dan membangkitkan upaya kompetitif siswa dalam mengembangkan daya krativitasnya. Siswa diberi kesempatan untuk terlibat dalam proses belajar mengajar yang memberikan pengalaman bagaimana siswa berkerjasama dengan siswa lain, sehingga dapat membentuk sikap kooperatif dan ketahanan bersaing dengan pengalaman nyata.

3. Dalam proses belajar mengajar guru harus memberi arahan yang jelas agar siswa dapat memecahkan masalah secara logis dan ilmiah, sehingga dapat memacu proses pengembangan kematangan intelektualnya.

4. Siswa harus diberi internalisasi dan keteladanan, dimana siswa dapat berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Fenomena ini dalam hal-hal tertentu dapat membentuk semangat loyalitas, toleransi, dan kemampuan adaptabilitas yang tinggi.[16]

Pengajaran sejarah sebagai sub sistem dari sistem kegiatan pendidikan merupakan sarana efektif untuk meningkatkan integritas dan kepribadian bangsa melalui proses belajar mengajar. Di dalam pengajaran sejarah, masih banyak kiranya hal yang perlu dibenahi, misalnya tentang porsi pengajaran sejarah yang berasal dari ranah kognitif dan afektif. Kedua ranah itu harus selalu ada dalam pengajaran sejarah. Masih diperlukan proses aktualisasi nilai-nilai sejarah dalam kehidupan yang nyata. Dengan kata lain, sejarah tidak hanya berfungsi bagi proses pendidikan yang menjurus ke arah pertumbuhan dan pengembangan karakter bangsa apabila nilai-nilai sejarah tersebut belum terwujud dalam pola-pola perilaku yang nyata.

CATATAN KAKI


[1] Haryono. Mempelajari Sejarah Secara Efektif,  Jakarta : Pustaka Jaya. 1995. Hal. 1.

[2] Ibid. hal. 46.

[3] http://suciptoardi.wordpress.com/category/kuliah/guru-sejarah/

[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah

[5]http://adeirawan74.wordpress.com

[6] http://rufmania.multiply.com

[7] Ibid.

[8]Baskara T Wardaya, dalam seminar sehari “Nation Building dalam Pusaran Arus Globalisasi: Sebuah Revitalisasi Kesadaran Sejarah dan Pembelajaran Sejarah” di Universitas Sanata Dharma, 9 Desember 2005. Dalam http://rufmania.multiply.com/journal/

[9]Helius Samsudin , dalam seminar sehari “Nation Building dalam Pusaran Arus Globalisasi: Sebuah Revitalisasi Kesadaran Sejarah dan Pembelajaran Sejarah” di Universitas Sanata Dharma, 9 Desember 2005. Dalam http://rufmania.multiply.com/journal/

[10]Diana Nomida Musnir, dalam seminar sehari “Nation Building dalam Pusaran Arus Globalisasi: Sebuah Revitalisasi Kesadaran Sejarah dan Pembelajaran Sejarah” di Universitas Sanata Dharma, 9 Desember 2005. Dalam http://rufmania.multiply.com/journal/

[11]Kuntowijoyo, 2001, Pengantar Ilmu Sejarah, Cetakan ke-4, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, hal. 20.

[12] Sartono Kartodirdjo, 1993, Pendekatan ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hal. 248.

[13]Aman, “Di Seputar Sejarah dan Pendidikan Sejarah” dalam Jurnal Informasi, No. 1 XXXVII Th. 2011, hal. 39.

[14] Kartodirdjo, op.cit. hal. 253.

[15] Ibid, hal. 256.

[16]Aman, op.cit. hal. 43 – 44.

 

 

SUMBER BACAAN

[1] Haryono. Mempelajari Sejarah Secara Efektif,  Jakarta : Pustaka Jaya. 1995. Hal. 1.

[2] Ibid. hal. 46.

[3]  http://suciptoardi.wordpress.com/category/kuliah/guru-sejarah/

[4]  http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah

[5] http://adeirawan74.wordpress.com/2009/06/01/3-konsep-konsep-dasar-sejarah/

[6] http://rufmania.multiply.com/journal/

[7] Ibid.

[8] Baskara T Wardaya, dalam seminar sehari “Nation Building dalam Pusaran Arus Globalisasi: Sebuah Revitalisasi Kesadaran Sejarah dan Pembelajaran Sejarah” di Universitas Sanata Dharma, 9 Desember 2005. Dalam http://rufmania.multiply.com/journal/

[9] Helius Samsudin , dalam seminar sehari “Nation Building dalam Pusaran Arus Globalisasi: Sebuah Revitalisasi Kesadaran Sejarah dan Pembelajaran Sejarah” di Universitas Sanata Dharma, 9 Desember 2005. Dalam http://rufmania.multiply.com/journal/

[10] Diana Nomida Musnir, dalam seminar sehari “Nation Building dalam Pusaran Arus Globalisasi: Sebuah Revitalisasi Kesadaran Sejarah dan Pembelajaran Sejarah” di Universitas Sanata Dharma, 9 Desember 2005. Dalam http://rufmania.multiply.com/journal/

 

 

 

*) Penulis adalah staf pengajar IPS di SMP Negeri 9 Yogyakarta.

BIODATA PENULIS

clip_image002[4]Nama : HERU SUPRIYANTO, S.Pd.

Alamat Rumah : Semaki Gede UH I / 194, RT. 18/RW. 06 Yogyakarta 55166

Nomor HP : 08157951916

Alamat Sekolah : SMP Negeri 9 Yogyakarta Jl. Ngeksigondo 30 Yogyakarta 55172 Telp. (0274) 371168

E-MAIL : yasminahasnafarida@yahoo.co.id

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial

Untuk lebih jelasnya, silahkan baca juga, artikel yang berhubungan dengan Artikel PENANAMAN NILAI-NILAI KEBANGSAAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH, antara lain :
Bila Artikel PENANAMAN NILAI-NILAI KEBANGSAAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH dirasa bermanfaat untuk Anda, sudi kiranya Anda berikan G plus one anda kami juga sangat bahagia bila anda suka dengan tulisan PENANAMAN NILAI-NILAI KEBANGSAAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH ini
Komentar www.m-edukasi.web.idDan kami sangat berterimakasih, kepada anda yang telah meninggalkan komentarnya dibawah ini.



0 komentar:


Posting Komentar

Artikel Favorit