Tampilkan postingan dengan label teori konstruktivisme. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label teori konstruktivisme. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Oktober 2014

Teori Co-Konstruktivisme dan Revolusi Sosio-Kultural Vygotsky.

Teori Co-Konstruktivisme, dan Revolusi Sosio-Kultural Vygotsky.

Vygotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan dalam pembelajaran. Lingkungan sekitar siswa meliputi orang-orang, kebudayaan, termasuk pengalaman dalam lingkungan tersebut. Orang lain merupakan bagian dari lingkungan pemerolehan pengetahuan siswa bermula dari lingkup sosial, antar orang, dan kemudian pada lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi. Vygotsky menekankan pada pentingnya hubungan antara individu dan lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan. Menurut Vygotsky, interaksi sosial dalam hal ini, interaksi individu dengan orang lain merupakan faktor terpenting yang dapat memicu perkembangan kognitif seseorang.

Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana dan lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan seseorang yang lebih mampu, guru atau orang dewasa. Oleh Vigotsky, teori pembelajaran kultural didevinisikan dengan pendekatan teori konstruktivisme. Pendekatan teori kontruktivisme ini selanjutnya dikembangkan menjadi co-konstruktivisme, kemudian lebih jauh lagi revolusi sosio-kultural.

Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh budaya, tetapi dinilai sangat individualistik karena belum ada proses internalisasi. Kegiatan belajar hanya terfokus pada siswa secara individu mengkonstruksikan stuktur kognitif yang dimilikinya dengan pengalaman yang diperoleh melalui Interaksi sosial dan budaya yang telah tertanam dalam benak siswa. Ini berarti proses belajar hanya sebatas pada kegiatan internal (dalam diri individu atau hanya pada kawasan intra-psikologi) saja.

Vygotsky berpendapat fungsi mental yang lebih tinggi bergerak antara inter-psikologi (interpsychological) melalui interaksi sosial dan intrapsikologi (intrapsychological) dalam benaknya. Internalisasi dipandang sebagai transformasi dari kegiatan eksternal ke internal. Ini terjadi pada individu bergerak antara inter-psikologi (antar orang) dan intra-psikologi (dalam diri individu). Internalisasi individu sebagai proses pemerolehan pembelajaran mempengaruhi perkembangan intelektual siswa. Berkaitan dengan perkembangan intelektual siswa, Vygotsky mengemukakan dua ide, antara lain:

a. Bahwa perkembangan intelektual siswa dapat dipahami hanya dalam konteks budaya dan sejarah pengalaman.

b. Vygotsky mempercayai bahwa perkembangan intelektual bergantung pada sistem tanda (sign system) setiap individu selalu berkembang. Sistem tanda adalah simbol-simbol yang secara budaya diciptakan untuk membantu seseorang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah, misalnya budaya, bahasa, sistem tulisan, dan sistem perhitungan.

Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai sosial budaya merupakan aspek-aspek yang mempengaruhi internalisasi. Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun keluarganya secara aktif. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif sesuai dengan teori sosiogenesis yaitu kesadaran berinteraksi dengan lingkungan dimensi sosial yang bersifat primer dan dimensi individual bersifat derivatif atau turunan dan sekunder, sehingga teori belajar Vygotsky disebut dengan pendekatan Co-Konstruktivisme artinya perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial yang aktif pula.

Menurut Vygotsky perkembangan kognisi seorang anak dapat terjadi melalui kolaborasi antar anggota dari satu generasi keluarga dengan yang lainnya. Perkembangan anak terjadi dalam budaya dan terus berkembang sepanjang hidupnya dengan berkolaborasi dengan yang lain. Dari perspektif ini para penganut aliran sosio-kultural berpendapat bahwa sangatlah tidak mungkin menilai seseorang tanpa mempertimbangkan orang-orang penting di lingkungannya.

Banyak ahli psikologi perkembangan yang sepaham dengan konsep yang diajukan Vygotsky. Teorinya yang menjelaskan tentang potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Ia menekankan bahwa proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran dengan orang-orang yang ada di lingkungan sosialnya. Selain itu ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.

Terdapat tiga konsep penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif sesuai dengan revolusi sosio-kultural dalam teori belajar dan pembelajaran. Tiga konsep tersebut antara lain:

a. Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development).

Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.

b. Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development).

Vygotsky membagi perkembangan proksimal (zone of proximal development) ke dalam dua tingkat, yakni:

1.) Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri (intramental).

2.) Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten (intermental).

Jarak antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada dalam proses pematangan. Berikut penjelasan dalam bentuk visualisasinya:

clip_image001

Dua tingkatan perkembangan proksimal.

c. Mediasi

Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika. Ada dua jenis mediasi, yaitu:

1.) Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.

2.) Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 30 September 2014

Teori Konstruktivisme Jean Piaget

Teori Konstruktivisme Jean Piaget.

Belajar menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan setiap orang, selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawa siswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi, dengan menggunakan catatan siswa sendiri, yang ditulis dengan bahasa dan kata-kata mereka sendiri.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana peserta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari, dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya.

Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga, diperoleh konstruksi yang baru.

Piaget berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa individu artinya pengetahuan berasal dari individu. Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu teman sebayanya dibanding orang-orang yang lebih dewasa. Penentu utama terjadinya belajar adalah individu yang bersangkutan (siswa) sedangkan lingkungan sosial menjadi faktor sekunder. Keaktifan siswa menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan belajar, sedangkan penataan kondisi hanya sekedar memudahkan belajar. Menurut Piaget proses belajar untuk membangun kognisi seseorang, sebenarnya terdiri atas tiga tahapan, antara lain:

a. Asimilasi, yaitu pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada.

b. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.

c. Equilibrasi adalah penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Dari ketiga tahapan tersebut, dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif merupakan proses genetik yang diikuti adaptasi biologis dengan lingkungan, sehingga terjadi ekuilibrasi. Proses adaptasi yang dimaksud meliputi tahapan asimilasi dan akomodasi untuk mencapai equlibrasi. Berikut ini visualisasi tiga tahapan belajar menurut Piaget:

clip_image001

Tahapan belajar menurut Piaget.

Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget yang kemudian berkembang dalam aliran kontruktivistik tersebut, masih dirasakan kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kotraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih mencerminkan idiologi individualisme dan gaya belajar sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya barat. pendekatan ini kurang sesuai dengan tuntutan revolusi-sosiokultural yang berkembang akhir-akhir ini.

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit