Ginan Koesmayadi (31 tahun)
Penderita ODHA yang Mendirikan Komunitas Cemara
Dalam dua tahun terakhir, program sepakbola ini telah berhasil menyatukan lebih dari 300 orang dengan HIV/AIDS, pengguna NAPZA, dan masyarakat umum dari berbagai latar belakang di seluruh wilayah Jawa Barat. Sepakbola telah mengantarkan Ginan dan rekan-rekan lain dalam komunitas Rumah Cemara untuk dapat diterima dengan baik dan sama seperti pemain sepakbola semi-pro lainnya.
Dadang Heriadi (41 tahun)
Mengabdikan Diri Untuk Merawat Orang Gila Di Bawah Yayasan Keris Nangtung
Suatu hari, Dadang yang waktu itu masih menjadi pegawai di Perusahaan Listrik Negara (PLN), melihat seorang penyandang sakit jiwa yang sedang mengais-ngais makanan di tong sampah. Dia mengaku tersentuh dan mengenang masa lalunya yang buruk, sebagai pemuda nakal yang suka minum-minuman keras. Ia berpikir andai tidak berhenti, mabuk-mabukan saat itu
Pensiunan Guru yang Terus Mengabdikan Diri Menjadi Guru Matematika
Biasanya Puskesmas diperuntukkan bagi orang sakit. Namun bagi Fauzanah, Puskesmas juga dapat digunakan untuk anak-anak yang kesulitan matematika. Siapa tak bisa matematika, maka ia sakit, demikian vonisnya. “Mereka kan sakit, jadi harus ke puskesmas agar sehat,” ujarnya. Fauzanah pun kemudian mendirikan puskesmas matematika di Dusun Ngempon Lor baca selengkapnya kisah ibu Fauzanah (64 Tahun)
Sinta Ridwan (26 Tahun)
Penderita Lupus Yang Melestarikan Aksara Jawa
Siapa yang akan menyangka jika Sinta, yang setiap kali bertemu dan menyapa banyak orang dengan senyumnya, ternyata seorang penderita penyakit lupus. Penyakit yang hinggga saat ini belum diketahui obatnya. Sinta yang baru menamatkan kuliah S2 di jurusan Filiologi Universitas Padjajaran ini menganggap obat yang paling mujarap dari segala penyakit adalah rasa bahagia.
Irma Suryati (37 Tahun)
Penyandang Cacat Yang Memiliki 2.500 Mitra Kerja & Sukses Berbisnis Pembuatan Keset Dari Kain
Irma Suryati terlahir dalam kondisi sempurna, tanpa cacat. Namun, ketika usianya 4 tahun, baru diketahui bahwa ia terkena penyakit polio. Penyakit polio yang dideritanya ini sempat membuat Irma minder saat ia beranjak dewasa. Namun, itu tak berlangsung lama. Justru karena kondisi kaki itulah yang mendorong Irma melakukan sesuatu yang berarti bagi dirinya dan orang lain.
Neng Sulastri (24 Tahun)
Guru di Penjara Anak
Panggilan jiwa rupanya menjadi alasan bagi Sulastri untuk bersedia menjadi guru di Sekolah Lembaga Pemasyarakatan Anak (LP Anak) Tangerang. Sulastri mengajar di LP Anak Tangerang sejak tahun 2008. Saat itu ia sedang melakukan Kuliah Kerja Profesi di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Di dalam penjara, ia banyak menghadapi anak-anak yang memiliki masa lalu yang menyedihkan
Dr. Irina Among Pradja (53 Tahun)
Dokter Yang Beralih Profesi Sebagai Pendidik
Beralih profesi dari dokter menjadi seorang tenaga pengajar, itulah yang menjadi pilihan hidup dokter Irina atau yang lebih akrab disapa Ina. Ia lulus pendidikan dokter tahun 1984, kemudian mengikuti program inpres di Timor-Timur selama 5 tahun. Selesai bertugas, ia kembali ke Jakarta dan bekerja di rumah sakit. Ia menekuni profesinya sebagai dokter sampai berusia 40 tahun.
Buyung Thalib Ama (43 Tahun)
Guru Tuna Netra Yang Mendedikasikan Dirinya Untuk Pendidikan
Sejak umur tiga bulan, Buyung sudah mengalami cacat mata (mata sebelah kanan buta total dan mata sebelah kiri rabun). Kebutaan Buyung terjadi akibat ia mengalami panas tinggi yang berujung kebutaan. Sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar, Buyung telah bercita-cita menjadi seorang guru. Setamat SMP tahun 1984, Buyung mendaftar ke SPG tetapi ditolak karena matanya buta.
Syamsinar Rasyad (58 Tahun)
Kader PKK, Posyandu, Relawan yang Bertekad Menyembuhkan Penderita TB Paru di Jambi
Syamsinar Rasyad adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Ia juga bukan orang berada. Ia menyandang status sebagai janda sejak tahun 2009. Suaminya meninggal karena penyakit TB paru yang dideritanya. Syamsinar kini sudah berusia lebih dari setengah abad, tapi daya juangnya melebihi anak muda. Ia memiliki beban yang berat dalam keluarga, namun masih meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk orang lain.
Muhammad Iman Usman (20 Tahun)
Presiden Indonesian Future Leaders (IFL)
Di tengah krisis kepercayaan yang terjadi di Indonesia, baik oleh masyarakat terhadap pemerintah maupun pemerintah terhadap masyarakat, ternyata masih ada rasa optimis di kalangan pemuda untuk memperbaiki negeri ini. Muhammad Iman Usman, yang kerap dipanggil Iman, mahasiswa Universitas Indonesia jurusan Ilmu Hubungan Internasional justru melakukan usaha perbaikan bagi Indonesia dengan cara yang kreatif.
untuk menyaksikan video dibawah ini silahkan matikan suara streaming radio edukasi di samping kiri.
Sumber : http://www.kickandy.com/heroes/