Tampilkan postingan dengan label kick andy. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kick andy. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 12 Mei 2012

Inovasi Media Pembelajaran oleh Guru di Kick Andy

Metro TV melalui program Kick Andy pada Jumat, 11 Mei 2012 21:30:00 WIB kembali menampilkan guru-guru hebat dan kreatif. Siapa bilang guru atau pendidik tidak mengikuti perkembangan tekonologi terutama komputer ? Kali ini Kick Andy ingin mengajak Anda untuk bertemu dengan guru-guru yang tidak punya latar belakang keterampilan komputer, tetapi mereka mampu menciptakan media pembelajaran berupa animasi yang menarik dan lucu. Dan, ternyata banyak dijumpai guru yang kreatif dan tidak gaptek alias gagap tekonologi.kick andy Joko Triyono Heru Suseno Nura Uma Anissa Estu Pitarto

Joko Triyono misalnya. Guru SMA Negeri 1 Prembun, Kebumen, Jawa Tengah ini menciptakan software atau piranti lunak berupa musik gamelan. Joko yang guru kesenian ini menciptakan gamelan virtual karena prihatin dengan fasilitas musik gamelan di sekolah yang sering tidak ada. ”Perangkat gamelan itu harganya mahal, jadi jarang sekolah yang mempunyai alat itu,” ujar Joko memberi salah satu alasan ia membuat gamelan virtual. Dengan gamelan virtual ini, Joko sangat memudahkan  mengajar anak didiknya tentang musik gamelan. Siswa tinggal memencet keyboard komputer sesuai dengan musik gamelan yang diinginkan.

Begitu juga halnya dengan Heru Suseno. Guru SMA Negeri II Madiun, Jawa Timur ini menciptakan animasi virtual tentang ilmu fisika. Heru yang lulusan Universitas Negeri Malang tahun 2000 itu menciptakan alat bantu pelajaran fisika sehingga mudah dipelajari dan menyenangkan. Bahkan, di dalam ciptaan Heru ini ditambahkan aplikasi yang diunduh dari YouTube berupa ledakan bom. ”Jadi anak didik akan lebih tahu jika bom yang terbuat dari senyawa kimia itu meledak,” ujar Heru Suseno menerangkan.

Ternyata seorang guru taman kanak-kanak dari Semarang, Jawa Tengah juga termasuk kreatif. Nura Uma Anissa, yang Guru Taman Kanak-Kanak Islam Al Azhar 22 ini menciptakan alat peraga berupa Mari Mengenal Indonesia. Melalui animasi ciptaannya itu, anak-anak diajak mengenal berbagai macam kebudayaan termasuk baju adat di Indonesia.  Animasi yang sederhana dan menarik itu dilengkapi dengan musik sebagai latar belakang.  Untuk membuat materi ajar ini, Nura benar-benar kreatif. Untuk baju adat misalnya, ia benar-benar mengambil gambar anak didiknya yang sedang memakai baju adat melalui camera handycam. Bahkan utuk pengisian suara juga ia lakukan sendiri.

Dengan ciptaannya ini, Nura baru-baru ini terpilih sebagai Runner Up Innovation in Challenging Microsoft Partners in Learning Asia Pasific Forum  yang digelar di Selandia Baru. Bahkan pada November mendatang ia akan berangkat ke Athena, Yunani untuk lomba pada tingkat dunia.

kick andy media pembelajaran

Yang mungkin tidak terbayangkan adalah apa yang dilakukan Estu Pitarto. Pak Guru Estu yang saat ini mengajar di SD Islam Al Azhar 14 Semarang, Jawa Tengah ini menciptakan software animasi yang mengangkat kebudayaan Jawa yang diberi judul ”Ayo, Sinau Aksara Jawa” atau Ayo, Belajar Huruf Jawa. Karya pria berusia 29 tahun dan lulusan IKIP Veteran Semarang ini  benar-benar orisinil. Sejak dini anak-anak diajak belajar dan bermain mengenal huruf-huruf Jawa yang sudah mulai punah. Atas ciptaannya ini Estu Pitarto baru-baru ini terpilih sebagai Juara I Kategori Most Innovative Teacher Competition 2011 yang digelar Microsoft Indonesia. Dan, Estu juga menjadi juara pada lomba yang sama di tingkat Asia Pasifik. Atas prestasinya itu, Estu berhak mewakili guru-guru di Indonesia untuk berlomba di tingkat dunia pada November 2012 mendatang yang akan diadakan di Athena, Yunani.
Kita doakan bersama agar guru-guru yang berprestasi itu bisa berhasil di tingkat dunia.

sumber : http://www.kickandy.com

BACA SELENGKAPNYA »

Minggu, 11 Maret 2012

Video Kick Andy Heroes 2012

image

Ginan Koesmayadi (31 tahun)

Penderita ODHA yang Mendirikan Komunitas Cemara

clip_image002

Dalam dua tahun terakhir, program sepakbola ini telah berhasil menyatukan lebih dari 300 orang dengan HIV/AIDS, pengguna NAPZA, dan masyarakat umum dari berbagai latar belakang di seluruh wilayah Jawa Barat. Sepakbola telah mengantarkan Ginan dan rekan-rekan lain dalam komunitas Rumah Cemara untuk dapat diterima dengan baik dan sama seperti pemain sepakbola semi-pro lainnya.

Dadang Heriadi (41 tahun)

Mengabdikan Diri Untuk Merawat Orang Gila Di Bawah Yayasan Keris Nangtung

clip_image004

Suatu hari, Dadang yang waktu itu masih menjadi pegawai di Perusahaan Listrik Negara (PLN), melihat  seorang  penyandang sakit  jiwa  yang sedang mengais-ngais  makanan  di tong sampah. Dia mengaku tersentuh dan mengenang  masa  lalunya  yang buruk, sebagai  pemuda  nakal yang  suka  minum-minuman keras. Ia  berpikir andai  tidak berhenti, mabuk-mabukan saat itu

Fauzanah (64 Tahun)

Pensiunan Guru yang Terus Mengabdikan Diri Menjadi Guru Matematika

clip_image006

Biasanya Puskesmas diperuntukkan bagi orang sakit. Namun bagi Fauzanah, Puskesmas juga dapat digunakan untuk anak-anak yang kesulitan matematika. Siapa  tak  bisa matematika, maka ia sakit, demikian vonisnya. “Mereka kan sakit, jadi harus ke puskesmas agar sehat,” ujarnya. Fauzanah pun kemudian mendirikan puskesmas matematika di Dusun Ngempon Lor baca selengkapnya kisah ibu Fauzanah (64 Tahun)

Sinta Ridwan (26 Tahun)

Penderita Lupus Yang Melestarikan Aksara Jawa

clip_image008

Siapa yang akan menyangka jika Sinta, yang setiap kali bertemu dan menyapa banyak orang dengan senyumnya, ternyata seorang penderita penyakit lupus. Penyakit yang hinggga saat ini belum diketahui obatnya. Sinta yang baru menamatkan kuliah S2 di jurusan  Filiologi Universitas Padjajaran ini  menganggap obat yang paling mujarap dari segala penyakit adalah rasa  bahagia.

Irma Suryati (37 Tahun)

Penyandang Cacat Yang Memiliki 2.500 Mitra Kerja & Sukses Berbisnis Pembuatan Keset Dari Kain

clip_image010

Irma Suryati terlahir dalam kondisi sempurna, tanpa cacat. Namun, ketika usianya 4 tahun, baru diketahui bahwa ia terkena penyakit polio. Penyakit polio yang dideritanya ini sempat membuat Irma minder saat ia beranjak dewasa. Namun, itu tak berlangsung lama. Justru karena kondisi kaki itulah yang mendorong Irma melakukan sesuatu yang berarti bagi dirinya dan orang lain.

Neng Sulastri (24 Tahun)

Guru di Penjara Anak

clip_image012

Panggilan jiwa rupanya menjadi alasan bagi Sulastri untuk bersedia menjadi guru di Sekolah Lembaga Pemasyarakatan Anak (LP Anak) Tangerang. Sulastri mengajar di LP Anak Tangerang sejak tahun 2008. Saat itu ia sedang melakukan Kuliah Kerja Profesi di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Di dalam penjara, ia banyak menghadapi anak-anak yang memiliki masa lalu yang menyedihkan

Dr. Irina Among Pradja (53 Tahun)

Dokter Yang Beralih Profesi Sebagai Pendidik

clip_image014

Beralih profesi dari dokter menjadi seorang tenaga pengajar, itulah yang menjadi pilihan hidup dokter Irina atau yang lebih akrab disapa Ina. Ia lulus pendidikan dokter tahun 1984, kemudian mengikuti program inpres di Timor-Timur selama 5 tahun. Selesai bertugas, ia kembali ke Jakarta dan bekerja di rumah sakit. Ia menekuni profesinya sebagai dokter sampai berusia 40 tahun.

Buyung Thalib Ama (43 Tahun)

Guru Tuna Netra Yang Mendedikasikan Dirinya Untuk Pendidikan

clip_image016

Sejak umur tiga bulan, Buyung sudah mengalami cacat mata (mata sebelah kanan buta total dan mata sebelah kiri rabun). Kebutaan Buyung terjadi akibat ia mengalami panas tinggi yang berujung kebutaan. Sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar, Buyung telah bercita-cita menjadi seorang guru. Setamat SMP tahun 1984, Buyung mendaftar ke SPG tetapi ditolak karena matanya buta.

Syamsinar Rasyad (58 Tahun)

Kader PKK, Posyandu, Relawan yang Bertekad Menyembuhkan Penderita TB Paru di Jambi

clip_image018

Syamsinar Rasyad adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Ia juga bukan orang berada. Ia menyandang status sebagai janda sejak tahun 2009. Suaminya meninggal karena penyakit TB paru yang dideritanya. Syamsinar kini sudah berusia lebih dari setengah abad, tapi daya juangnya melebihi anak muda. Ia memiliki beban yang berat dalam keluarga, namun masih meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk orang lain.

Muhammad Iman Usman (20 Tahun)

Presiden Indonesian Future Leaders (IFL)

clip_image020

Di tengah krisis kepercayaan yang terjadi di Indonesia, baik oleh  masyarakat terhadap pemerintah maupun pemerintah terhadap masyarakat, ternyata  masih ada rasa optimis di kalangan pemuda untuk memperbaiki negeri ini.  Muhammad Iman Usman, yang kerap dipanggil Iman, mahasiswa Universitas Indonesia  jurusan Ilmu Hubungan Internasional justru melakukan usaha perbaikan bagi Indonesia dengan cara yang kreatif.

untuk menyaksikan video dibawah ini silahkan matikan suara streaming radio edukasi di samping kiri.

Sumber : http://www.kickandy.com/heroes/
BACA SELENGKAPNYA »

Siti Fauzanah Guru Hebat Dari Temanggung di Kick Andy Heroes

Siti Fauzanah dan Puskemas Matematika, Biasanya Puskesmas diperuntukkan bagi orang sakit.  Siapa tak bisa matematika, maka ia sakit. Itulah vonis dari Siti Fauzanah, pengelola puskesmas matematika di Dusun Ngempon Lor Kelurahan Parakan Wetan Kecamatan Parakan, Temanggung, Jawa Tengah.
clip_image001
Ini bukan sebuah lelucon, tapi bagi Siti Fauzanah yang guru matematika, gak bisa berhitung adalah sebuah bahaya besar dalam kehidupan, karena hidup memang memerlukan perhitungan. Maka sebagai guru ia mendedikasikan hidupnya untuk membuat banyak anak bangsa pintar matematika.
Namun bagi Fauzanah, Puskesmas juga dapat digunakan untuk anak-anak yang kesulitan matematika. Siapa tak bisa matematika, maka ia sakit, demikian vonisnya. “Mereka kan sakit, jadi harus ke puskesmas agar sehat,” ujarnya. Fauzanah pun kemudian mendirikan puskesmas matematika di Dusun Ngempon Lor Kelurahan Parakan Wetan Kecamatan Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Tidak main-main, mereka yang keluar dari puskesmas matematika ini bahkan menjadi juara olimpiade matematika.
Ibu Yan, panggilan akrab untuk Siti Fauzanah, sebenarnya sudah pensiun sejak lama. Namun pihak SMP tempat ia mengajar dulu, memintanya kembali untuk aktif mengajar. “Kami memang memerlukan Ibu Yan, demi kemajuan sekolah ini,” ujar Soedarman, Kepala SMPN 1 Parakan, Temanggung. Maka hingga sekarang, Bu Yan masih berprofesi sebagai guru di SMPN 1 Parakan.
clip_image003
Ketika mengajar dan menemukan anak kurang pintar bermatematika, maka tak segan Bu Yan meminta anak tersebut untuk datang ke rumah dan belajar tambahan di rumahnya. Tentu saja, tanpa dipungut bayaran. “Mereka kan sakit, jadi harus ke puskesmas agar sehat,” ujarnya diakhiri senyum.
Alhasil rumahnya pun menjadi pusat pelatihan/les matematika. Uniknya tempat pelatihan matematika ini ia sebut sebagai Puskesmas Matematika. Setiap hari puluhan anak akan terlihat bergantian memadati ruangan sekitar 4X5 meter. Sebagian murid les yang mampu membayar biaya les sebesar Rp.50 ribu per bulan. Tapi kebanyakan dari peserta les adalah mereka yang kurang mampu, sehingga Bu Yan memberikan les secara cuma-cuma.

Saksikan videonya.


saksikan video lengkap Kick Andy Heroes 2012

Di masa pensiunnya, wanita yang akrab disapa Bu Yan ini masih terus mengabdikan dirinya untuk membuat banyak anak bangsa pintar matematika. Pihak SMP tempat ia mengajar dulu, memintanya kembali untuk aktif mengajar dan hingga sekarang, Bu Yan berprofesi menjadi guru diusia senjanya. Setiap harinya bahkan ia masih memberikan kursus (les) bagi anak didiknya, yang terdiri dari kalangan SD, SMP dan SMA di rumahnya yang kecil dan berdinding papan.
clip_image005
Seperti layaknya puskesmas dan rumah sakit kebanyakan, Bu Yan memberlakukan rawat jalan atau berobat jalan serta rawat inap. Setiap hari puluhan anak akan terlihat bergantian memadati ruangan sekitar 4x5 meter. Rumah berdinding papan itu sebenarnya adalah rumah kontrakan, tempat Ibu Yan tinggal setiap hari. Les dimulai saat Ibu Yan pulang mengajar di sekolah dan berakhir malam hari sekitar pukul 20.00 WIB. Sementara hari Minggu, ruang les penuh mulai dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB.

Bu Yan memberikan les ini secara gratis. Sebagian murid yang merasa mampu membayar biaya les , boleh membayar sebesar Rp. 50 ribu per bulan. Meski bukan dari golongan berada, terbukti Bu Yan mampu memperjuangkan anak-anak putus sekolah. Setiap periode, anak-anak yang datang ke Puskesmasnya silih berganti. Mereka datang dari pelosok desa yang tersebar di wilayah Kabupaten Temanggung. Ada dari Tuksari, Nggorukem, Bokol, Ngadirejo, Jumo, Temanggung, dan sekitar Parakan.
clip_image007
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali memberikan Anugerah Peduli Pendidikan (APP), Kategori Individual dan Inovator Pendidikan diperoleh Ibu Karli dari Surabaya; John Ndalu dari Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur; Siti Fauzanah dari Temanggung, Jawa Tengah; dan Dian Inggrawati dari DKI Jakarta. http://dikmen.kemdiknas.go.id/html/index.php?id=berita&kode=32
Sudah tidak terhitung jumlah anak yang telah diselamatkannya melalui Puskesmas Matematika. Saat ini saja Bu Yan menjadi orang tua asuh bagi 17 anak. Mereka adalah anak-anak dari keluarga yang tidak mampu dan nyaris putus sekolah. Dari puskesmas sederhana yang dikelolanya, Bu Yan tidak hanya mengajarkan anak-anak berhitung dan pintar matematika, tetapi ia juga telah mengkalkulasi untuk menyelamatkan kehidupan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa ini.
clip_image010Dalam masa aktif sebagai guru, Bu Yan yang mengajar di Temanggung ini sering menemukan banyak kasus anak yang nyaris putus sekolah, karena kondisi orang tua murid yang sudah terang-terangan mengaku tak sanggup lagi membiayai anaknya sekolah. Melihat kondisi demikian, maka Bu Yan kemudian mengambil alih tanggung jawab orang tua anak tersebut dalam hal mendidik dan membiayai sekolahnya. Dan itu dilakukan sejak tahun 1983. Sudah banyak anak yang ia selamatkan masa depannya. "Kalau dibiarkan saja, anak-anak miskin dan putus sekolah itu pasti hanya akan menjadi kuli atau pembantu. Makanya saya ambil mereka untuk hidup bersama saya. Yang penting mereka bisa sekolah, tegasnya.
Dan saat ini Bu Yan sedang menjadi orang tua asuh bagi 17 anak. Mereka adalah anak-anak dari keluarga yang tidak mampu dan nyaris putus sekolah. Kebanyakan mereka mulai diangkat sebagai anak asuh pada usia sekolah SMP.
imageDisiplin belajar dan upaya keras Bu Yan telah mendapatkan hasil yang baik. Sebagian besar anak asuhnya itu telah meraih penghargaan olimpiade untuk bidang matematika, baik di tingkat lokal, provinsi, nasional, dan internasional. Dan prestasi ini lah yang kemudian menjadikan anak-anak itu jadi penerima beasiswa di berbagai sekolah dan kampus unggulan, seperti UGM, ITB, UNDIP, STAN, dan UNNES. “Andai saya tak bertemu Bu Yan, mungkin saya sekarang jadi kuli batu di kampung,” kata Nanang Susyanto, anak asuh Bu Yan, lulusan S-2 matematika UGM dan kini menjadi dosen di almamaternya.
Sama halnya dengan Nanang, Iwan yang anak seorang buruh Tani pun tak henti bersyukur pada pertemuannya dengan Ibu Yan. “Kalau gak ditolong Ibu, sekarang saya paling sedang nyabit rumput,” ujar mahasiswa Teknik Elektro UGM ini.
Ketulusan Bu Yan dalam menolong anak- anak bangsa ini, tak bisa dipisahkan dari masa lalunya. Bu Yan lahir dari keluarga sederhana. Selagi kecil, anak pertama dari 12 bersaudara ini terpaksa menjadi pembantu dari satu tempat ke tempat lainnya. “Jadi semua yang saya lakukan sekarang ini, karena pengalaman hidup saya. Saya tahu rasanya miskin, tapi saya tahu tak boleh ada yang putus sekolah,” ujarnya.

clip_image009

Untuk membiayai ke-17 anaknya, Bu Yan harus pintar membagi penghasilannya dari gaji pensiunan dan honorariumnya sebagai guru. Sementara dari hasil memberikan les matematika, ia hanya memperoleh uang sekitar Rp 600ribu saja per bulan. Tak heran kalau Bu Yan tak pernah memikirkan untuk memiliki sebuah rumah yang layak bagi masa depan dia dan lembaga kursusnya. Saat ini Bu Yan dan anak-anaknya tinggal di rumah kontrakan sederhana, yang berdinding papan.
Inilah kisah-kisah inspiratif dari para pejuang kehidupan yang mendedikasikan diri demi kemajuan pendidikan dan wawasan anak bangsa.
 
clip_image001

clip_image002

clip_image003

clip_image004

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit