Lingkungan alam merupakan salah satu komponen terpenting dalam pengembangan tujuan, isi dan proses pendidikan pada anak usia dini. Esensi tujuan pendidikan pada anak usia dini diantaranya adalah membantu anak memahami dan menyesuaikan diri secara kreatif dengan lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud memiliki konotasi pemahaman yang luas mencakup segala sumber yang ada dalam lingkungan anak (termasuk dirinya sendiri), lingkungan keluarga dan rumah, tetangga (tetangga pedagang, tetangga dokter, tetangga peternak, dan petani), lingkungan yang berwujud makanan, minuman serta pakaian, gedung atau bangunan, kebun, persawahan dan lain-lain.
Folosofis pembelajaran yang berbasis lingkungan alam sebenarnya telah digagas pertama kali oleh Jan Lightghart pada tahun 1859. Tokoh ini menyajikan suatu bentuk model pendidikan yang dikenal dengan ‘pengajaran barang sesungguhnya’. Konsep ini menjadi salah satu akar munculnya konsep pendidikan yang berbasis pada alam atau back to nature school. Ide dasarnya adalah pendidikan pada anak dilakukan dengan mengajak anak dalam suasana sesungguhnya melalui belajar pada lingkungan alam sekitar yang nyata. Bentuk pengajaran ini dilakukan sebagai upaya menentang bentuk pengajaran yang cenderung intelektualisme dan verbalistik. Menurut Jan Lightghart, Sumber utama bentuk pengajaran ini adalah lingkungan di sekitar anak. Melalui bentuk pengajaran ini akan tumbuh keaktifan anak dalam mengamati, menyelediki serta mempelajari lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesungguhnya juga akan menarik perhatian spontan anak sehingga anak memiliki pemahaman dan kekayaan pengetahuan yang bersumber dari lingkungannya sendiri. Bahan-bahan pengajaran yang ada pada lingkungan sekitar anak akan mudah diingat, dilihat dan dipraktikan sehingga kegiatan pengajaran menjadi berfungsi secara praktis.
Inti pengajaran barang sesungguhnya adalah mengajak anak pada kondisi lingkungan sesungguhnya. Semua bahan yang ada di lingkungan sekitar anak dapat dipakai sebagai pusat minat atau pusat perhatian anak. Bahan pengajaran dari lingkungan oleh Jan Lighthart dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu lingkungan alam (sebagai bahan
mentah), lingkungan produsen atau lingkungan pengrajin (pengolah dan penghasil bahan mentah menjadi bahan jadi) serta lingkungan masyarakat pengguna bahan jadi (konsumen). Bahan ini dapat terdiri dari tanaman, tanah, batu-batuan, kebun, sungai dan ladang, pengarajin kayu, rotan dan pasar atau toko sebagai pusat jual beli bahan-bahan jadi tersebut. Berdasarkan pusat minat anak (tema) ini maka langkah pengajaran dilaksanakan. Landasan filosofis kedua dapat ditelaah dari filsafat pendidikan naturalisme romantik yang dikemukakan Rousseau. Filosof ini berusaha mengembangkan konsep pendidikan Emile yang dilakukan secara naturalistik atau alami. Ia mengemukakan filosofisnya bahwa : (1) pendidikan harus mengembangkan kemampuan-kemampuan alami atau bakat/pembawaan anak dan (2) pendidikan yang berlangsung dalam alam. Sesuai dengan pandangan di atas, maka pendekatan untuk mendidik anak bukanlah dengan mengajar anak secara formal atau melalui pengajaran langsung, akan tetapi dengan memberi kesempatan kepada mereka belajar melalui proses eksplorasi dan diskoveri.
Landasan filosofis ketiga adalah konsep filosofis yang disampaikan oleh Decroly (1897). Filosof pendidikan ini mengemukakan beberapa ide filosofis bahwa :
1. Sekolah harus dihubungkan dengan kehidupan alam sekitar.
2. Pendidikan dan pengajaran agar didasarkan pada perkembangan anak.
3. Sekolah harus menjadi laboratorium bekerja bagi anak-anak.
4. Bahan-bahan pendidikan/pengajaran yang fungsional praktis.
Dari ketiga landasan filosofis pendidikan tersebut diharapkan akan menjadi rumusan pijakan untuk mengembangkan pembelajaran yang berbasis alam untuk memberikan pembelajaran yang bermakna bagi anak-anak. Deskripsi analisis filosofis tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:
Filosofis dasar yang terkait dengan pendidikan (pembelajaran) yang berbasis alam adalah pandangan bahwa kegiatan pendidikan (sekolah atau kurikulum) harus dapat membantu anak mengembangkan berbagai potensi perkembangan yang dipergunakan untuk beradaptasi secara kreatif dengan lingkungan alam. Atas dasar pandangan filosofis tersebut, kegiatan pendidikan seharusnya menggunakan lingkungan alam dengan berbagai variasi untuk memenuhi kebutuhan perkembangan anak usia dini. Sebagai lembaga sosial, sekolah harus menyajikan kehidupan nyata dan penting bagi anak sebagaimana yang terdapat di dalam rumah, di lingkungan sekitar, atau di lingkungan masyarakat luas. (Dewey dalam Krogh, 1994). Pandangan ini mempertegas bahwa sekolah (kurikulum : pembelajaran yang dilaksanakan) harus mampu membantu anak usia dini mengelaborasi dan mengeksplorasi lingkungan alam sebagai sumber belajar. Kegiatan pendidikan seperti ini sekaligus sebagai upaya memenuhi kebutuhan anak usia dini dalam masa-masa bermain, bereksplorasi dan bereksperimen.
Filosofis pendidikan berikutnya adalah bahwa kegiatan pembelajaran yang berbasis pada lingkungan alam akan membantu menumbuhkan otoaktivitas atau Autoactivity (aktivitas yang tumbuh dari dalam diri) anak sehingga dimungkinkan terjadi proses active learning (belajar secara aktif). Filosofis ini akan membantu pendidik merancang dan mengembangkan berbagai aktivitas yang memungkinkan anak terlibat secara aktif penuh (penuh keaktivitas) dalam interaksi pendidikan. Anak akan terlibat secara aktif dalam belajar melalui proses mengamati, mencari, menemukan, mendiskusikan, menyimpulkan, mengkomunikasikan dan membuat laporan sendiri tentang suatu fokus pembelajaran. Proses belajar seperti ini akan membantu anak memperoleh sejumlah keterampilan proses yang sangat dibutuhkan dalam mengembangkan life skill.
Filosofis ketiga dalam pembelajaran berbasis alam adalah pandangan bahwa lingkungan alam akan memberikan sejumlah pengalaman belajar langsung (real learning) dan/atau pembelajaran secara nyata (real instructions). Dalam istilah Jan Ligtghart ini dikenal dengan istilah pengajaran barang yang sesungguhnya. Konsep pendidikan seperti ini akan membantu anak mengembangkan proses berpikir komprehensif dalam situasi yang nyata tentang berbagai aspek kehidupan dalam lingkungan alam.
Filosofis keempat, konsep pembelajaran berbasis alam akan memberikan suasana atau kesempatan pada anak untuk mengembangkan kepekaan, kepedulian atau sensitivitas terhadap berbagai kondisi lingkungan alam. Kegiatan ini sekaligus tidak hanya membangun kecerdasan naturalis anak saja tetapi juga kecerdasan intra dan interpersonal, kecerdasan spiritual dan berbagai kecerdasan lainnya. Kepekaan yang berkembangan pada anak terhadap lingkungan alam secara konseptual disebut sebagai perhatian spontan Perhatian spontan anak akan muncul ketika anak-anak berinteraksi dengan berbagai objek dan kondisi lingkungan alam, baik secara individual maupun kelompok.
Filosofis kelima, konsep pembelajaran berbasis alam akan membantu anak memperoleh proses dan hasil belajar yang bermakna (meaningfull learning) serta pembelajaran yang fungsional praktis (practical and functional intruction). Melalui pembelajaran berbasis alam, anak dapat menemukan, memahami dan menerapkan secara langsung proses belajar pada berbagai aspek dalam kehidupan secara nyata. Dengan demikian, anak dapat memaknai bahwa belajar tentang berbagai hal akan memiliki makna dalam kehidupan kini maupun di masa yang akan datang.