Tampilkan postingan dengan label pengertian pembelajaran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pengertian pembelajaran. Tampilkan semua postingan

Jumat, 11 Juli 2014

Contoh Kegiatan Pembelajaran (PBM) Yang Baik

Contoh Kegiatan PBM Yang Baik. Sesuai dengan Permendikbud No. 65 tahun 2013 tentang standar proses, kegiatan pembelajaran terdiri atas tiga tahap, yaitu pendahuluan, inti, dan penutup. Tahapan 1 PBM dapat dikategorikan sebagai bagian dari tahapan pendahuluan. Sementara tahapan 2, 3, 4, dan 5 merupakan tahapan inti. Namun, tahapan 5 dapat pula dikategorikan sebagai tahapan penutup. Dalam kegiatan pembelajaran, beberapa peserta didik mungkin memerlukan penguatan/pengayaan dan beberapa lainnya memerlukan remidi. Kegiatan penguatan/pengayaan dilakukan untuk memperkuat dan memperkaya pemahaman peserta didik yang telah mencapai atau melampaui pencapaian kompetensi minimal. Pengayaan dapat berbentuk tugas proyek yang dilakukan di luar jam pelajaran. Di sisi lain, kegiatan dilakukan untuk memfasilitasi dan membantu peserta didik yang belum mencapai penguasaan kompetensi minimal yang ditentukan. image

Berikut adalah contoh kegiatan PBM, khsususnya pada mata pelajaran IPA, yang terdiri atas tahapan pendahuluan, inti, dan penutup.

a. Pendahuluan

Pada tahap ini, dilakukan Tahap 1 sintaks PBM, yaitu mengorientasi peserta didik pada masalah. Masalah tersebut dapat disajikan dalam bentuk gambar, diagram, film pendek, atau power point. Misalnya, dalam pelajaran IPA, masalah tersebut terkait dengan aktivitas pendiduk yang membuang limbah rumah tangga secara liar ke lingkungan sekitar. Setelah peserta didik mencermati (mengamati) sajian masalah, guru mengajukan pertanyaan pengarah (menanya) untuk mendorong peserta didik memprediksi atau mengajukan dugaan (hipotesis) mengenai dampak dari pembuangan limbah rumah tangga, seperti deterjen, terhadap kehidupan organisme. Selanjutnya, guru menginformasikan tujuan pembelajaran.

b. Inti

Tahapan inti mencakup tahap-tahap 2, 3, 4, dan 5 dalam sintaks PBM.

1) Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar (Tahap 2)

a) Melalui kegiatan tanya jawab (menanya), guru mengingatkan kembali langkah-langkah atau metode ilmiah. Metode ilmiah tersebut dapat disajikan dalam bentuk bagan.

b) Guru mengorganisasi peserta didik untuk belajar dalam bentuk diskusi kelompok kecil. Guru dapat menjelaskan lebih rinci alternatif-alternatif strategi untuk menyelesaikan masalah yang ditentukan, yaitu terkait dengan dampak pembuangan limbah terhadap kehidupan organisme.

c) Guru membimbing peserta didik secara individual maupun kelompok dalam merancang eksperimen untuk menguji dugaan (hipotesis) yang diajukan. Masing-masing kelompok mempresentasikan hipotesis dan rancangan eksperimennya untuk mendapat saran dari kelompok lain maupun dari guru. Kelompok-kelompok lain maupun guru dapat memberikan penilaian dan saran terhadap presentasi tersebut. Kelompok yang dinilai paling baik memperoleh penghargaan.

2) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok (Tahap 3)

a) Guru memberi bimbingan kepada peserta didik untuk melakukan penyelidikan atau eksperimen. Bimbingan tersebut meliputi pengumpulan informasi yang berkaitan dengan materi yang diangkat dalam permasalahan, misalnya mengenai pengaruh deterjen terhadap kehidupan organisme dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.

b) Kelompok peserta didik melakukan eksperimen berdasarkan rancangan yang telah mereka buat dengan bimbingan guru (experimenting). Perangkat eksperimen diletakkan di tempat yang mudah diamati setiap hari. Guru membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.

3) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya (Tahap 4)

Peserta didik dalam kelompok mengembangkan laporan hasil penelitian sesuai format yang sudah disepakati. Kelompok terpilih mempresentasikan hasil eksperimen (mengomunikasi). Setiap kelompok diberi waktu 10 menit. Kelompok lain menanggapi hasil presentasi dan guru memberikan umpan balik.

4) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Tahap 5)

a) Guru bersama peserta didik menganalisis dan mengevaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dipresentasikan setiap kelompok maupun terhadap seluruh aktivitas pembelajaran yang dilakukan.

b) Guru memberikan penguatan (mengasosiasi) terkait penguasaan pengetahuan atau konsep tertentu, misalnya dampak deterjen terhadap kehidupan organisme.

c. Penutup

Dengan bimbingan guru, peserta didik menyimpulkan hasil diskusi. Guru dapat melakukan kegiatan pengayaan bagi peserta didik yang telah mencapai ketuntasan. Sebaliknya, guru dapat memberikan remidi bagi peserta didik yang belum mencapai ketuntasan.

BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 09 Juli 2014

Langkah-Langkah Proses Belajar Mengajar

Langkah-langkah Proses Belajar Mengajar. Pada dasarnya, PBM diawali dengan aktivitas peserta didik untuk menyelesaikan masalah nyata yang ditentukan atau disepakati. Proses penyelesaian masalah tersebut berimplikasi pada terbentuknya keterampilan peserta didik dalam menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membentuk pengetahuan baru. Proses tersebut dilakukan dalam tahapan-tahapan atau sintaks pembelajaran yang disajikan pada Tabel berikut. image

Sintaks atau Langkah-Langkah PBM

Tahap

Aktivitas Guru dan Peserta didik

Tahap 1

Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan

Tahap 2

Mengorganisasi peserta didik untuk belajar

Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya.

Tahap 3

Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.

Tahap 4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model.

Tahap 5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan

(Sumber: Nur, M. 1998. Teori-teori Perkembangan. Surabaya: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.)

Tahapan-tahapan PBM yang dilaksanakan secara sistematis berpotensi dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah dan sekaligus dapat menguasai pengetahuan yang sesuai dengan kompetensi dasar tertentu. Tahapan-tahapan PBM tersebut dapat diintegrasikan dengan aktivitas-aktivitas pendekatan saintifik sesuai dengan karakteristik pembelajaran dalam Kurikulum 2013 sebagaimana tertera pada Permendikbud No. 81a Tahun 2013. Aktivitas-aktivitas tersebut adalah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperiman, mengasosiasikan/mengolah informasi, dan mengkomunikasikan.

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 08 Juli 2014

Tujuan dan Prinsip Pembelajaran PBM

Tujuan PBM

Tujuan utama PBM bukanlah penyampaian sejumlah besar pengetahuan kepada peserta didik, melainkan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah dan sekaligus mengembangkan kemampuan peserta didik untuk secara aktif membangun pengetahuan sendiri. PBM juga dimaksudkan untuk mengembangkan kemandirian belajar dan keterampilan sosial peserta didik. Kemandirian belajar dan keterampilan sosial itu dapat terbentuk ketika peserta didik berkolaborasi untuk mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah. image

Prinsip-prinsip PBM

Prinsip utama PBM adalah penggunaan masalah nyata sebagai sarana bagi peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan dan sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah. Masalah nyata adalah masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat langsung apabila diselesaikan.

Pemilihan atau penentuan masalah nyata ini dapat dilakukan oleh guru maupun peserta didik yang disesuaikan kompetensi dasar tertentu. Masalah itu bersifat terbuka (open-ended problem), yaitu masalah yang memiliki banyak jawaban atau strategi penyelesaian yang mendorong keingintahuan peserta didik untuk mengidentifikasi strategi-strategi dan solusi-solusi tersebut. Masalah itu juga bersifat tidak terstruktur dengan baik (ill-structured) yang tidak dapat diselesaikan secara langsung dengan cara menerapkan formula atau strategi tertentu, melainkan perlu informasi lebih lanjut untuk memahami serta perlu mengkombinasikan beberapa strategi atau bahkan mengkreasi strategi sendiri untuk menyelesaikannya.

Kurikulum 2013 menurut Permendikbud nomor 81a tahun 2013 tentang implementasi kurikulum, menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Di dalam PBM pusat pembelajaran adalah peserta didik (student-centered), sementara guru berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik untuk secara aktif menyelesaikan masalah dan membangun pengetahuannya secara berpasangan ataupun berkelompok (kolaborasi antar peserta didik)

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 03 September 2013

PEMBELAJARAN BERBASIS ALAM

Lingkungan alam merupakan salah satu komponen terpenting dalam pengembangan tujuan, isi dan proses pendidikan pada anak usia dini. Esensi tujuan pendidikan pada anak usia dini diantaranya adalah membantu anak memahami dan menyesuaikan diri secara kreatif dengan lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud memiliki konotasi pemahaman yang luas mencakup segala sumber yang ada dalam lingkungan anak (termasuk dirinya sendiri), lingkungan keluarga dan rumah, tetangga (tetangga pedagang, tetangga dokter, tetangga peternak, dan petani), lingkungan yang berwujud makanan, minuman serta pakaian, gedung atau bangunan, kebun, persawahan dan lain-lain. image

Folosofis pembelajaran yang berbasis lingkungan alam sebenarnya telah digagas pertama kali oleh Jan Lightghart pada tahun 1859. Tokoh ini menyajikan suatu bentuk model pendidikan yang dikenal dengan ‘pengajaran barang sesungguhnya’. Konsep ini menjadi salah satu akar munculnya konsep pendidikan yang berbasis pada alam atau back to nature school. Ide dasarnya adalah pendidikan pada anak dilakukan dengan mengajak anak dalam suasana sesungguhnya melalui belajar pada lingkungan alam sekitar yang nyata. Bentuk pengajaran ini dilakukan sebagai upaya menentang bentuk pengajaran yang cenderung intelektualisme dan verbalistik. Menurut Jan Lightghart, Sumber utama bentuk pengajaran ini adalah lingkungan di sekitar anak. Melalui bentuk pengajaran ini akan tumbuh keaktifan anak dalam mengamati, menyelediki serta mempelajari lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesungguhnya juga akan menarik perhatian spontan anak sehingga anak memiliki pemahaman dan kekayaan pengetahuan yang bersumber dari lingkungannya sendiri. Bahan-bahan pengajaran yang ada pada lingkungan sekitar anak akan mudah diingat, dilihat dan dipraktikan sehingga kegiatan pengajaran menjadi berfungsi secara praktis.

Inti pengajaran barang sesungguhnya adalah mengajak anak pada kondisi lingkungan sesungguhnya. Semua bahan yang ada di lingkungan sekitar anak dapat dipakai sebagai pusat minat atau pusat perhatian anak. Bahan pengajaran dari lingkungan oleh Jan Lighthart dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu lingkungan alam (sebagai bahan

mentah), lingkungan produsen atau lingkungan pengrajin (pengolah dan penghasil bahan mentah menjadi bahan jadi) serta lingkungan masyarakat pengguna bahan jadi (konsumen). Bahan ini dapat terdiri dari tanaman, tanah, batu-batuan, kebun, sungai dan ladang, pengarajin kayu, rotan dan pasar atau toko sebagai pusat jual beli bahan-bahan jadi tersebut. Berdasarkan pusat minat anak (tema) ini maka langkah pengajaran dilaksanakan. Landasan filosofis kedua dapat ditelaah dari filsafat pendidikan naturalisme romantik yang dikemukakan Rousseau. Filosof ini berusaha mengembangkan konsep pendidikan Emile yang dilakukan secara naturalistik atau alami. Ia mengemukakan filosofisnya bahwa : (1) pendidikan harus mengembangkan kemampuan-kemampuan alami atau bakat/pembawaan anak dan (2) pendidikan yang berlangsung dalam alam. Sesuai dengan pandangan di atas, maka pendekatan untuk mendidik anak bukanlah dengan mengajar anak secara formal atau melalui pengajaran langsung, akan tetapi dengan memberi kesempatan kepada mereka belajar melalui proses eksplorasi dan diskoveri.

Landasan filosofis ketiga adalah konsep filosofis yang disampaikan oleh Decroly (1897). Filosof pendidikan ini mengemukakan beberapa ide filosofis bahwa :

1. Sekolah harus dihubungkan dengan kehidupan alam sekitar.

2. Pendidikan dan pengajaran agar didasarkan pada perkembangan anak.

3. Sekolah harus menjadi laboratorium bekerja bagi anak-anak.

4. Bahan-bahan pendidikan/pengajaran yang fungsional praktis.

Dari ketiga landasan filosofis pendidikan tersebut diharapkan akan menjadi rumusan pijakan untuk mengembangkan pembelajaran yang berbasis alam untuk memberikan pembelajaran yang bermakna bagi anak-anak. Deskripsi analisis filosofis tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:

Filosofis dasar yang terkait dengan pendidikan (pembelajaran) yang berbasis alam adalah pandangan bahwa kegiatan pendidikan (sekolah atau kurikulum) harus dapat membantu anak mengembangkan berbagai potensi perkembangan yang dipergunakan untuk beradaptasi secara kreatif dengan lingkungan alam. Atas dasar pandangan filosofis tersebut, kegiatan pendidikan seharusnya menggunakan lingkungan alam dengan berbagai variasi untuk memenuhi kebutuhan perkembangan anak usia dini. Sebagai lembaga sosial, sekolah harus menyajikan kehidupan nyata dan penting bagi anak sebagaimana yang terdapat di dalam rumah, di lingkungan sekitar, atau di lingkungan masyarakat luas. (Dewey dalam Krogh, 1994). Pandangan ini mempertegas bahwa sekolah (kurikulum : pembelajaran yang dilaksanakan) harus mampu membantu anak usia dini mengelaborasi dan mengeksplorasi lingkungan alam sebagai sumber belajar. Kegiatan pendidikan seperti ini sekaligus sebagai upaya memenuhi kebutuhan anak usia dini dalam masa-masa bermain, bereksplorasi dan bereksperimen.

Filosofis pendidikan berikutnya adalah bahwa kegiatan pembelajaran yang berbasis pada lingkungan alam akan membantu menumbuhkan otoaktivitas atau Autoactivity (aktivitas yang tumbuh dari dalam diri) anak sehingga dimungkinkan terjadi proses active learning (belajar secara aktif). Filosofis ini akan membantu pendidik merancang dan mengembangkan berbagai aktivitas yang memungkinkan anak terlibat secara aktif penuh (penuh keaktivitas) dalam interaksi pendidikan. Anak akan terlibat secara aktif dalam belajar melalui proses mengamati, mencari, menemukan, mendiskusikan, menyimpulkan, mengkomunikasikan dan membuat laporan sendiri tentang suatu fokus pembelajaran. Proses belajar seperti ini akan membantu anak memperoleh sejumlah keterampilan proses yang sangat dibutuhkan dalam mengembangkan life skill.

Filosofis ketiga dalam pembelajaran berbasis alam adalah pandangan bahwa lingkungan alam akan memberikan sejumlah pengalaman belajar langsung (real learning) dan/atau pembelajaran secara nyata (real instructions). Dalam istilah Jan Ligtghart ini dikenal dengan istilah pengajaran barang yang sesungguhnya. Konsep pendidikan seperti ini akan membantu anak mengembangkan proses berpikir komprehensif dalam situasi yang nyata tentang berbagai aspek kehidupan dalam lingkungan alam.

Filosofis keempat, konsep pembelajaran berbasis alam akan memberikan suasana atau kesempatan pada anak untuk mengembangkan kepekaan, kepedulian atau sensitivitas terhadap berbagai kondisi lingkungan alam. Kegiatan ini sekaligus tidak hanya membangun kecerdasan naturalis anak saja tetapi juga kecerdasan intra dan interpersonal, kecerdasan spiritual dan berbagai kecerdasan lainnya. Kepekaan yang berkembangan pada anak terhadap lingkungan alam secara konseptual disebut sebagai perhatian spontan Perhatian spontan anak akan muncul ketika anak-anak berinteraksi dengan berbagai objek dan kondisi lingkungan alam, baik secara individual maupun kelompok.

Filosofis kelima, konsep pembelajaran berbasis alam akan membantu anak memperoleh proses dan hasil belajar yang bermakna (meaningfull learning) serta pembelajaran yang fungsional praktis (practical and functional intruction). Melalui pembelajaran berbasis alam, anak dapat menemukan, memahami dan menerapkan secara langsung proses belajar pada berbagai aspek dalam kehidupan secara nyata. Dengan demikian, anak dapat memaknai bahwa belajar tentang berbagai hal akan memiliki makna dalam kehidupan kini maupun di masa yang akan datang.

BACA SELENGKAPNYA »

Sabtu, 25 Mei 2013

Pembelajaran tematik integratif Kurikulum 2013 SD/MI

Kurikulum SD/MI menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif dari kelas I sampai kelas VI. Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema.

Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial. Dengan demikian pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia. image

Dalam pembelajaran tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan manusia. Untuk kelas I, II, dan III, keduanya merupakan pemberi makna yang substansial terhadap mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni-Budaya dan Prakarya, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Di sinilah Kompetensi Dasar dari Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain memiliki peran penting sebagai pengikat dan pengembang Kompetensi Dasar mata pelajaran lainnya.

Dari sudut pandang psikologis, peserta didik belum mampu berpikir abstrak untuk memahami konten mata pelajaran yang terpisah kecuali kelas IV, V, dan VI sudah mulai mampu berpikir abstrak. Pandangan psikologi perkembangan dan Gestalt memberi dasar yang kuat untuk integrasi Kompetensi Dasar yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik. Dari sudut pandang transdisciplinarity maka pengotakan konten kurikulum secara terpisah ketat tidak memberikan keuntungan bagi kemampuan berpikir selanjutnya.

image
BACA SELENGKAPNYA »

Kamis, 21 Februari 2013

Pemilihan Model Pembelajaran Sebagai Bentuk Implementasi Strategi Pembelajaran

Dalam pembelajaran guru diharapkan mampu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Dimana dalam pemilihan Model pembelajaran meliputi pendekatan suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Misalnya pada model pembelajaran berdasarkan masalah, kelompok-kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati oleh siswa dan guru. Ketika guru sedang menerapkan model pembelajaran tersebut, seringkali siswa menggunakan bermacam-macam keterampilan, prosedur pemecahan masalah dan berpikir kritis.

clip_image002

Model pembelajaran berdasarkan masalah dilandasi oleh teori belajar konstruktivis. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama diantara siswa-siswa. Dalam model pembelajaran ini guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan; guru memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa.

Model-model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks (pola urutannya) dan sifat lingkungan belajarnya. Sebagai contoh pengklasifikasian berdasarkan tujuan adalah pembelajaran langsung, suatu model pembelajaran yang baik untuk membantu siswa mempelajari keterampilan dasar seperti tabel perkalian atau untuk topik-topik yang banyak berkaitan dengan penggunaan alat. Akan tetapi ini tidak sesuai bila digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep matematika tingkat tinggi.

Sintaks (pola urutan) dari suatu model pembelajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Sintaks (pola urutan) dari suatu model pembelajaran tertentu menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan oleh guru atau siswa. Sintaks (pola urutan) dari bermacam-macam model pembelajaran memiliki komponen-komponen yang sama. Contoh, setiap model pembelajaran diawali dengan upaya menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa agar terlibat dalam proses pembelajaran. Setiap model pembelajaran diakhiri dengan tahap menutup pelajaran, didalamnya meliputi kegiatan merangkum pokok-pokok pelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru.

Tiap-tiap model pembelajaran membutuhkan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit berbeda. Misalnya, model pembelajaran kooperatif memerlukan lingkungan belajar yang fleksibel seperti tersedia meja dan kursi yang mudah dipindahkan. Pada model pembelajaran diskusi para siswa duduk dibangku yang disusun secara melingkar atau seperti tapal kuda. Sedangkan model pembelajaran langsung siswa duduk berhadap-hadapan dengan guru.

Pada model pembelajaran kooperatif siswa perlu berkomunikasi satu sama lain, sedangkan pada model pembelajaran langsung siswa harus tenang dan memperhatikan guru.

Pemilihan model dan metode pembelajaran menyangkut strategi dalam pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah perencanaan dan tindakan yang tepat dan cermat mengenai kegiatan pembelajaran agar kompetensi dasar dan indikator pembelajarannya dapat tercapai. Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Di madrasah, tindakan pembelajaran ini dilakukan nara sumber (guru) terhadap peserta didiknya (siswa). Jadi, pada prinsipnya strategi pembelajaran sangat terkait dengan pemilihan model dan metode pembelajaran yang dilakukan guru dalam menyampaikan materi bahan ajar kepada para siswanya.

Pada saat ini banyak dikembangkan model-model pembelajaran. Menurut penemunya, model pembelajaran temuannya tersebut dipandang paling tepat diantara model pembelajaran yang lain. Untuk menyikapi hal tersebut diatas, maka perlu kita sepakati hal-hal sebagai berikut :

1. Siswa Pendidikan Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah banyak yang masih berada dalam tahap berpikir konkret. Model dan metode apapun yang diterapkan, pemanfaatan alat peraga masih diperlukan dalam menjelaskan beberapa konsep matematika.

2. Kita tidak perlu mendewakan salah satu model pembelajaran yang ada. Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelemahan dan kekuatan.

3. Kita dapat memilih salah satu model pembelajaran yang kita anggap sesuai dengan materi pembelajaran kita; dan jika perlu kita dapat menggabungkan beberapa model pembelajaran.

4. Model apa pun yang kita terapkan, jika kita kurang menguasai meteri dan tidak disenangi para siswa, maka hasil pembelajaran menjadi tidak efektif.

5. Oleh kerena itu komitmen kita adalah sebagai berikut :

a. Kita perlu menguasai materi yang harus kita ajarkan, dapat mengajarkannya, dan terampil dalam menggunakan alat peraga.

b. Kita berniat untuk memberikan yang kita punyai kepada para siswa dengan sepenuh hati, hangat, ramah, antusias, dan bertanggung jawab.

c. Menjaga agar para siswa “mencintai” kita, menyenangi materi yang kta ajarkan, dengan tetap menjaga kredibilitas dan wibawa kita sebagai guru dapat mengembangkan model pembelajaran sendiri. Anggaplah kita sedang melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas.

Model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh para guru sangat beragam. Model pembelajaran adalah suatu pola atau langkah-langkah pembelajaran tertentu yang diterapkan agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan akan cepat dapat di capai dengan lebih efektif dan efisien.

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit