Tampilkan postingan dengan label filsafat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label filsafat. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 Desember 2012

BERPIKIR ILMIAH

A. Sarana Berpikir Ilmiah

Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan melakukan penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, statistika.

B. Bahasa

Bahasa dapat dicirikan sebagai serangkaian bunyi, lambang di mana rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti tertentu. Rangkaian bunyi ini yang kita kenal sebagai kata melambangkan suatu obyek tertentu. Bahasa mengalami perkembangan oleh karena disebabkan pengalaman dan pemikiran manusia yang juga berkembang. Dengan bahasa manusia dapat berpikir secara teratur namun juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang ia pikirkan kepada orang lain. Tanpa bahasa maka mustahil bisa berpikir secara teratur dan dengan bahasa kita bisa melanjutkan nilai-nilai kepada generasi berikutnya. Berbahasa dengan jelas adalah makna yang terkandung dalam kata-kata harus diungkapkan secara tersurat untuk mencegah pemberian makna yang lain. Berbahasa dengan jelas artinya juga mengungkapkan pendapat atau pikiran secara jelas.
Karya ilmiah pada dasarnya merupakan kumpulan pernyataan yang mengemukakan informasi tentang pengetahuan maupun jalan pemikiran dalam mendapatkan pengetahuan tersebut. image

C. Matematika

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu matematika hanya kumpulan rumus-rumus yang mati. Matematika mempunyai kelebihan dari bahasa verbal karena matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan bahasa verbal hanya bisa mengemukakan peryataan yang bersifat kualitatif. Sifat kuantitatif dari matematika meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat. Matematika berfungsi sebagai alat berpikir. Matematika secara garis besarnya merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif.
Ada beberapa aliran dalam Filsafat Matematika antara lain: Aliran Logistik (Immanuel Kant) Aliran Intusionis (Jan Brouwer) dan Aliran Formalis (David Hilbert).

D. Statistika

Yang menjadi dasar teori statistika adalah peluang. Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik. Yang pada pokoknya didasarkan pada asas yang sederhana, yakni semakin besar contoh yang diambil maka makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalitas antara dua faktor atua lebih bersifat kebetulan atau benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah maka statistika membantu kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan secara kebetulan.

Referensi :

Suriasumantri, S. Jujun, Filsafat Ilmu Suatu Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1990.

Kiriman dari

Sutiyono, S.Pd.SD
Alamat : Purwosari RT 02/05 Kudus Jawa Tengah
Email : sutiyono459@yahoo.com

BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 05 Desember 2012

ONTOLOGI: HAKIKAT APA YANG DIKAJI DALAM FILSAFAT ILMU

A. Metafisika

Metafisika dapat diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki apa hakikat di balik alam nyata ini. Bidang telaah filsafati yang disebut metafisika ini merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafat termasuk pemikiran ilmiah.

B. Asumsi

Determinisme, probabilistik dan pilihan bebas merupakan permasalahan filsafati yang rumit namun menarik. Tanpa mengenal ketiga aspek ini akan sulit bagi kita untuk mengenal hakikat keilmuan dengan baik.image

Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal. Aliran ini merupakan lawan dari fatalisme yang menyatakn bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang ditetapkan lebih dahulu.

C. Peluang

Berdasarkan teori keilmuan tidak akan pernah mendapatkan hal yang pasti mengenai suatu kejadian. Yang ada adalah kesimpulan yang probabilistik.

D. Beberapa Asumsi dalam Ilmu

Suatu permasalahan kehidupan tidak bisa dianalisis secara cermat dan saksama hanya oleh satu disiplin keilmuan saja. Dalam mengembangkan asumsi kita harus perhatikan beberapa hal. Pertama, asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi harus operasional dan merupakan dasar dari pengkajian teoritis. Kedua, asumsi ini harus disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya bukan bagaimana keaadaan yang seharusnya. Asumsi yang pertama adalah mendasari telaah ilmiah sedangkan asumsi yang kedua adalah asumsi yang mendasari telaah moral.

E. Batas-batas Penjelajahan Ilmu

Ilmu memulai penjelajahan pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu membatasi lingkup penjelajahanya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenaranya secara empiris.

Referensi :

Suriasumantri, S. Jujun, Filsafat Ilmu Suatu Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1990.

Kiriman dari

Sutiyono, S.Pd.SD
Alamat : Purwosari RT 02/05 Kudus Jawa Tengah
Email : sutiyono459@yahoo.com

BACA SELENGKAPNYA »

Senin, 03 Desember 2012

Filsafat Ilmu

A. Ilmu dan Fisafat.

Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini.

Berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri: apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu? Apakah ciri-cirinya yang hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bukan ilmu? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar? Kriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah? Mengapa kita mempelajari ilmu? Apakah kegunaannya sebenarnya?

Berfilsafat juga berarti berendah hati mengevaluasi segenap pengetahuan yang telah kita ketahui: Apakah ilmu telah mencakup segenap pengetahuan yang seyogyanya saya ketahui dalam kehidupan ini? Di batas manakah ilmu mulai dan di batas manakah dia berhenti? Kemanakah saya harus berpaling di batas ketidaktahuan ini? Apakah kelebihan dan kegunaan ilmu?

B. Filsafat

Filsafat adalah pemikiran/penelaahan tentang sesuatu secara mendalam, menyeluruh dan berkesinambungan. Adapun karakteristik berpikir filsafat adalah menyeluruh, mendasar, dan spekulatif.

Tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan. Apakah yang disebut logis? Apakah yang disebut benar? Apakah yang disebut sahih? Apakah alam ini teratur atau kacau? Apakah hidup ini ada tujuannya atau absurd? Adakah hukum yang mengatur alam dan segenap satwa kehidupan? Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka filsafat menelaah segala masalah yang dapat dipikirkan oleh manusia.image

Ada tiga karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Yang kedua adalah sifat mendasar. Yang ketiga adalah sifat spekulatif. Bidang Telaah Filsafat selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka dia menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya menjawab sebagai pionir dia mempermasalahkan hal-hal yang pokok: terjawab masalah yang satu, diapun mulai merambah pertanyaan lain.

C. Cabang-cabang Filsafat

Cabang-cabang filsafat antara lain:

1. Epistemologi (Filsafat pengetahuan);

2. Etika (Fisalfat moral);

3. Estetika (Filsafat seni);

4. Metafisika;

5. Politik (Filsafat pemerintahan);

6. Filsafat Agama;

7. Filsafat ilmu;

8. Filsafat pendidikan;

9. Filsafat Hukum;

10. Filsafat sejarah;

11. Filsafat matematika.

Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi, yakni :

1. Logika (apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah).

2. Etika (mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk).

3. Estetika (apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek).

D. Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial.

Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti:

1. Ontologi

Obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?

2. Epistemologi

Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?

3. Aksiologi

Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/professional?

Referensi :
Suriasumantri,S.Jujun,FilsafatIlmuSuatuPengantarPopuler,Jakarta:PustakaSinarHarapan,1990.

Kiriman dari :

Sutiyono, S.Pd.SD
Alamat : Purwosari RT 02/05 Kudus Jawa Tengah
Email : sutiyono459@yahoo.com

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit