Tampilkan postingan dengan label kurikulum smp 2013. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kurikulum smp 2013. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Juni 2013

PERLUNYA PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013

Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang jaman.

Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, man-diri; dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. image

Di dalam Penjelasan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bagian Umum dijelaskan bahwa pembaruan pendidikan memerlukan strategi tertentu, dan salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional ini adalah ... “2. pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi.”

Pasal 35 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 juga mengatur bahwa ... “(2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.” Selanjutnya di dalam penjelasan Pasal 35 dinyatakan bahwa “kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yanga telah disepakati.”

Pada hakikatnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 Ayat (1) menyebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.

BACA SELENGKAPNYA »

Sabtu, 08 Juni 2013

RASIONAL PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013

Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi, baik tantangan internal maupun tantangan eksternal. Disamping itu, di dalam menghadapi tuntutan perkembangan zaman, dirasa perlu adanya penyempurnaan pola pikir dan penguatan tata kelola kurikulum serta pendalaman dan perluasan materi. Dan hal pembelajaran yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya penguatan proses pembelajaran dan penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan.

  1. Tantangan Internal

Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar pengelolaan, standar biaya, standar sarana prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi, standar proses, standar penilaian, dan standar kompetensi lulusan. Tantangan internal lainnya terkait dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif.

Terkait dengan tantangan internal pertama, berbagai kegiatan dilaksanakan untuk mengupayakan agar penyelenggaraan pendidikan dapat mencapai ke delapan standar yang telah ditetapkan. Di dalam Standar Pengelolaan hal-hal yang dikembangkan antara lain adalah Manajemen Berbasis Sekolah. Rehabilitasi gedung sekolah dan penyediaan laboratorium serta perpustakaan sekolah terus dilaksanakan agar setiap sekolah yang ada di Indonesia dapat mencapai Standar Sarana-Prasarana yang telah ditetapkan. Dalam mencapai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, berbagai upaya yang dilakukan antara lain adalah peningkatan kualifikasi dan sertifikasi guru, pembayaran tunjangan sertifikasi, serta uji kompetensi dan pengukuran kinerja guru. Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, dan Standar Kompetensi Lulusan adalah merupakan standar yang terkait dengan kurikulum yang perlu secara terus menerus dikaji agar peserta didik yang melalui proses pendidikan dapat memiliki kompetensi yang telah ditetapkan. (Gambar 1).

clip_image002

Gambar 1

Terkait dengan perkembangan penduduk, saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%.

clip_image004

Gambar 2

Ini berarti bahwa pada tahun 2020-2035 sumber daya manusia (SDM) Indonesia usia produktif akan melimpah. SDM yang melimpah ini apabila memiliki kompetensi dan keterampilan akan menjadi modal pembangunan yang luar biasa besarnya. Namun apabila tidak memiliki kompetensi dan keterampilan tentunya akan menjadi beban pembangunan. Oleh sebab itu tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar SDM usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi SDM yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi beban (Gambar 2).

  1. Tantangan Eksternal

Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka.

Tantangan masa depan antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Di era globalisasi juga akan terjadi perubahan-perubahan yang cepat. Dunia akan semakin transparan, terasa sempit, dan seakan tanpa batas.Hubungan komunikasi, informasi, dan transportasi menjadikan satu sama lain menjadi dekat sebagai akibat dari revolusi industri dan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Arus globalisasi juga akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di WTO, ASEAN Community, APEC, dan AFTA. Tantangan masa depan juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains, serta mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) dan PISA (Program for International Student Assessment) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS dan PISA yang hanya menduduki peringkat empat besar dari bawah. Penyebab capaian ini antara lain adalah karena banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS dan PISA tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia.

clip_image006

Gambar 3

Kompetensi masa depan yang diperlukan dalam menghadapi arus globalisasi antara lain berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir jernih dan kritis, kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, kemampuan menjadi warga negara yang bertanggungjawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, dan kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal. Disamping itu generasi Indonesia juga harus memiliki minat luas dalam kehidupan, memiliki kesiapan untuk bekerja, memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan memiliki rasa tanggung-jawab terhadap lingkungan.

Dilihat dari persepsi masyarakat, pendidikan di Indonesia saat ini dinilai terlalu menitik-beratkan pada aspek kognitif dan beban siswa dianggap terlalu berat. Selain itu pendidikan juga dinilai kurang bermuatan karakter.

Penyelenggaraan pendidikan juga perlu memperhatikan perkembangan pengetahuan yang terkait dengan perkembangan neurologi dan psikologi serta perkembangan pedagogi yang terkait dengan observation-based (discovery) learning serta collaborative learning.

Tantangan eksternal lainnya berupa fenomena negatif yang mengemuka antara lain terkait dengan masalah perkelahian pelajar, masalah narkoba, korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam ujian, dan gejolak sosial di masyarakat (social unrest)

  1. Penyempurnaan Pola Pikir

Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan hanya akan dapat terwujud apabila terjadi pergeseran atau perubahan pola pikir. Laporan BSNP tahun 2010 dengan judul Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI menegaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam menghadapi masa depan perlu dilakukan perubahan paradigma pembelajaran melalui pergeseran tata cara penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas atau lingkungan sekitar lembaga pendidikan tempat peserta didik menimba ilmu. Pergeseran itu meliputi proses pembelajaran sebagai berikut:

a.       Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa. Jika dahulu biasanya yang terjadi adalah guru berbicara dan siswa mendengar, menyimak, dan menulis, maka sekarang guru harus lebih banyak mendengarkan siswanya saling berinteraksi, berargumen, berdebat, dan berkolaborasi. Fungsi guru dari pengajar berubah dengan sendirinya menjadi fasilitator bagi siswa-siswanya.

b.      Dari satu arah menuju interaktif. Jika dahulu mekanisme pembelajaran yang terjadi adalah satu arah dari guru ke siswa, maka saat ini harus terdapat interaksi yang cukup antara guru dan siswa dalam berbagai bentuk komunikasinya. Guru berusaha membuat kelas semenarik mungkin melalui berbagai pendekatan interaksi yang dipersiapkan dan dikelola. 

c.       Dari isolasi menuju lingkungan jejaring. Jika dahulu siswa hanya dapat bertanya pada guru dan berguru pada buku yang ada di dalam kelas semata, maka sekarang ini yang bersangkutan dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh via internet. 

d.      Dari pasif menuju aktif-menyelidiki. Jika dahulu siswa diminta untuk pasif saja mendengarkan dan menyimak baik-baik apa yang disampaikan gurunya agar mengerti, maka sekarang disarankan agar siswa lebih aktif dengan cara memberikan berbagai pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya.

e.       Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata. Jika dahulu contoh-contoh yang diberikan guru kepada siswanya kebanyakan bersifat artifisial, maka saat ini sang guru harus dapat memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari dan relevan dengan bahan yang diajarkan. 

f.       Dari pembelajaran pribadi menuju pembelajaran berbasis tim. Jika dahulu proses pembelajaran lebih bersifat personal atau berbasiskan masing-masing individu, maka yang harus dikembangkan sekarang adalah model pembelajaran yang mengedepankan kerjasama antar individu.

g.      Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan. Jika dahulu ilmu atau materi yang diajarkan lebih bersifat umum (semua materi yang dianggap perlu diberikan), maka saat ini harus dipilih ilmu atau materi yang benar-benar relevan untuk ditekuni dan diperdalam secara sungguh-sungguh (hanya materi yang relevan bagi kehidupan sang siswa yang diberikan).

h.      Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru. Jika dahulu siswa hanya menggunakan sebagian panca inderanya dalam menangkap materi yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka sekarang semua panca indera dan komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran (kognitif, afektif, dan psikomotorik).

i.        Dari alat tunggal menuju alat multimedia. Jika dahulu guru hanya mengandalkan papan tulis untuk mengajar, maka saat ini diharapkan guru dapat menggunakan beranekaragam peralatan dan teknologi pendidikan yang tersedia, baik yang bersifat konvensional maupun modern.

j.        Dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif. Jika dahulu siswa harus selalu setuju dengan pendapat guru dan tidak boleh sama sekali menentangnya, maka saat ini harus ada dialog antara guru dan siswa untuk mencapai kesepakatan bersama.

k.      Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan. Jika dahulu semua siswa tanpa kecuali memperoleh bahan atau konten materi yang sama, maka sekarang ini setiap siswa berhak untuk mendapatkan konten sesuai dengan ketertarikan atau keunikan potensi yang dimilikinya.

l.        Dari usaha sadar tunggal menuju jamak. Jika dahulu siswa harus secara seragam mengikuti sebuah cara dalam berproses maka yang harus ditonjolkan sekarang justru adanya keberagaman inisiatif yang timbul dari masing-masing individu.

m.    Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak. Jika dahulu siswa hanya mempelajari sebuah materi atau fenomena dari satu sisi pandang ilmu, maka sekarang konteks pemahaman akan jauh lebih baik dimengerti melalui pendekatan pengetahuan multi disiplin.

n.      Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan. Jika dahulu seluruh kontrol dan kendali kelas ada pada sang guru, maka sekarang siswa diberi kepercayaan untuk bertanggung jawab atas pekerjaan dan aktivitasnya masing- masing.

o.      Dari pemikiran faktual menuju kritis. Jika dahulu hal-hal yang dibahas di dalam kelas lebih bersifat faktual, maka sekarang harus dikembangkan pembahasan terhadap berbagai hal yang membutuhkan pemikiran kreatif dan kritis untuk menyelesaikannya.

p.      Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan. Jika dahulu yang terjadi di dalam kelas adalah “pemindahan” ilmu dari guru ke siswa, maka dalam abad XXI ini yang terjadi di kelas adalah pertukaran pengetahuan antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan sesamanya.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan kompetensi lulusan yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dirumuskan berdasarkan kebutuhan pada tingkat individu, masyarakat, bangsa dan negara, serta peradaban. Untuk mencapai kompetensi lulusan ini, yang dirumuskan dalam bentuk Standar Kompetensi Lulusan (SKL), kemudian dirumuskan materi inti pembelajaran yang dirumuskan dalam bentuk Standar Isi (SI), proses pembelajaran yang dirumuskan dalam bentuk Standar Proses, dan proses penilaian dalam bentuk Standar Penilaian. Selanjutnya dirumuskan secara lebih detil mata pelajaran apa saja yang perlu diajarkan untuk memenuhi pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.

Dilihat dari pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 dan KTSP 2006, dapat disimpulkan bahwa SKL dirumuskan dari beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Ini berarti bahwa SKL satuan pendidikan ditetapkan dengan mengacu kepada mata pelajaran yang harus diajarkan kepada peserta didik, atau dengan kata lain mata pelajaran menjadi penentu rumusan SKL. Model pengembangan seperti ini mengakibatkan terjadinya pemisahan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Pemisahan mata pelajaran yang lepas satu dengan yang lainnya ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan globalisasi yang menuntut agar semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan dan konteks pemahaman akan jauh lebih baik dimengerti melalui pendekatan pengetahuan multidisiplin.

Sejalan dengan itu, perlu dilakukan penyempurnaan pola pikir dan penggunaan pendekatan baru dalam perumusan Standar Kompetensi Lulusan. Perumusan SKL di dalam KBK 2004 dan KTSP 2006 yang diturunkan dari SI harus diubah menjadi perumusan yang diturunkan dari kebutuhan. Pendekatan dalam penyusunan SKL pada KBK 2004 dan KTSP 2006 dapat dilihat di Gambar 4 dan penyempurnaan pola pikir perumusan kurikulum dapat dilihat di Tabel 1.

clip_image008

Gambar 4

clip_image009clip_image011

Tabel 1

 

  1. Penguatan Tata Kelola Kurikulum

Penguatan tata kelola kurikulum diatur dengan mengacu pada UU 20/2003 tentang Sisdiknas. Pasal 38 ayat (1) pada UU No. 20 Tahun 23 tentang Sisdiknas mengatur bahwa “Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan pemerintah.” Selanjutnya ayat (2) pada pasal yang sama mengatur bahwa “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.” Di dalam Penjelasan Umum undang-undang yang sama dijelaskan bahwa “Pembaruan sistem pendidikan memerlukan strategi tertentu. Srategi pembangunan pendidikan nasional dalam undang-undang ini meliputi: ... 2. pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi.” Selanjutnya di dalam Penjelasan Pasal 35 yang terkait dengan kompetensi dijelaskan bahwa “Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.”

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa “Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.”

Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dimulai dari penyusunan kerangka dasar kurikulum yang diturunkan dari tujuan pendidikan nasional dan berdasarkan landasan filosofis, yuridis, dan konseptual yang selanjutnya diturunkan ke dalam struktur kurikulum. Dari struktur kurikulum selanjutnya diturunkan menjadi standar isi yang memuat berbagai mata pelajaran dengan rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk masing-masing mata pelajaran. Selanjutnya disusun standar proses, standar kompetensi lulusan, dan standar penilaian yang kemudian diturunkan ke dalam pedoman dan silabus. Selanjutnya silabus diturunkan menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran dan buku teks untuk seterusnya dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran dan penilaian. Perbedaan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 terletak pada peran guru pada bagian akhir kerangka kerja penyusunan kurikulum. Kalau di dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004, peran satuan pendidikan dan guru terbatas pada penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran yang diturunkan dari silabus yang sudah tersedia dan pemilihan buku teks siswa untuk selanjutnya melaksanakan proses pembelajaran dan penilaian. Sedangkan di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, peranan satuan pendidikan dan guru diperluas lebih lanjut sampai pada penyusunan silabus berdasarkan pedoman yang diberikan.

Peranan satuan pendidikan dan guru yang diperluas sampai penyusunan silabus ini berakibat pada pemilihan buku teks oleh satuan pendidikan dan guru yang sangat beragam. Dalam kenyataannya, satuan pendidikan dan guru memilih buku yang dihasilkan dari berbagai kurikulum, seperti Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, Kurikulum 2006, atau bahkan dari sumber yang tidak jelas rujukannya. Pemilihan buku teks yang beragam ini juga tentunya akan menghasilkan silabus yang sangat berbeda satu sama lain yang seterusnya diturunkan menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran dan pelaksanaan proses pembelajaran dan penilaian.

Oleh sebab itu, agar kompetensi lulusan dapat dicapai sesuai dengan yang telah ditetapkan, perlu ada perubahan yang signifikan. Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan standar kompetensi lulusan berdasarkan kesiapan peserta didik, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang sangat memberatkan guru. Perbandingan kerangka kerja penyusunan kurikulum dapat dilihat pada Gambar 5.

clip_image013

Gambar 5

Hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dilakukan Balitbang pada tahun 2010 juga menunjukkan bahwa secara umum total waktu pembelajaran yang dialokasikan oleh banyak guru untuk beberapa mata pelajaran di SD, SMP, dan SMA lebih kecil dari total waktu pembelajaran yang dialokasikan menurut Standar Isi. Disamping itu, dikaitkan dengan kesulitan yang dihadapi guru dalam melaksanakan KTSP, ada kemungkinan waktu yang dialokasikan dalam Standar Isi tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya. Hasil monitoring dan evaluasi ini juga menunjukkan bahwa banyak kompetensi yang perumusannya sulit dipahami guru, dan kalau diajarkan kepada siswa sulit dicapai oleh siswa.Rumusan kompetensi juga sulit dijabarkan ke dalam indikator dengan akibat sulit dijabarkan ke pembelajaran, sulit dijabarkan ke penilaian, sulit diajarkan karena terlalu kompleks, dan sulit diajarkan karena keterbatasan sarana, media, dan sumber belajar.

Untuk menjamin ketercapaian kompetensi sesuai dengan yang telah ditetapkan dan untuk memudahkan pemantauan dan supervisi pelaksanaan pengajaran, perlu diambil langkah penguatan tata kelola antara lain dengan menyiapkan pada tingkat pusat buku pegangan pembelajaran yang terdiri dari buku pegangan siswa dan buku pegangan guru. Karena guru merupakan faktor yang sangat penting di dalam pelaksanaan kurikulum, maka sangat penting untuk menyiapkan guru supaya memahami pemanfaatan sumber belajar yang telah disiapkan dan sumber lain yang dapat mereka manfaatkan. Untuk menjamin keterlaksanaan implementasi kurikulum dan pelaksanaan pembelajaran, juga perlu diperkuat peran pendampingan dan pemantauan oleh pusat dan daerah.

 

  1. Pendalaman dan Perluasan Materi

Berdasarkan analisis hasil PISA 2009, ditemukan bahwa dari 6 (enam) level kemampuan yang dirumuskan di dalam studi PISA, hampir semua peserta didik Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran sampai level 3 (tiga) saja, sementara negara lain yang terlibat di dalam studi ini banyak yang mencapai level 4 (empat), 5 (lima), dan 6 (enam). Dengan keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama, interpretasi yang dapat disimpulkan dari hasil studi ini, hanya satu, yaitu yang kita ajarkan berbeda dengan tuntutan zaman (Gambar 6).

clip_image015

Gambar 6

Analisis hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011 di bidang matematika dan IPA untuk peserta didik kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Untuk bidang matematika, lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu mencapai level tinggi dan advance. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau yang distandarkan di tingkat internasional (Gambar 7).

clip_image017

Gambar 7

Untuk bidang IPA, pencapaian peserta didik kelas 2 SMP juga tidak jauh berbeda dengan pencapaian yang mereka peroleh untuk bidang matematika. Hasil studi pada tahun 2007 dan 20011 menunjukkan bahwa lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level menengah, sementara hampir 40% peserta didik Taiwan mampu mencapai level tinggi dan lanjut (advanced). Dengan keyakinan bahwa semua anak dilahirkan sama, kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini adalah bahwa apa yang diajarkan kepada peserta didik di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau distandarkan di tingkat internasional. (Gambar 8).

clip_image019

Gambar 8

Hasil studi internasional untuk reading dan literacy (PIRLS) yang ditujukan untuk kelas IV SD juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil studi untuk tingkat SMP seperti yang dipaparkan terdahulu. Dalam hal membaca, lebih dari 95% peserta didik Indonesia di SD kelas IV juga hanya mampu mencapai level menengah, sementara lebih dari 50% siswa Taiwan mampu mencapai level tinggi dan advance. Hal ini juga menunjukkan bahwa apa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan dan distandarkan pada tingkat internasional (Gambar 9).

clip_image021

Gambar 9

Hasil analisis lebih jauh untuk studi TIMSS dan PIRLS menunjukkan bahwa soal-soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dibagi menjadi empat kategori, yaitu:

-          low mengukur kemampuan sampai level knowing

-          intermediate mengukur kemampuan sampai level applying

-          high mengukur kemampuan sampai level reasoning

-          advance mengukur kemampuan sampai level reasoning with incomplete information.

clip_image023

Tabel 2

Analisis lebih jauh untuk membandingkan kurikulum IPA SMP kelas VIII yang ada di Indonesia dengan materi yang terdapat di TIMSS menunjukkan bahwa terdapat beberapa topik yang sebenarnya belum diajarkan di kelas VIII SMP (Tabel 2). Hal yang sama juga terdapat di kurikulum matematika kelas VIII SMP di mana juga terdapat beberapa topik yang belum diajarkan di kelas XIII. Lebih parahnya lagi, malah terdapat beberapa topik yang sama sekali tidak terdapat di dalam kurikulum saat ini, sehingga menyulitkan bagi peserta didik kelas VIII SMP menjawab pertanyaan yang terdapat di dalam TIMSS (Tabel 3).

clip_image025

Tabel 3

Hal yang sama juga terjadi di kurikulum matematika kelas IV SD pada studi internasional di mana juga terdapat topik yang belum diajarkan pada kelas IV dan topik yang sama sekali tidak terdapat di dalam kurikulum saat ini, seperti bisa dilihat pada Tabel 4.

 

clip_image027

Tabel 4

Dalam kaitan itu, perlu dilakukan langkah penguatan materi dengan mengevaluasi ulang ruang lingkup materi yang terdapat di dalam kurikulum dengan cara meniadakan materi yang tidak esensial atau tidak relevan bagi peserta didik, mempertahankan materi yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan internasional. Disamping itu juga perlu dievaluasi ulang tingkat kedalaman materi sesuai dengan tuntutan perbandingan internasional dan menyusun kompetensi dasar yang sesuai dengan materi yang dibutuhkan.

BACA SELENGKAPNYA »

Kompetensi Inti SMP Kurikulum 2013

Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu,gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skillsimage


Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element)Kompetensi Dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari siswa. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga terjadi proses saling memperkuat.


Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (Kompetensi Inti 1), sikap sosial (Kompetensi Inti 2), pengetahuan (Kompetensi Inti 3), dan penerapan pengetahuan (Kompetensi Inti 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (Kompetensi Inti 3) dan penerapan pengetahuan (Kompetensi Inti 4).
Draft kurikulum 2013 untuk sekolah menengah pertama (SMP)
Kompetensi Inti SMP
Peta Kompetensi Dasar Mata Pelajaran SMP
Peta Kompetensi Dasar Pendidikan Agama_SMP
BACA SELENGKAPNYA »

Jumat, 07 Juni 2013

KARAKTERISTIK KURIKULUM 2013

Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah outcomes-based curriculum dan oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum dartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik.

image Kompetensi untuk Kurikulum 2013 dirancang sebagai berikut:

1.   Isi atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) kelas dan dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran.

2.   Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan ketrampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti adalah kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik untuk setiap kelas melalui pembelajaran KD yang diorganisasikan dalam proses pembelajaran siswa aktif.

3.   Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK.

4.   Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar di jenjang pendidikan menengah diutamakan pada ranah sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah pada kemampuan intelektual (kemampuan kognitif tinggi).

5.   Kompetensi Inti  menjadi unsur organisatoris (organizing elements) Kompetensi Dasar yaitu semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi dalam Kompetensi Inti.

6.   Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

7.   Silabus dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD/MI) atau satu kelas dan satu mata pelajaran (SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK). Dalam silabus tercantum seluruh KD untuk tema atau mata pelajaran di kelas tersebut.

8.   Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang untuk mata pelajaran dan kelas tersebut.

BACA SELENGKAPNYA »

Kamis, 06 Juni 2013

Proses Pembelajaran Kurikulum 2013

Proses pembelajaran Kurikulum 2013 terdiri atas pembelajaran intra-kurikuler dan pembelajaran ekstra-kurikuler.

Pembelajaran intra kurikuler didasarkan pada prinsip berikut:

a. Proses pembelajaran intra-kurikuler adalah proses pembelajaran yang berkenaan dengan mata pelajaran dalam struktur kurikulum dan dilakukan di kelas, sekolah, dan masyarakat.

b. Proses pembelajaran di SD/MI berdasarkan tema sedangkan di SMP/MTS, SMA/MA, dan SMK/MAK berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dikembangkan guru.

c. Proses pembelajaran didasarkan atas prinsip pembelajaran siswa aktif untuk menguasai Kompetensi Dasar dan Kompetensi Inti pada tingkat yang memuaskan (excepted).

2. Pembelajaran ekstra-kurikulerimage

Pembelajaran ekstra-kurikuler adalah kegiatan yang dilakukan untuk aktivitas yang dirancang sebagai kegiatan di luar kegiatan pembelajaran terjadwal secara rutin setiap minggu. Kegiatan ekstra-kurikuler terdiri atas kegiatan wajib dan pilihan. Pramuka adalah kegiatan ekstra-kurikuler wajib.

Kegiatan ekstra-kurikuler adalah bagian yang tak terpisahkan dalam kurikulum.Kegiatan ekstra-kurikulum berfungsi untuk:

a. Mengembangkan minat peserta didik terhadap kegiatan tertentu yang tidak dapat dilaksanakan melalui pembelajaran kelas biasa,

b. Mengembangkan kemampuan yang terutama berfokus pada kepemimpinan, hubungan sosial dan kemanusiaan, serta berbagai ketrampilan hidup.

Kegiatan ekstra-kurikuler dilakukan di lingkungan:

a. Sekolah

b. Masyarakat

c. Alam

Kegiatan ekstra-kurikuler wajib dinilai yang hasilnya digunakan sebagai unsur pendukung kegiatan intra-kurikuler.

BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 05 Juni 2013

PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013

Pengembangan kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:

1. Kurikulum bukan hanya merupakan sekumpulan daftar mata pelajaran karena mata pelajaran hanya merupakan sumber materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi. Atas dasar prinsip tersebut maka kurikulum sebagai rencana adalah rancangan untuk konten pendidikan yang harus dimiliki oleh seluruh peserta didik setelah menyelesaikan pendidikannya di satu satuan atau jenjang pendidikan, kurikulum sebagai proses adalah totalitas pengalaman belajar peserta didik di satu satuan atau jenjang pendidikan untuk menguasai konten pendidikan yang dirancang dalam rencana, dan hasil belajar adalah perilaku peserta didik secara keseluruhan dalam menerapkan perolehannya di masyarakat. image

2. Kurikulum didasarkan pada standar kompetensi lulusan yang ditetapkan untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan program pendidikan. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah mengenai Wajib Belajar 12 Tahun maka Standar Kompetensi Lulusan yang menjadi dasar pengembangan kurikulum adalah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik setelah mengikuti proses pendidikan selama 12 tahun. Selain itu sesuai dengan fungsi dan tujuan jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta fungsi dan tujuan dari masing-masing satuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan maka pengembangan kurikulum didasarkan pula atas Standar Kompetensi Lulusan pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta Standar Kompetensi satuan pendidikan.

3. Kurikulum didasarkan pada model kurikulum berbasis kompetensi. Model kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan, ketrampilan berpikir, ketrampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran. Kompetensi yang termasuk pengetahuan dikemas secara khusus dalam satu mata pelajaran. Kompetensi yang termasuk sikap dan ketrampilan dikemas dalam setiap mata pelajaran dan bersifat lintas mata pelajaran, diorganisasikan dengan memperhatikan prinsip penguatan (organisasi horizontal) dan keberlanjutan (organisasi vertikal) sehingga memenuhi prinsip akumulasi dalam pembelajaran.

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 28 Mei 2013

Struktur Kurikulum 2013 SMP/MT’s

A. Organisasi Kompetensi

Mata pelajaran adalah unit organisasi terkecil dari Kompetensi Dasar. Untuk kurikulum SMP/MTs, organisasi Kompetensi Dasar dilakukan dengan cara mempertimbangkan kesinambungan antarkelas dan keharmonisan antarmata pelajaran yang diikat dengan Kompetensi Inti. Berdasarkan pendekatan ini maka terjadi reorganisasi Kompetensi Dasar mata pelajaran sehingga Struktur Kurikulum SMP/MTs menjadi lebih sederhana karena jumlah mata pelajaran dan jumlah materi berkurang.

clip_image002[4]

Substansi muatan lokal termasuk bahasa daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya. Substansi muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. Sedangkan Prakarya merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri.

B. Tujuan Satuan Pendidikan

Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang:

a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;

b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;

c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan

d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.

C. Struktur Kurikulum dan Beban Belajar

1. Struktur Kurikulum

Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, dostribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata

clip_image004[4]

pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa. Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.

Struktur kurikulum juga gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum

mengenai posisi seorang siswa dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum mengenai posisi belajar seorang siswa yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan berbagai pilihan.

Struktur Kurikulum SMP/MTs adalah sebagai berikut:

clip_image006[4]

Keterangan:

Mata pelajaran Seni Budaya dapat memuat Bahasa Daerah.

Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum diatas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SMP/MTs antara lain Pramuka

(Wajib), Organisasi Siswa Intrasekolah, Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja.

Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, dan Prakarya adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.

Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan peserta didik pada satuan pendidikan tersebut.

Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science dan integrative social studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Keduanya sebagai pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam. Disamping itu, tujuan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial menekankan pada pengetahuan tentang bangsanya, semangat kebangsaan, patriotisme, serta aktivitas masyarakat di bidang ekonomi dalam ruang atau space wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ilmu Pengetahuan Alam juga ditujukan untuk pengenalan lingkungan biologi dan alam sekitarnya, serta pengenalan berbagai keunggulan wilayah nusantara.

Seni Budaya terdiri atas empat aspek, yakni seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni teater. Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan pendidikan dapat memilih aspek yang diajarkan sesuai dengan kemampuan (guru dan fasilitas) pada satuan pendidikan itu.

Prakarya terdiri atas empat aspek, yakni kerajinan, rekayasa, budidaya, dan pengolahan. Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan pendidikan menyelenggarakan pembelajaran prakarya paling sedikit dua aspek prakarya sesuai dengan kemampuan dan potensi daerah pada satuan pendidikan itu.

2. Beban Belajar

Beban belajar di SMP/MTs untuk kelas VII, VIII, dan IX masing-masing 38 jam per minggu. Jam belajar SMP/MTs adalah 40 menit.

Dalam struktur kurikulum SMP/MTs ada penambahan jam belajar per minggu dari semula 32, 32, dan 32 menjadi 38, 38 dan 38 untuk masing-masing kelas VII, VIII, dan IX. Sedangkan lama belajar untuk setiap jam belajar di SMP/MTs tetap yaitu 40 menit.

Dengan adanya tambahan jam belajar ini dan pengurangan jumlah Kompetensi Dasar, guru memiliki keleluasaan waktu untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi siswa aktif belajar. Proses pembelajaran siswa aktif memerlukan waktu yang lebih panjang dari proses pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan untuk melakukan pengamatan, menanya, asosiasi, menyaji, dan komunikasi. Proses pembelajaran yang dikembangkan guru menghendaki kesabaran dalam menunggu respon peserta didik karena mereka belum terbiasa.Selain itu, bertambahnya jam belajar memungkinkan guru melakukan penilaian proses dan hasil belajar.

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit