Tampilkan postingan dengan label artikel kiriman. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label artikel kiriman. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 Juli 2013

PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

Pendidikan Karakter, Guru adalah pendidik professional yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik atau siswa. Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan karakter, Guru menjadi ujung tombak keberhasilan tersebut.

Guru, sebagai sosok yang digugu dan ditiru, mempunyai peran penting dalam aplikasi pendidikan karakter di sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai seorang pendidik, guru menjadi sosok figur dalam pandangan anak, guru akan menjadi patokan bagi sikap anak didik. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional diamanatkan bahwa seorang guru harus memiliki kompetensi kepribadian yang baik. Kompetensi kepribadian tersebut menggambarkan sifat pribadi dari seorang guru. Satu yang penting dimiliki oleh seorang guru dalam rangka pengambangan karakter anak didik adalah guru harus mempunyai kepribadian yang baik dan terintegrasi dan mempunyai mental yang sehat.image

Profesi guru mempunyai 2 (dua) tugas penting, yaitu mengajar dan mendidik. Kedua tugas tersebut selalu mengiringi langkah sang guru baik pada saat menjalankan tugas maupun diluar tugas (mengajar). Mengajar adalah tugas membantu dan melatih anak didik dalam memahami sesuatu dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan mendidik adalah mendorong dan membimbing anak didik agar maju menuju kedewasaan secara utuh. Kedewasaan yang mencakup kedewasaan intelektual, emosional, sosial, fisik, seni spiritual, dan moral.

Pendidikan karakter dewasa ini menjadi solusi alternatif bagi perkembangan siswa mejadi insan ideal. Pendidikan karakter diarahkan untuk menanamkan karakter bangsa secara menyeluruh, baik pengetahuan (kognitif), nilai hidup (afektif), maupun tindakan terpuji (psikomotor). Tujuannya adalah membentuk siswa supaya mereka mampu menjadi insan kamil.

Pelaksanaan pendidikan karakter diprioritaskan pada penanaman nilai-nilai transeden yang dipercayai sebagai motor penggerak sejarah (Koesoema, 2007). Tujuannya adalah meningkatkan mutu pendidikan yang menekankan kepada pembentukan karakter dan akhlak mulia para siswa secara utuh dan seimbang sesuai dengan SKL yang ditentukan.

Dengan pendidikan karakter diharapkan lahir manusia Indonesia yang ideal seperti yang dirumuskan dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU Sisdiknas tersebut menyatakan bahwa fungsi pendidikan Indonesia adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan Indonesia adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan dan fungsi pendidikan nasional tersebut mengandung makna secara substansi bahwa pendidikan kita diarahkan kepada pendidikan berbasis pembangunan karakter. Oleh karena itu Pendidikan di sekolah harus diselenggarakan dengan sistematis sehingga bisa melahirkan siswa yang kompetitif, bertika, bermoral, sopan santun dan interaktif dengan masyarakat.

Pendidikan tidak hanya difokuskan pada aspek kognitif yang bersifat teknis, tetapi harus mampu menyentuh kemampuan soft skill seperti aspek spiritual, emosional, social, fisik, dan seni. Yang lebih utama adalah membantu anak-anak berkembang dan menguasai ilmu pengetahuan yang diberikannya. Berdasarkan penelitian Harvard University AS (Sudrajat, 2010) mengungkapkan bahwa kesuksesan seseorang (siswa) 80% ditentukan oleh kemampuan mengelola diri (soft skill) dan 20% ditentukan oleh kemampuan teknis (hard skill).

Dalam konteks pendidikan karakter, pendidikan dilaksanakan untuk mendidik siswa menjadi manusia ihsan, yang berbuat baik dengan tindakan yang baik berdasarkan ketaqwaan kepada Tuhan semata.

Dalam konsep ulul albab (Rahmat, 2007), pendidikan bertujuan untuk mendorong siswa menjadi manusia pembelajar, manusia aktif yaitu menyampaikan ilmu kepada orang lain, membeir peringatan, dan untuk memperbaiki ketidakberesan di masyarakat.

Presiden SBY mengharapkan bahwa pendidikan karakter ini akan menciptakan manusia Indonesia yang unggul dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Presiden SBY mencanangkan 5 dasar yang menjadi tujuan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter, yaitu:

1. Manusia Indonesia harus bermoral, akhlak mulia dan berperilaku yang baik.

2. Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang cerdas dan rasional.

3. Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang inovatif, bergerak maju dan mau bekerja keras.

4. Membangun semangat harus bisa

5. Menjadi patriot sejati yang mencitai bangsa, Negara, dan tanah air Indonesia.

Oleh karena itu, Konsep keteladanan dalam pendidikan sangat penting dan bisa berpengaruh terhadap proses pendidikan, khususnya dalam membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Dalam pandangan Islam, keteladanan merupakan metode pendidikan yang terbaik dan yang paling membekas. (Mualiffah, 2009). Prinsip tersebut sejalan dengan metode pendidikan karakter di atas.

Selain dengan prinsip keteladanan, metode yang juga bisa diterapkan adalah metode dialog partisipatif. Metode ini akan mampu menstimulus siswa untuk lebih kreatif, kritis, mandiri, dan komunikatif. Sebagai pendidik, guru bisa menjadi mitra siswa dalam berkembang maupun dalam menilai perkembangan siswa tersebut.

Untuk itu, guru harus terlebih dahulu mengenal siswa secara pribadi. Hal ini bisa ditempuh dengan cara, pertama, guru harus mengenali dan memperhatikan pengertian-pengertian yang dibawa siswa pada awal proses pembelajaran. Kedua, guru harus mengetahui kemampuan, pendapat, dan pengalaman siswa. Ketiga, pengenalan dan pemahaman konteks nyata para siswa sebagai dasar dalam merumuskan tujuan, sasaran, metode, dan sarana pembelajaran.

Menurut Q-Anees, syarat utama bagi guru adalah guru harus mengetahui dan mempraktekkan karakter yang hendak diajarkan kepada siswa. Syarat kedua adalah guru harus memahami dan menguasai seluruh materi yang akan diajarkan.

Peran Guru di Sekolah

Di sekolah, Pendidikan karakter dikaitkan dengan manajemen sekolah. Kepala sekolah dan guru memegang peranan penting dalam merancang, merencanakan, melaksanakan, dan mengontrol kegiatan di sekolah. Situasi ini bisa dijadikan sebagai potensi untuk bisa merancang tujuan pendidikan jangka panjang di sekolah tersebut.

Sudah saatnya setiap satuan pendidikan di Indonesia melaksanakan pendidikan karakter di sekolah masing-masing. Guru harus mampu mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam setiap mata pelajaran, termasuk kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian setiap satuan pendidikan telah proaktif dalam proses internalisasi dan pengamalan nilai dan norma dalam kehidupan nyata.

Pendidikan karakter dikembangkan dan dilaksanakan di sekolah dengan harapan mampu membentuk karakter ideal dalam diri siswa. Namun, sekolah harus menyadari bahwa idealism tersebut akan terhalang oleh sifat bawaan seseorang maupun lingkungan mereka. Berdasarkan prinsip dasar pendidikan karakter, siswa adalah manusia atau makhluk yang dipengaruhi oleh sumber kebenaran dari dalam diri (intern) dan dorongan dari luar yang mempengaruhinya (Q-anees, 2009).

Oleh karena itu, pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design yang merupakan konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural, meliputi Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) (Sudrajat, 2010).

Tahap awalnya dimulai dari proses penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Disinilah peran guru diperlukan. Kepala sekolah dan guru harus mampu menentukan visi dan misi sekolah yang diarahkan untuk membentuk manusia yang utuh.

Penentuan visi dan misi sekolah harus terpola dengan baik sehingga mampu mendeskripsikan hasil pembelajaran secara utuh. Visi dan misi tersebut diimplementasikan dalam perumusan tujuan sekolah, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Hal ini sejalan dengan Anzizhan (2004) yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan pada kegaitan perencanaan dimulai dengan penentuan visi, misi, strategi, tujuan dalam sasaran strategic. Oleh karena itu, kepala sekolah harus mampu membentuk struktrur organisasi dengan job description yang jelas dan terarah antar personil yang ada.

Q-Anees mengutip pendapat Doni A Koesoma, ada lima metode pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah, yaitu:

1. Mengajarkan, yakni mengajar dengan melibatkan siswa. Dengan kata lain, pembelajaran yang dilaksanakan tidak bersifat monolog.

2. Keteladanan, baik dari guru maupun dari seluruh warga sekolah.

3. Menentukan prioritas.

4. Praksis prioritas, yaitu melakukan verifikasi sejauh mana realisasi terhadap prioritas yang ditentukan.

5. Refleksi.

Akhirnya, dengan diterapkannya sistem pendidikan yang ideal maka bangsa Indonesia ini akan terbentuk menjadi sebuah bangsa yang besar. Bangsa yang mampu menterjemahkan sebuah perbedaan menjadi rahmat. Selain itu, sinergitas antara idealisme sistem pendidikan dengan profesionalitas guru akan mampu menelorkan siswa-siswa yang ideal pula, yakni menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga ke depan, tidak ada lagi pelaku-pelaku bom bunuh diri yang dilakukan oleh para pemuda belia. Dengan kata lain, pendidikan yang ideal akan mengikis akar-akar terorisme yang ada di Indonesia

Wallahu a’lam

Referensi :

Muallifah. 2009. Psycho Islamic Smart Parenting. Jogjakarta: DIVA Press.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Q-Anees, Bambang, dan Adang Hambali. 2009. Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Rahmat, Jalaludin. 2007. SQ for Kids. Bandung: Mizan.

Sudradjat, Akhmad. 2008. Pengertia Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. Makalah. www.google.com diakses 5 April 2008.

Suparno, Paul. 2004. Guru Demokratis di Era Reformasi. Jakarta: PT. Grasindo.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

www.kompas.com

Identitas Penulis

clip_image002Judul Artikel : PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

Nama Pengarang : Jasman, S.Pd

Nomor Identitas, NIP, NIY : 19811121 201001 1 013

Institusi Kerja : SMP Negeri 6 Toboali, Kab. Bangka Selatan

Email : jasman_2111@yahoo.com, jsm_jibran@yahoo.co.id

Alamat Blog : -

Facebook : Jasman Jibran

BACA SELENGKAPNYA »

Minggu, 30 Juni 2013

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL STAD

A. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada paradigma yang baru ini, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh guru. Peran siswa merupakan hal yang sangat vital dalam mencapai tujuan pembelajaran. Siswa sangat diharapkan telibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Berhasil atau tidaknya proses pembelajaran sangat tergantung bagaimana seorang guru me-menage kelas supaya tercipta suasan pembelajaran yang aktif.

Hal ini menuntut bahwa harus terjadi pergeseran sudut pandang. Pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher oriented) bergeser menjadi sebuah kegiatan pemebelajaran yang lebih berorientasi pada keaktifan siswa (student oriented). Artinya, Peran guru sudah dibatasi, baik hanya sebagai motivator maupun sebagai fasilitator. Jika dikonversikan dengan angka, maka porsi keterlibatan guru dan siswa adalah 30% berbanding 70%. Demikianlah suatu kegiatan pembelajaran yang ideal. Tetapi, kenyataan di lapangan sangat berbeda dengan teori-teori serta niat yang hendak dicapai. image

Ada beberapa permasalahanyang sering ditemui dalam kegiatan pembelajaran yang terjadi di SMPN 6 Toboali kelas IX2 pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Tidak menjadi rahasia lagi bahwa pada saat pembelajaran berlangsung, sangat jarang kita melihat siswa aktif dalam pembelajaran. Untuk berbicara menyampaikan pendapat, ide, mengajukan pertanyaan, dan menjawab pun mereka tidak berani. Tidak lebih dari 10% siswa yang berani berbicara. Sudah sering guru memancing keaktifan siswa, baik itu dengan gambar, masalah yang menarik, bahkan stimulus penambahan nilai. Sehingga terkesan guru selalu menjadi “manusia super” yang menguasai segala hal.

Selain itu, guru sering melihat siswa kurang focus dalam belajar dan siswa sering mengobrol pada saat pembelajaran berlangsung. Siswa hanya “menuntut” untuk bertindak sebagai objek pembelajaran saja. Peran siswa tidak lebih sebagai pendengar setia. Dengan kata lain, pembelajaran terjadi lebih mengarah kepada teacher oriented. Ironisnya lagi, hal tersebut bisa mempengaruhi hasil belajar siswa.

Oleh karena itu, saya sebagai guru mata pelajaran ingin meningkatkan keaktifan siswa di kelas tersebut. Untuk itu guru menggunakan model pembelajaran STAD. Guru berharap model ini bisa menstimulus siswa untuk berani aktif berbicara dalam kegiatan pembelajaran. Jika siswa aktif dalam berbicara, maka otomatis pikiran siswa hanya terfokus pada pembelajaran. Sehingga akan berpengaruh positif terhadap hasil belajar mereka.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam perbaikan pembelajaran ini adalah:

1. Apakah penerapan model pembelajaran STAD bisa meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas IX.2 SMPN 6 Toboali Tahun Pelajaran 2010/2011 pada pelajaran IPS?

2. Apakah penerapan model pembelajaran STAD bisa meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX.2 SMPN 6 Toboali Tahun Pelajaran 2010/2011 pada pelajaran IPS?

Tujuan Perbaikan Pembelajaran

Adapun tujuan dan manfaat yang diharapkan, yaitu

1. Untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas IX.2 SMPN 6 Toboali Tahun Pelajaran 2010/2011 pada pelajaran IPS pokok bahasan Negara Berkembang dan Negara Maju.

2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX.2 SMPN 6 Toboali Tahun Pelajaran 2010/2011 pada pelajaran IPS pokok bahasan Negara Berkembang dan Negara Maju.

B. METODOLOGI PENELITIAN

Subjek Penelitian

Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di Kelas IX .2 SMPN 6 Toboali semester ganjil Tahun Pelajaran 2010/2011. Adapun jumlah siswa yang menjadi subjek penelitian adalah 26 siswa yang terdiri dari 10 siswa perempuan dan 16 siswa laki-laki. Kegiatan PTK dilaksanakan pada mata pelajaran IPS pada pokok bahasan Negara Berkembang dan Negara Maju.

Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini dilaksanakan pada bulan September 2010 yang lalu. PTK ini dilaksanakan selama 3 siklus. Siklus 1 dilaksanakan pada tanggal 6 september 2010. Siklus 2 dilaksanakan tanggal 13 september dan siklus 3 dilaksanakan pada tanggal 20 September 2010.

Teknik Analisis Data

PTK ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran dalam hal perolehan nilai dan keaktifan belajar siswa. Diharapkan pada akhir kegiatan, guru bisa meningkatkan hasil belajar siswa dengan baik. Oleh sebab itu, guru perlu menentukan teknik analisis data. Teknik analisis data adalah membandingkan data T0, T1, T2, dan T3, Jika diperoleh T0 < T1 < T2 < T3 maka penelitian tersebut berhasil.

C. KERANGKA TEORI

Model Pembelajaran Student Team Achievement Divisions

Model pembelajaran adalah suatu bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir pembelajaran yang disajikan secara khas oleh guru (Sudradjat, 2008). Soetopo (2005) mendefenisikan model pembelajaran adalah pola untuk menerapkan kurikulum, merancang materi belajar, dan untuk melakukan pembimbingan siswa dalam kelas atau lainnya.

Lain lagi dengan Sukmadinata (2004) yang mengutip pendapat Chauchan. Ia berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perkembangan pada siswa.

Jadi model pembelajaran adalah rangkaian rencana yang menggambarkan pelaksanaan pembelajaran di kelas untuk mencapai target pembelajaran yang ditetapkan sebelum pembelajaran dilaksanakan.

Apakah yang dimaksud dengan model pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD). Mdel STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang sangat sederhana. Dalam kegiatan pembelajaran, siswa ditempatkan dalam kelompok belajar yang terdiri dari empat orang yang heterogen. Anggota kelompok terdiri siswa yang tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku berbeda-beda. Pada awal pembelajaran, Guru menyajikan materi pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi tersebut secara individual. (Andayani, 2007).

Model pembelajaran STAD mengharuskan siswa belajar dalam kelompok kecil. Setiap siswa akan belajar dan saling mengajarkan. Keberbasilan yang dicapai oleh seorang siswa akan menentuka keberhasilan kelompoknya (Barlian, 2009). Biasanya dalam setiap kelompok ditunjuk seorang siswa yang mempunyai pemahaman lebih untuk dapat menjalankan kegiatan kelompok. Keberhasilan kolektif kelompok yang menjadi tujuan diskusi kelompok.

Herdian (2009) mengungkapkan bahwa ada 5 komponen utama pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu:

1. Penyajian kelas.

2. Belajar kelompok.

3. Kuis.

4. Skor Perkembangan.

5. Penghargaan kelompok.

Menurut Fatimah (2008), tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model STAD ini adalah :

1. Pembentukan kelompok belajar.

2. Penyajian materi pembelajaran di depan Kelas oleh guru.

3. Setiap siswa mendapat tugas untuk dikerjakan anggota kelompok.

4. Guru memberikan kuis atau latihan (evaluasi)

5. Guru memberi salam.

6. Kesimpulan

D. PELAKSANAAN DAN HASIL PEMBELAJARAN

Pelaksanaan PTK di kelas IX.2 SMP Negeri 6 Toboali dilaksanakan dalam 3 siklus. Rencana kegiatan pembelajaran pada setiap siklus terdiri:

1. Siklus 1

a. Pra Pembelajaran, yaitu persiapan kegiatan perbaikan pembelajaran yang meliputi kegiatan persiapan perangkat pembelajaran, daftar nilai, lembarr observasi, dan sumber belajar.

b. Kegiatan Pembelajaran, secara singkat dapat dilihat dari deskripsi kegiatan berikut:

1) Pada awal pembelajaran guru terlebih dahulu mengecek kesiapan kelas.

2) Memberi apersepsi, yaitu mengaitkan materi yang akan dibahas dengan kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan motivasi siswa terhadap pentingnya materi pelajaran.

3) Penyampaian materi dan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

4) Menjelaskan langkah-langkah pembelajaran.

5) Pembagian kelompok.

6) Pembelajaran secara klasikal dengan metode ceramah.

7) Mengerjakan LKS dengan cara diskusi kelompok

8) Evaluasi. Siswa mengerjakan tugas latihan.

9) Pemberian penghargaan kepada kelompok yang memperoleh nilai terbaik.

c. Kegiatan Pengamatan, yaitu kegiatan mengamati keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam mengamati keaktifan siswa, guru menggunakan perangkat observasi.

d. Refleksi. kegiatan ini bertujuan untuk mengobservasi kekurangan dan kelebihan pelaksanaan perbaikan pembelajaran dan sekaligus untuk menyusun rencana kegiatan pada siklus selanjutnya.

2. Siklus 2

a. Pra Pembelajaran, yaitu persiapan kegiatan perbaikan pembelajaran yang meliputi kegiatan persiapan perangkat pembelajaran, daftar nilai, lembar observasi, media pembelajaran, sumber belajar, dan hadiah.

b. Kegiatan Pembelajaran, secara singkat dapat dilihat dari deskripsi kegiatan berikut:

1) Pada awal pembelajaran guru terlebih dahulu mengecek kesiapan kelas.

2) Memberi apersepsi untuk meningkatkan motivasi siswa terhadap pentingnya materi pelajaran.

3) Penyampaian materi dan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

4) Menjelaskan langkah-langkah pembelajaran.

5) Siswa membentuk kelompok seperti pada siklus 1

6) Siswa mengerjakan LKS secara berkelompok dengan bantuan referensi dan media pembelajaran.

7) Evaluasi

8) Pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan nilai terbaik.

c. Kegiatan Pengamatan.

d. Refleksi.

3. Siklus 3

a. Pra Pembelajaran, yaitu persiapan kegiatan perbaikan pembelajaran yang meliputi kegiatan persiapan perangkat pembelajaran, daftar nilai, lembar observasi, media pembelajaran, sumber belajar, dan hadiah.

b. Kegiatan Pembelajaran, secara singkat dapat dilihat dari deskripsi kegiatan berikut:

1) Memberi apersepsi untuk meningkatkan motivasi siswa terhadap pentingnya materi pelajaran.

2) Penyampaian materi dan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

3) Menjelaskan langkah-langkah pembelajaran.

4) Siswa membentuk kelompok seperti pada siklus 1 dan 2.

5) Siswa mengerjakan LKS secara berkelompok dan dilakukan juga kegiatan tanya jawab dengan bantuan referensi dan media pembelajaran.

6) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya materi yang belum jelas

7) Siswa menyimpulkan materi pelajaran dengan bimbingan guru.

8) Evaluasi

9) Pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan nilai terbaik.

c. Kegiatan Pengamatan.

d. Refleksi. Karena ketuntasan belajar sudah mencapai 96,15%, maka PTK dihentikan sampai pada siklus 3.

4. Hasil dan Pembahasan

Berikut ini adalah rekapitulasi hasil belajar dan keaktifan belajar siswa Kelas IX SMPN 6 pada materi pokok Negara Berkembang dan Negara Maju:

Tabel 1

Hasil Belajar dan Keaktifan Belajar Siswa pada Siklus 1

No.

Komponen

Pra Siklus

Siklus 1

Siklus 2

Siklus 3

A

Hasil Belajar

1.

Nilai Rata-Rata

39,45

55,96

70,96

88,08

2.

% Ketuntasan Belajar

15,38%

42,31%

73,08%

96,15%

3.

Siswa Tidak Tuntas

22

15

7

1

4.

% Siswa Tidak Tuntas

84,62%

57,69%

26,92%

3,85%

5.

Nilai Tertinggi

70

80

90

100

6.

Nilai Terendah

10

30

50

55

B.

Keaktifan Belajar

       

1.

Siswa menjawab pertanyaan

2

5

8

17

2.

Siswa bertanya

-

7

10

18

3.

Diskusi kelompok

D

C

C

B

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebelum diadakan penelitian tindakan (pra siklus) rata-rata belajar siswa 39,45. Tingkat ketuntasan belajar di kelas IX.2 tersebut adalah 15,38%. Sedangkan nilai tertinggi dan terendah adalah70 dan 10.

Kemudian pada kegiatan siklus 1, nilai siswa mengalami kenaikan. Namun, nilai tersebut masih rendah. Rata-rata nilai siswa pada siklus 1 hanya mencapai angka 55,96. Tingkat ketuntasan belajar kelas adalah 42,31% atau 11 siswa dari 26 siswa. Perolehan nilai maksimal mencapai angka 80 dan nilai minimal adalah 30.

Setelah di adakan perbaikan kembali pada siklus 2 dan siklus 3 nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan. Pada kegaitan pembelajaran siklus 2 rata-rata siswa 70,96 dan siklus 3 adalah 88,08. Sedangkan Tingkat ketuntasan belajar klasikal pada siklus 2 adalah 73,08% atau 19 siswa dari 26 siswa. Pada kegiatan pembelajaran siklus 3 nilai rata-rata adalah 88,08 dan ketuntasan belajar klasikal adalah 96,15%. Sedangkan nilai tertinggi yang diperoleh siswa pada siklus 3 mencapai angka maksimal, yaitu 100 dan terendah 55.

Dalam hal keaktifan siswa, kegiatan penelitian pembelajaran yang dilakukan juga berhasil meningkatkan keaktifan siswa. Setelah diadakan perbaikan pembelajaran, kegiatan diskusi siswa sudah mulai berjalan. Pada kegiatan siklus 1 ada 7 kali siswa mengajukan pertanyaan dan 5 kali menjawab atau menanggapi pertanyaan.

Pada siklus 2 ada kegiatan pembelajaran mulai berjalan menarik. Siswa sudah mulai memperlihatkan keaktifan dalam proses Tanya jawab. Jumlah pertanyaan yang muncul dari siswa adalah 10 kali pertanyaan. Sedangkan siswa menjawab sebanyak 8 kali.

Begitu juga dengan siklus 3. Pada siklus 3 kegiatan diskusi berjalan dengan sangat baik. Terjadi proses tanya jawab antarsiswa dan antara siswa dengan guru. Ada 17 kali siswa menanggapi

Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran STAD bisa meningkatkan hasil belajar dan keaktifan belajar siswa di Kelas IX.2 SMPN 6 Toboali pada mata pelajaran IPS Pokok Bahasan Negara Berkembang dan Negara Maju.

E. PENUTUP

Kesimpulan

1. Penerapan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan kaktifan siswa Kelas IX SMPN 6 Toboali Tahun Pelajaran 2010/2011 siswa dalam bertanya, menjawab pertanyaan, berdiskusi tentang materi pelajaran.

2. Selain meningkatkan keaktifan belajar, penerapan model pembelajran STAD juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas IX SMPN 6 Toboali Tahun Pelajaran 2010/2011 pada Mata Pelajaran IPS Pokok Bahasan Negara Berkembang dan Negara Maju.

Saran

1. Diharapkan penggunaan model pembelajaran STAD dapat menjadi salah satu alternatif inovasi pembelajaran dlam rangka meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa.

2. Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang ada dalam tulisan ini. Untuk itu, kami sangat memerlukan saran yang bersifat korektif dan konstruktif.

Referensi :

Andayani. 2007. Makalah : Model-Model Pembelajaran.

Barlian, Ikbal dan Dewi Koryati. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Palembang: Universitas Sriwijaya.

Dunne, Richard, dan Tedd Wragg. 1996. Pembelajaran Efektif. Jakarta:PT. Grasindo.

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Grasindo.

Jantimala. 2008. Penggunaan Papan Ekologi Sebagai Alat Peraga dalam Pembelajaran Biologi dengan Model Cooperatif Scrip pada Konsep Aksi Interaksi. Makalah pada Jurnal Kependidikan Care. Pangkal Pinang: LPMP Propinsi Kep. Bangka Belitung.

Herdian. 2009. Makalah : Model Pembelajaran STAD (Student Team Achievement Division)

Siti Fatimah dan Sukardi. 2008. Model-Model Pembelajaran. Makalah pada Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru Rayon 4 Universitas Sriwijaya Palembang.

Solihatin, Hj. Etin, dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning. Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.

Sudjiono, A. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada.

Supardi, et. al. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara

 

Identitas Pengirim

clip_image002Judul Artikel : UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IX.2 SMPN 6 TOBOALI TAHUN PELAJARAN 2010/2011 PADA PELAJARAN IPS TENTANG NEGARA BERKEMBANG DAN NEGARA MAJU MELALUI MODEL STAD

Nama Pengarang : Jasman, S.Pd

Nomor Identitas, NIP, NIY : 19811121 201001 1 013

Institusi Kerja : SMP Negeri 6 Toboali, Kab. Bangka Selatan

Email : jasman_2111@yahoo.com, jsm_jibran@yahoo.co.id

Alamat Blog : -

Facebook : Jasman Jibran

BACA SELENGKAPNYA »

Jumat, 14 Juni 2013

SUMBER BELAJAR UNTUK MENGEFEKTIFKAN PEMBELAJARAN SISWA

1. Apa sumber belajar itu?

Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu.

2. Apa fungsi sumber belajar?

Sumber belajar memiliki fungsi :

1) Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan (b) mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah.

2) Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara: (a) mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional; dan (b) memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya.

3) Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara: (a) perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis; dan (b) pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian.

4) Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan: (a) meningkatkan kemampuan sumber belajar; (b) penyajian informasi dan bahan secara lebih kongkrit.

5) Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu: (a) mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit; (b) memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung.

6) Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.

Fungsi-fungsi di atas sekaligus menggambarkan tentang alasan dan arti penting sumber belajar untuk kepentingan proses dan pencapaian hasil pembelajaran siswa

3. Ada berapa jenis sumber belajar?

Secara garis besarnya, terdapat dua jenis sumber belajar yaitu:

1) Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yakni sumber belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.

2) Sumber belajar yang dimanfaatkan(learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran

Dari kedua macam sumber belajar, sumber-sumber belajar dapat berbentuk: (1) pesan: informasi, bahan ajar; cerita rakyat, dongeng, hikayat, dan sebagainya (2) orang: guru, instruktur, siswa, ahli, nara sumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, tokoh karier dan sebagainya; (3) bahan: buku, transparansi, film, slides, gambar, grafik yang dirancang untuk pembelajaran, relief, candi, arca, komik, dan sebagainya; (4) alat/ perlengkapan: perangkat keras, komputer, radio, televisi, VCD/DVD, kamera, papan tulis, generator, mesin, mobil, motor, alat listrik, obeng dan sebagainya; (5) pendekatan/ metode/ teknik: disikusi, seminar, pemecahan masalah, simulasi, permainan, sarasehan, percakapan biasa, diskusi, debat, talk shaw dan sejenisnya; dan (6) lingkungan: ruang kelas, studio, perpustakaan, aula, teman, kebun, pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya.

4. Apa kriteria memilih sumber belajar?

Dalam memilih sumber belajar harus memperhatikan kriteria sebagai berikut: (1) ekonomis: tidak harus terpatok pada harga yang mahal; (2) praktis: tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit dan langka; (3) mudah: dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita; (4) fleksibel: dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruksional dan; (5) sesuai dengan tujuan: mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa.

5. Bagaimana memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar?

Lingkungan merupakan salah satu sumber belajar yang amat penting dan memiliki nilai-nilai yang sangat berharga dalam rangka proses pembelajaran siswa. Lingkungan dapat memperkaya bahan dan kegiatan belajar.

Lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar terdiri dari : (1) lingkungan sosial dan (2) lingkungan fisik (alam). Lingkungan sosial dapat digunakan untuk memperdalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan sedangkan lingkungan alam dapat digunakan untuk mempelajari tentang gejala-gejala alam dan dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik akan cinta alam dan partispasi dalam memlihara dan melestarikan alam.

Pemanfaatan lingkungan dapat ditempuh dengan cara melakukan kegiatan dengan membawa peserta didik ke lingkungan, seperti survey, karyawisata, berkemah, praktek lapangan dan sebagainya. Bahkan belakangan ini berkembang kegiatan pembelajaran dengan apa yang disebut out-bond, yang pada dasarnya merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan alam terbuka.

Di samping itu pemanfaatan lingkungan dapat dilakukan dengan cara membawa lingkungan ke dalam kelas, seperti : menghadirkan nara sumber untuk menyampaikan materi di dalam kelas. Agar penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar berjalan efektif, maka perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjutnya.

6. Bagaimana prosedur merancang sumber belajar?

Secara skematik, prosedur merancang sumber belajar dapat mengikuti alur sebagai berikut:

clip_image002[5]

7. Bagaimana mengoptimalkan sumber belajar?

Banyak orang beranggapan bahwa untuk menyediakan sumber belajar menuntut adanya biaya yang tinggi dan sulit untuk mendapatkannya, yang kadang-kadang ujung-ujungnya akan membebani orang tua siswa untuk mengeluarkan dana pendidikan yang lebih besar lagi. Padahal dengan berbekal kreativitas, guru dapat membuat dan menyediakan sumber belajar yang sederhana dan murah. Misalkan, bagaimana guru dan siswa dapat memanfaatkan bahan bekas. Bahan bekas, yang banyak berserakan di sekolah dan rumah, seperti kertas, mainan, kotak pembungkus, bekas kemasan sering luput dari perhatian kita. Dengan sentuhan kreativitas, bahan-bahan bekas yang biasanya dibuang secara percuma dapat dimodifikasi dan didaur-ulang menjadi sumber belajar yang sangat berharga. Demikian pula, dalam memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar tidak perlu harus pergi jauh dengan biaya yang mahal, lingkungan yang berdekatan dengan sekolah dan rumah pun dapat dioptimalkan menjadi sumber belajar yang sangat bernilai bagi kepentingan belajar siswa. Tidak sedikit sekolah-sekolah di kita yang memiliki halaman atau pekarangan yang cukup luas, namun keberadaannya seringkali ditelantarkan dan tidak terurus. Jika saja lahan-lahan tersebut dioptimalkan tidak mustahil akan menjadi sumber belajar yang sangat berharga.

Belakangan ini di sekolah-sekolah tertentu mulai dikembangkan bentuk pembelajaran dengan menggunakan internet, sehingga siswa “dipaksa” untuk menyewa internet yang memang ukuran Indonesia pada umumnya, masih dianggap relatif mahal. Kenapa tidak disediakan dan dikelola saja oleh masing-masing sekolah? Mungkin dengan cara difasilitasi oleh sekolah hasilnya akan jauh lebih efektif dan efisien, dibandingkan harus melalui rental ke WarNet. Bukankah sekarang ini sudah tersedia paket-paket hemat untuk berinternet yang disediakan para provider?

Sumber Bacaan:

Depdiknas. 2004. Pedoman Merancang Sumber Belajar. Jakarta.

Penulis ; Drs. Daryanto, Widyaiswara Departemen Edukasi, PPPPTK BOE/VEDC Malang

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 04 Juni 2013

KEDISIPLINAN DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

KEDISIPLINAN DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

Daryanto, PPPPTK BOE Malang

1.      Pendahuluan

Tata tertib dan kedisiplinan sangat penting artinya dalam mewujudkan budaya dan iklim sekolah yang kondusif melalui penciptaan kedisiplinan belajar. Penelitian Moedjiarto (1990) mengungkapkan bahwa karakteristik tata tertib dan kebijakan disiplin sekolah mempunyai hubungan yang signifikan dengan prestasi akademik siswa. Pada dasarnya tata tertib dan disiplin merupakan harapan yang dinyatakan secara eksplisit yang mengandung peraturan tertulis mengenai perilaku siswa yang dapat diterima, prosedur disiplin, dan sanksi-sanksinya (ESCN, 1987 seperti dikutip oleh Moedjiarto, 1990). Witte dan Walsh (1990) mengemukakan dua dimensi penting kedisiplinan yang dilaksanakan dalam sekolah efektif, yaitu: (1) persetujuan kepala sekolah dan guru terhadap kebijakan disiplin sekolah, dan (2) dukungan yang diberikan kepada guru bilamana mereka melaksanakan peraturan disiplin sekolah.image

Disiplin sebenarnya bukan hanya sekedar aturan yang harus ditaati untuk merubah perilaku siswa di sekolah dan bukan sekedar sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan, tetapi lebih dari itu untuk membentuk mental disiplin kepada siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan kondisi sekolah yang dapat membuat semua personil sekolah untuk taat dan patuh secara sadar untuk mengikuti tata tertib yang ada disekolah tersebut. Misalnya tata tertib untuk masuk sekolah jam 07.00-07.15. dan bila melewati jam tersebut pintu gerbang sekolah ditutup rapat, siapapun tidak diperbolehkan untuk masuk ke lingkungan sekolah jika terlambat, kecuali tamu yang akan berkunjung kesekolah atau ada hal lain yang mendesak sehingga pintu gerbang sekolah dapat dibuka. Aturan itu harus konsisten dilaksanakan dan diberlakukan kepada semua personil sekolah termasuk guru, staf dan kepala sekolah.

Indikator-indikator yang perlu diperhatikan dalam menegakkan tata tertib dan kedisiplinan meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu penyusunan tata tertib, sosialisasi tata tertib, dan penegakan tata tertib.

 

2.      Penyusunan Tata Tertib Sekolah

Beberapa pedoman umum dalam menyusun tata tertib sekolah dikemukakan sebagai berikut.

a)         Penyusunan tata tertib melibatkan atau mengakomodasi aspirasi siswa dan aspirasi orangtua siswa yang dianggap sesuai dengan visi dan misi sekolah.

b)         Semua aturan disiplin dan tata-tertib yang berkaitan dengan apa yang dikehendaki, dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan beserta sanksi atas pelanggarannya, merupakan hasil kompromi semua pihak (siswa, orangtua, guru, guru pembimbing, dan kepala sekolah).

c)         Penyusunan tata tertib harus didasarkan pada komitmen yang kuat antara semua unsur dan komponen sekolah dan konsisten dengan peraturan dan tata tertib yang berlaku.

d)         Tata tertib sekolah hendaknya tetap memberi ruang untuk pengembangan kreativitas warga sekolah dalam mengespresikan diri dan mengembangkan potensi dan kompetensi yang dimilikinya. Jika perlu dibuat satu hari tertentu di mana pada hari itu siswa diberikan kesempatan untuk berkreasi atau memberi saran kepada guru, pegawai dan kepala sekolah dalam rangka pengembangan sekolah.

e)         Tata tertib sekolah jangan hanya dibuat berupa konsep yang harus dipatuhi oleh warga sekolah dengan sanksi yang sangat jelas yang dapat membuat aturan menjadi kaku, tetapi bagaimana mengkondisikan sekolah yang bisa membuat orang untuk tidak melakukan pelanggaran.

f)          Tata tertib yang ada jangan sampai hanya dilakukan untuk menertibkan warga sekolah dari segi fisik saja, tetapi juga untuk membentuk mental disiplin agar disiplin yang terjadi bukan kedisiplinan semu yang dilakukan karena takut menerima sanksi, tetapi lebih kepada kesadaran bahwa tata tertib itu memiliki nilai kebenaran sehingga perlu untuk ditaati.

g)         Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya terutama diarahkan untuk membangun budaya perilaku positif dan sikap disiplin di kalangan siswa (self-dicipline) dan warga sekolah lainnya. Di SD, sasaran seperti ini dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran pembiasaan pada kelas-kelas awal.

h)         Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya hendaknya tetap memberi ruang bagi berkembangnya kreativitas dan sikap kritis warga sekolah. Untuk siswa misalnya, perlu ada kesepakatan mengenai batas wajar tentang perilaku yang dapat dikategorikan nakal atau melanggar tata tertib.

i)          Format penyusunan aturan disiplin dan tata tertib dapat dibuat dalam berbagai bentuk. Contoh model yang dapat digunakan untuk siswa adalah model penambahan skor dan pengurangan skor:

§    Model penambahan skor. Dalam model ini, ditetapkan skor denda maksimum, misalnya 100 poin, sebagai batas toleransi. Siswa yang mencapai skor 100 akan terancam dikeluarkan dari sekolah.

§    Model pengurangan skor. Dalam model ini setiap siswa diberi skor modal awal, misalnya 100 poin. Setiap pelanggaran akan berakibat pengurangan skor, dan siswa yang mencapai skor nihil akan terancam dikeluarkan dari sekolah.

Dalam model seperti yang disebutkan di atas, yang perlu diperhatikan adalah konsekuensi yang muncul dari setiap penambahan dan/atau pengurangan skor. Jangan sampai, mental disiplin yang ingin ditanamkan menjadi hilang karena terlalu fokus pada skor yang ada.

j.      Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya dibuat dalam bentuk tertulis dan disahkan oleh kepala sekolah, agar semua pihak mengetahui dan memahami setiap butir aturan disiplin tersebut.

k.    Selain peraturan tentang pemberian sanksi, sekolah juga dapat membuat peraturan tentang pemberian penghargaan kepada warga sekolah untuk memotivasi mereka mentaati disiplin dan tata tertib sekolah.

 

3.       Sosialisasi Tata Tertib

Pelaksanaan tata tertib sekolah sangat tergantung pada pemahaman pihak-pihak terkait terhadap tata tertib yang disusun. Karena itu sosialisasi tata tertib perlu dilakukan untuk memastikan bahwa semua pihak memahami dengan baik isi tata tertib tersebut. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam melaksanakan sosialisasi tata tertib dikemukakan berikut ini.

a.    Aturan disiplin dan tata tertib yang telah disusun, disepakati dan disahkan kepala sekolah hendaknya disosialisasikan secara berkelanjutan kepada seluruh warga sekolah, dalam hal ini siswa, guru, orangtua siswa, pegawai, dan pengurus komite sekolah. Sekolah perlu memastikan bahwa mereka memiliki pemahaman yang sama tentang butir-butir tata tertib yang telah disepakati dan disahkan tersebut. Sosialisasi untuk orang tua siswa dan pengurus komite sekolah dapat dilakukan dengan cara mengirimkan tata tertib yang telah dibuat dalam bentuk tertulis kepada mereka.

b.    Butir-butir tata tertib sekolah dapat dibuat dalam bentuk poster afirmasi yang dipajang di majalah dinding sekolah dan/atau lokasi-lokasi strategis di lingkungan sekolah agar dapat senantiasa dilihat, dibaca dan dipahami oleh seluruh warga sekolah.

 

4.         Penegakan Tata Tertib

Kegiatan terpenting dalam menguji efektivitas tata tertib adalah pada pelaksanaannya. Di sini terkait dengan sejauh mana upaya pihak sekolah dalam menegakkan tata tertib yang telah disusun. Sebab betapapun baiknya tata tertib tapi jika tidak ditegakkan secara konsekuen maka tidak akan banyak artinya dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah. Beberapa pertimbangan dalam penegakan tata tertib dikemukakan berikut ini.

a.    Disiplin dan tata tertib sekolah berlaku untuk semua unsur yang ada disekolah tidak terkecuali kepala sekolah ataupun guru dan staf harus patuh dan taat pada peraturan sekolah yang berlaku dan menjadi komitmen yang kuat dan mengikat.

b.    Sikap, perilaku, dan tindakan kepala sekolah, guru, dan warga sekolah lainnya, hendaknya menjadi model dan teladan bagi penegakan perilaku tertib dan disiplin di sekolah.

c.    Memberikan penghargaan sebagai teladan kepada guru, siswa dan staf yang tidak pernah melakukan pelanggaran selama kurun waktu tertentu dan diumumkan secara aklamasi pada saat pelaksanaan upacara.

d.    Penegakan disiplin dilakukan secara bertahap kepada semua unsur yang ada disekolah mulai dari peringatan, teguran, percobaan, penundaan, demosi dan PHK atau dikeluarkan sampai masalah itu terpecahkan atau dihilangkan.

e.    Terhadap pelanggaran-pelanggaran, dengan cepat dilakukan tindakan kedisiplinan.

f.     Penegakan tata tertib terutama difokuskan pada upaya membantu siswa dan semua warga sekolah untuk menyesuaikan diri dengan setiap butir dalam aturan tata-tertib tersebut.

g.    Penjatuhan hukuman (eksekusi) atas pelanggaran tata-tertib hendaknya disertai dengan penjelasan mengenai alasan dan maksud positif dari pengambilan tindakan tersebut. Siswa yang menerima sanksi harus dibantu memahami dan menerima bentuk sanksi tersebut sebagai bentuk intervensi bagi kebaikan yang bersangkutan.

h.    Sanksi penegakan tata tertib sekolah dilakukan kepala sekolah atau wakil kepala sekolah urusan kesiswaan. Demi efektitas layanan BK di sekolah guru pembimbing diharapkan tidak ditugaskan untuk pemberian sanksi terhadap siswa.

i.      Penegakan tata tertib merupakan bagian dan terintegrasi dengan upaya membangun budaya perilaku etik dan sikap disiplin, baik di lingkungan internal sekolah maupun di lingkungan luar sekolah.

j.      Ada konsistensi/kesepakatan di antara para guru dan kepala sekolah mengenai prosedur-prosedur dan bentuk hukuman bagi siswa pelannggar disiplin dan tata tertib,

k.    Eksekusi terhadap pelanggar tata tertib berat, khususnya yang berkonsekuensi skorsing atau pemecatan, ditetapkan melalui pertemuan konferensi kasus (case-conference) yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, konselor sekolah, pengurus OSIS, dan wakil komite sekolah.

l.      Eksekusi terhadap pelanggar tata tertib berat yang berkonsekuensi skorsing atau pemecatan dilakukan oleh kepala sekolah setelah semua upaya persuasi untuk perbaikan perilaku telah dilakukan secara maksimal.

m.   Penghargaan dapat diberikan kepada warga sekolah dalam rangka penegakan tata tertib sekolah seperti pemberian reward kepada mereka yang tidak pernah melakukan pelanggaran selama tiga bulan, satu semester sampai satu tahun.

n.    Orangtua siswa perlu diberikan pemhamanan tentang kebijakana sekolah tentang kedisiplinan agar orang tua merasa dihargai dan dilibatkan sehingga dapat memberikan dukungan terhadap dukungan pelaksanaan tata tertib sekolah.

 

DAFTAR PUSTAKA

Andreas Lako, 2004. Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi, Cetakan Pertama, Amara Books, Yogyakarta

Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Buku 1 Konsep dan Pelaksanaa, Jakarta : Direktorat SLTP Dirjen Dikdasmen, 2001.

Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara. 2002. Diterbitkan Kementrian Pendayagunaan Budaya Kerja Aparatur Negara RI. Jakarta.

Sagala, Syaiful, Memahami Organisasi Pendidikan, Bandung : Alfabeta, 2009.

Wirawan. 2007. Budaya dan iklim organisasi: Teori aplikasi dan penelitian. Jakarta: Salemba Empat.

PENGIRIM/PENULIS

clip_image002Judul Artikel : KEDISIPLINAN DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

Nama Pengarang : Drs. Daryanto

Nomor Identitas, NIP, NIY : HP 08179603820, NIP195506091984031003

Institusi Kerja :PPPPTK BOE/ VEDC Malang

Email :daryanto2007@yahoo.com

Alamat Blog :http://bukuteknikdaryantomalang.blogspot.com

Facebook :yanto malang (daryanto2012@gmail.com)

 

 

 

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit