Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 28 September 2014

Pengertian Media Komunikasi dalam Pendidikan

Pengertian Media Komunikasi dalam Pendidikan, Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Dengan kata lain media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. image

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian media dalam pendidikan adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber ke peserta didik.

Sedangkan komunikasi berasal dari kata Latin cum yaitu kata depan yang berarti dengan dan bersama dengan, dan anus yaitu kata bilangan yang berarti satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communio yang dalam bahasa Inggris menjadi communion yang berarti kebersamaan, persatuan, persekutuan, gabungan, pergaulan, dan hubungan.

Sedangkan pengertian media komunikasi dalm pendidikan adalah seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik.

 

sumber :


Arif S. Sadiman, Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993), hlm. 6

Ngainun Naim, Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm.17

Sudarwan Danim, Media Komunikasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm.7

BACA SELENGKAPNYA »

Minggu, 21 September 2014

Media Komunikasi Dalam Pendidikan

Media Komunikasi Dalam Pendidikan, Pentingnya pendekatan teknologis dalam penggelolaan pendidikan dan pembelajaran dimaksudkan agar dapat membantu proses pendidikan dalam mencapai tujun pendidikan. Dan untuk mencapai tujuan penidikan tersebut maka diperlukan guru yang berkualitas yang menuntut agar dan dapat melaksanakan pembelajar dengan baik. Pendidikan dapat berjalan dengan baik jika guru dapa merencanakan pendidikan dengan baik dan cermat. Salah satu kmponen yang perlu mendapat perhatian dalam perencanaan pembelajaran adalah pemilihan media komunikasi dalam pendidikan. image

Pemilihan media ini sangat perlu mendapat perhatian karena fungsi media sangat strategis dalam pelaksanaan proses pendidikan. Proses pendidikan akan menarik dan mudah dipahami oleh pelajar jika guru merancang media secara cermat dan dapat menggunakan sesuai fungsinya.

Penggunaan media atau alat bantu disadari oleh banyak praktisi pendidikan sangat membantu aktivitas proses pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas, terutma membantu peningkatan prestasi belajar siswa. Namun implementasinya tidak banyak guru yang memanfaatkannya, bahkan penggunaan metode ceramah monoton masih cukup populer dikalangan guru dalam proses pembelajaran.

Keterbatasan media pembelajaran disatu pihak dan lemahnya kemampuan guru menciptakan media tersebut dipihak lain membuat penerapan metode ceramah semakin menjamur. Kondisi ini jauh dari mengguntungkan. Terbatasnya alat alat teknologi pendidikan yang dipakai dikelas diduga merupakan salah satu sebab lemahnya mutu pendidikan pada umumnya. Pemanfaatan media komunikasi pendidikan lebih dapat dirasakan bila dikaitkan dengan ilmu pengetahuan di bidang teknolgi dan komunikasi.

 

sumber :


Yudhi Munadi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), hlm.2

BACA SELENGKAPNYA »

Senin, 02 September 2013

JENIS PENDIDIKAN ORANG DEWASA

JENIS PENDIDIKAN ORANG DEWASA

  1. Pendidikan Berkelanjutan (Continuing Education), yang mempelajari pengetahuan dan keterampilan lanjutan sesuai dengan perkembangan kebutuhan belajar pada diri orang dewasa. Pendidikan berkelanjutan ini ditujukan pada kegiatan untuk meperbaiki dan meningkatkan kemampuan pengetahuan, dan keterampilan serta profesi, sehingga dapat dijadikan fasilitas dalam peningkatan diri dan produktivitas kerja. Misalnya Pelatihan-pelatihan, Penataran, dan Lokakarya.
  2. Pendidikan Perbaikan (Corrective Education), adalah kesempatan belajar yang disajikan bagi orang dewasa yang mulai memasuki usia tua dengan tujuan agar mereka dapat mengisi kekurangan pendidikannya yang tidak sempat diperoleh pada usia muda. Misalnya : Kursus-kursus pengetahuan dasar termasuk pemberantasan tuna aksara, latihan berorganisasi, dan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan dan usaha.
  3. Pendidikan Populer (Popular Education), adalah kesempatan belajar yang disediakan bagi orang dewasa dan orang tua dengan tujan agar mereka dapat mengenal perubahan dan variasi dalam kehhidupan sehari-hari. Misalnya pergaulan dengan orang lain, rekreasi, dan pendidikan yang berkaitan dengan kepuasan hidup.
  4. Pendidikan Kader, adalah kegiatan pendidikan yang diselenggarakan pada umumnya oleh lembaga, organisasi atau perkumpulan yang giat dibidang politik, ekonomi, kepemudaan, kesehatan, dll. Tujuannya untuk membina dan meningkatkan kemampuan kelompok tertentu yaitu kader, demi kepentingan, misi lembaga yang bersangkutan di masyarakat. image
  5. Pendidikan Kehidupan Keluarga (Family Life Education), suatu cabang pendidikan orang dewasa yang kegiatannya berkaitan secara khusus dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan kegiatan kehidupan keluarga. Tujuannya ialah memperluas dan memperkaya pengalaman anggota keluarga untuk berpartisipasi dengan terampil dalam kehidupan keluarga sebagai satu kesatuan kelompok. Misalnya : Hubungan dalam keluarga; pemeliharaan anak; kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat; dan pendidikan sek.
BACA SELENGKAPNYA »

Minggu, 01 September 2013

PENDIDIKAN ORANG DEWASA

Sebelum membahas pengertian pendidikan orang dewasa, perlu kiranya dijelaskan istilah pendidikan dan orang dewasa. Pendidikan diartikan usaha sadar untuk meyiapkan peserta didik melalui egitan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (UUSPN No. 2 Tahun 1989 pasal 1 ayat 1). Usaha sadar dimaksudkan dengan adanya kegiatan perencanaan yang sistematis, penyelenggaraan yang terkoordinir, dan berjalan sesuai dengan perencanaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pengertian lain bahwa penyelengaraan pendidikan orang dewasa tidak bersifat asal-asalan, dan tidak jelas arah yang akan dicapainya, tetapi justru diselenggarakan dengan mempertimbangkan kondisi tujuan yang akan dicapai, karakteristik bahan belajar, karakteristik orang dewasa, serta sarana penunjang penyelenggaraan kegiatan belajar, sehingga tujuan dapat dicapai secara tepat. image

Istilah dewasa mempunyai pengertian yang banyak. Menurut Knowles, orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga dari segi sosial, dan psikologis. Dari segi biologis, seseorang dikatakan telah dewasa apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial seseorang disebut dewasa apabila ia mampu melakukan peran-peran sosial yang biasanya diperankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil. Dengan demikian orang dewasa diartikan orang yang telah memiliki kematangan fungsi-fungsi biologis, sosial, dan psikologis dalam segi-segi pertimbangan, tanggung jawab, dan peran dalam kehidupan.

Ditinjau dari segi umur, bahawa yang disebut dewasa itu dimulai sejak menginjak usia 21 tahun (meskipun belum menikah) atau sejak seseorang menikah (meskipun belum berusia 21 tahun). Menurut Hurlock, bahwa dewasa ditujukan pada usia 21 tahun untuk awa masa dewasa, dan sering pula dihitung sejak 7 atau 8 tahun setelah seseorang mencapai kematangan seksual atau sejak masa pubertas. Lebih lanjut Havighust membagi masa dewasa menjadi tiga fase, yaitu masa dewasa awal 18 – 30 tahun, masa dewasa pertengahan 30 – 55 tahun, dan masa dewasa akhir 55 tahun lebih.

  1. Dari pengertian-pengertian di atas, pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai pendidikan yang ditujukan untuk peserta didik yang telah dewasa atau berumur 21 tahun ke atas, atau telah menikah dan memiliki kematangan, dan untuk memenuhi tuntutan tertentu dalam kehidupannya.
  2. Menurut ahli Behaviorisme, pendidikan orang dewasa diartikan perubahan tingkah laku orang dewasa yang diakibatkan oleh situasi pendidikan tertentu.
  3. Ahli Humanisme mempunyai pandangan bahwa pendidikan orang dewasa ditujukan kepada usaha untuk membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada diri orang dewasa.
  4. Menurut UNESCO (1976) pendidikan orang dewasa merupakan seluruh proses pendidikan yang terorganisir di luar sekolah dengan berbagai bahan belajar, tingkatan, dan metode, baik bersifat resmi maupun tidak, meliputi upaya kelanjutan atau perbaikan pendidikan yang diperoleh dari sekolah, akademik, universitas, atau magang. Pendidikan tersebut diperuntukan bagi orang-orang dewasa dalam lingkungan masyarakatnya, agar mereka dapat mengembangkan kemampuan, memperkaya pengetahuan, meningkatkan kualifikasi teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara baru, serta mengubah sikap dan perilakunya. Tujuannya ialah agar orang dewasa mengembangkan pribadi secara optimal dan berpartisipasi secara seimbangn dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya yang terus berkembang.
BACA SELENGKAPNYA »

Jumat, 26 Juli 2013

Sejarah Menteri Pendidikan Indonesia

No

Nama

Periode

1

Ki Hadjar Dewantara clip_image002

Menteri Pengajaran Kabinet Presidentil

Periode : 19 Agustus – 14 November 1945

2

Dr.Mr.T.S.G. Mulia clip_image003

  • Menteri Muda Pengajaran Kabinet Syahrir I

Periode : 14 November 1945 – 12 Maret 1946

  • Menteri Muda Pengajaran Kabinet Syahrir II

Periode : 12 Maret – 2 Oktober 1946

3

Mohammad Sjafei clip_image005

Menteri Pengajaran Kabinet Syahrir II

Periode : 12 Maret – 2 Oktober 1946

4

Mr. Suwandi clip_image007

Menteri Pengajaran Kabinet Syahrir III

Periode : 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947

5

Ir.R. Gunarso clip_image009

Menteri Muda Pengajaran Kabinet Syahrir III

Periode : 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947

6

Mr. Ali Sastroamidjojo clip_image011

  • Menteri Pengajaran Kabinet Amir Syarifuddin I

Periode : 3 Juni – 11 November 1947

  • Menteri Pengajaran Kabinet Amir Syarifuddin II

Periode : 11 November 1947 – 29 Januari 1948

  • Menteri PP dan K Kabinet hatta I

Periode : 29 Januari – 4 Agustus 1949

7

Mr. Teuku Moh. Hasan clip_image013

Menteri PP dan K Kabinet Darurat

Periode : 19 Desember 1948 – 13 Juli 1949

8

S. Mangunsarkoro clip_image015

  • Menteri PP dan K Kabinet Hatta II

Periode : 4 Agustus – 20 Desember 1949

  • Menteri PP dan K Kabinet Peralihan

Periode : 20 Desember 1949 – 21 Januari 1950

  • Menteri PP dan K Kabinet RI Yogyakarta

Periode : 21 Januari – 6 September 1950

9

Letjen TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb clip_image017

  • Menteri PTIP Kabinet Dwikora

Periode : 27 Agustus 1964 – 21 Febuari 1966

  • Menteri P dan K Kabinet Pembangunan II

Periode : 27 Januari 1974 – 31 Maret 1978

10

Dr. Daud Joesoef clip_image019

Menteri P dan K Kabinet Pembangunan III

Periode : 31 Maret 1978 – 19 Maret 1983

11

Prof. Dr. Nugroho Notosusanto clip_image021

Menteri P dan K Kabinet Pembangunan IV

Periode : 19 Maret 1983 – 1985

12

Prof. Dr. Faud Hassanclip_image023

  • Menteri P dan K Kabinet Pembangunan IV

Periode : 30 Juli 1985 – 21 Maret 1988

  • Menteri P dan K Kabinet Pembangunan V

Periode : 21 Maret 1988 – 17 Maret 1983

13

Prof. Dr. –Ing. Wardiman Djojonegoroclip_image025

Menteri P dan K Kabinet Pembangunan VI

Periode : 17 Maret 1993 – 17 Maret 1998

14

Prof. Dr. Wiranto Aris Munandar clip_image027

Menteri P dan K Kabinet Pembangunan VII

Periode : 17 Maret – 21 Mei 1998

15

Prof. Dr. Juono Soedarsono clip_image029

Menteri P dan K Kabinet Reformasi

Periode : 21 Mei 1998 – 1 November 1999

16

Dr. Yahya Muhaimin clip_image031

Menteri Pendidikan Nasional Kabinet Persatuan Nasional

Periode : 1 November 1999 - 2001

17

Prof. Drs. A. Malik Fadjar, M. Sc. clip_image033

Menteri Pendidikan Nasional Kabinet Gotong Royong

Periode : 2001 – 21 Oktober 2004

18

Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA. clip_image035

Menteri Pendidikan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu I

Periode : 23 Oktober 2004 – 20 Oktober 2009

19

Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA clip_image037

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Indonesia Bersatu II

Periode : 20 Oktober 2009 - Sekarang

BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 24 Juli 2013

Peran dan Fungsi Lembaga Pendidikan

Pada zaman globalisasi sekarang ini banyak orang yang menganggap bahwa pendidikan itu adalah suatu hal yang sangat penting. Melalui pendidikan yang di miliki oleh seseorang, ia dapat memperoleh hal positif dalam proses mengembangkan kehidupannya kearah yang lebih baik. Oleh karena itulah banyak pula hal positif yang di peroleh dalam berbagai bidang dengan adanya suatu lembaga pendidikan.

image

Di antaranya adalah sebagai berikut :

  • Bidang Ekonomi : Dengan adanya Lembaga pendidikan maka individu dapat melakukan suatu perbaikan ekonomi kehidupannya dan tentunya bermanfaat untuk keluarganya dan masyarakat. Melalui pendidikan seseorang dapat memperbaiki kehidupannya dari aspek financial atau pendapatan yang di terima sesuai dengan tingkat strata yang ia miliki.
  • Bidang Sosial : Pentingnya lembaga pendidikan dalam bidang ini adalah dapat mengahasilkan output yang memiliki tingkat intelektual yang baik setidaknya dapat mengontribusikan dirinya kepada masyarakat, menjaga hubungan yang baik antar manusia, dan ikut berperan dalam peradaban masyarakat dengan mengembangkan potensi yang ada.
  • Bidang Politik : Seorang yang berpendidikan tentu paham dengan hak dan kewajibannya sebagai Warga Negara yang baik, melalui berbagai upaya yang dilakukan demi meningkatkan martabat bangsa dan Negara. Lalu ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik untuk menjalankan suatu negara yang demokratis dan berupaya untuk mengambil peran yang penting di dalamnya.
  • Bidang Kultur : Dengan adanya lembaga pendidikan setidaknya dapat menjaga nilai-nilai baik di masyarakat dan dapat mengembangkan potensi atau nilai-nilai itu untuk membentuk suatu peradaban kearah yang lebih baik.
  • Bidang Pendidikan : Pendidikan merupakan proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya, lalu mampu mengembangkannya dan setidaknya dapat memberikan suatu pelayanan kepada masyarakat dalam bidang tertentu. Transformasi ini maksudnya adalah pendidikan dapat membuat seseorang dapat hidup dengan ilmu yang ia miliki. Karena dengan ilmu kita harus dapat memiliki nilai guna dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun keadaanya.
  • Bidang Spiritual : Melalui ilmu yang kita miliki, kita dapat terus memahami hakikat kemanusiaan dan melihat kesempurnaan Sang Pencipta. Semakin tinggi pendidikan kita seharusnya membuat kita semakin maju dan merunduk (tidak sombong).
BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 17 Juli 2013

Sejarah Sosiologi Pendidikan

Sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Sosiologi berasal dari kata “socius” yang berarti kawan atau teman dan “logis” yang berarti ilmu. Secara harfiah sosiologi dapat dimaknai sebagai ilmu tentang perkawanan atau pertemanan. Istilah sosiologi diperkenalkan pertama kali oleh August Comte (1798-1857) pada abad ke-19. istilah ini dipublikasikan melalui tulisannya yang berjudul “Cours de Philosophie Positive”.

Sosiologi, oleh Comte dikatakan sebagai ilmu tentang masyarakat secara ilmiah (Faisal, tanpa tahun). Sosiologi merupakan disiplin ilmu yang lahir pada saat terakhir perkembangan ilmu pengetahuan. Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai: pertama, hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial, misalnya gejala ekonomi dengan agama, pendidikan dengan ekonomi, agama dengan pendidikan, pendidikan dan politik. Kedua, hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non sosial, misalnya gejala biologis, geografis, iklim dan sebagainya. Ketiga, ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial. image

Sosiologi dapat digolongkan pada salah satu bentuk ilmu pengetahuan (sosial) atau social science. Oleh karena itu, Sosiologi juga mempunyai beberapa unsur pokok yaitu :

  • Pengetahuan (knowledge)
  • Tersusun secara sistematis
  • Menggunakan pemikiran
  • Dapat dikontrol atau dikritisi oleh orang lain

Sosiologi Pendidikan di dalam menjalankan fungsinya untuk menelaah berbagai macam hubungan antara pendidikan dengan masyarakat, harus memperhatikan sejumlah konsep-konsep umum. Sosiologi pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang masih muda dan belum banyak berkembang. Atas dasar tersebut dikalangan para ahli Sosiologi Pendidikan timbul beberapa kecendrungan yang berbeda yaitu :

  • Golongan yang terlalu menitikberatkan pandangan pendidikan daripada sosiologinya
  • Golongan Applied Educational (Sociology) terutama terdiri atas ahli-ahli sosiologi yang memberikan dasar pengertian sosial kultural untuk pendidikan
  • Golongan yang terutama menitikberatkan pandangan teoritik

Tujuan Sosiologi Pendidikan

  • Sosiologi Pendidikan dalam perkembangannya mempunyai beberapa tujuan praktis, diantaranya adalah :
  • Memberikan analisis terhadap pendidikan sebagai alat kemajuan sosial.
  • Merumuskan tujuan pendidikan
  • Sebagai sebuah bentuk aplikasi Sosiologi terhadap pendidikan
  • Menjelaskan proses pendidikan sebagai proses sosialisasi
  • Memberikan pengajaran Sosiologi bagi tenaga-tenaga kependidikan dan penelitian pendidikan
  • Menjelaskan peranan pendidikan di masyarakat
  • Menjelaskan pola interaksi di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat
BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 10 Juli 2013

MENUJU KEHIDUPAN HARMONIS DALAM MASYARAKAT YANG MAJEMUK

MENUJU KEHIDUPAN HARMONIS DALAM MASYARAKAT YANG MAJEMUK

Suatu Pandangan Tentang Pentingnya Pendekatan Multikultur dalam Pendidikan  di Indonesia

Oleh : Dadang Sudiadi

A.    Latar Belakang

Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, adat-istiadat, golongan , kelompok dan agama, dan strata sosial. Kondisi dan situasi seperti ini merupaka suatu kewajaran sejauh perbedaan-perbedaan ini disadari keberadaannya dan dihayati. Namun ketika perbedaan-perbedaan tersebut mengemuka dan kemudian menjadi sebuah ancaman untuk kerukunan hidup, maka perbedaan tersebut menjadi masalah yang harus diselesaikan.

Beberapa peristiwa amuk massa di beberapa daerah di Indonesia, terlihat jelas pemicunya adalah perbedaan-perbedaan tersebut, dimana salah satunya adalah perbedaan agama. Seperti kerusuhan di lampung, tahun 1989; kerusuhan di Timor-Timur, tahun 1985, kerusuhan di Rengasdengklok, tahun 1997; kerusuhan di makassa, tahun 1997, Kerusuhan di Ambon, 1998, di Poso, kerusuhan Ketapang dan  Kupang serta beberapa daerah lainnya. image

Perubahan sosial yang terjadi di Indonesia sekarang ini, memungkinkan sekali untuk terjadinya konflik antar agama atau konflik antar umat beragama. Walaupun sebenarnya secara laten konflik-konflik tersebut telah ada jauh sebelum era reformasi berembus. Banyak sekali kejadian yang bernuansa perbedaan agama terjadi. Seperti peristiwa pembakaran kantor Tabloid Monitor di Jakarta, yang disangka mendiskreditkan Nabi Muhammad Saw, begitu juga Tabloid Senang. Lain dari itu, brosur-brosur , leaflet-leaflet yang mendiskreditkan agama tertentu, serta materi-materi dakwah yang memicu dan memacu kemungkinan  terjadinya konflik antar agama juga kerap sekali terjadi. Banyak pemuka agama yang dengan dalih sedang melakukan konsolidasi umat, mereka rela dan berani  mendiskreditkan umat penganut  agama lainnya. Terakhir isue tentang pendidikan agama di sekolah yang mewajibkann setiap sekolah menyediakan pengajar agama bagi siswa-siswi yang beragama tertentu.

Konflik yang bernuansa agama berkorelasi kuat dengan faktor non agama. Beberapa konflik yang terjadi membuktikan hal tersebut, termasuk konflik Ketapang. Agama biasanya merupakan faktor pemicu kerusuhan, yang sebelumnya didahului dengan konflik yang bernuansa ekonomi, seperti rebutan lahan parkir, rebutan wilayah dan faktor lainnya yang lebih ekonomis dari pada politis. Dengan kata lain, sebenarnya, konflik kecil acap terjadi.

Dalam melihat konflik dan potensi konflik antar kelompok, golongan dan agama di Indonesia, perlu dipahami sebagai suatu hal yang dinamis. Perubahan sosial dan politik yang terjadi di Indonesia yang begitu cepat, terutama setelah era reformasi, juga turut memperkuat polarisasi konflik sosial termasuk konflik antar kelompok umat beragama. Kesenjangan yang makin menganga  antar kelompok sosial dan biasanya kelompok sosial ini juga acap dilekatkan dengan penganut agama mayoritas. Keterbelakangan dan pembaruan yang tidak simultan dapat memperkeruh suasana disharmoni, serta dapat merusak tatanan sosial atau tatanan hubungan antar kelompok sosial dan antar kelompok umat beragama.

Masyarakat Indonesia yang multikultur, multi ras dan multi agama, memiliki potensi yang besar untuk terjadinya konflik antar kelompok, ras, agama dan suku bangsa. Indikasi ke arah itu terlihat dari tumbuh suburnya berbagai organisasi kemasyarakatan , profesi, dan organisasi lainnya. Contoh seperti FPI, Laskar Jihad, FBR dan kelompok lainnya yang berjuang dan bertindak atas nama kepentingan kelompoknya atau kepentingan lainnya. Lain dari itu muncul juga berbagai macam aliran keagamaan.

Beragam kelompok ini secara sosial menyebabkan tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai baru melalui berbagai proses yang menuntut adanya institusionalisasi kepentingan. Tapi juga dapat berupa munculnya konflik-konflik baru, karena kelompok lain, golongan lain, agama lain, merasa bahwa kehadiran mereka menjadi ancaman bagi tatanan masyarakat yang sudah ada dan ajeg serta kepentingan dari kelompok lainnya. Yang berkembang adalah sikap etnosentrisme, yang menganggap hanya kelompoknya saja, golongannya saja yang paling baik dan sempurna, sementara yang lain jelek, salah, dan berbagai kekurangan lainnya(Zastrow, 2000, 157);  serta  stereotipe, yang mengembangkan gambaran tentang tipe-tipe masyarakat tertentu dengan  karakteristik tertentu. Misalnya orang Batak itu kasar; orang Padang itu licik, orang Sunda itu lelet dan lain-lain.

Perbedaan-perbedaan kepentingan, pandangan, nilai akan menimbulkan perbedaan persepsi atas sesuatu yang kemungkianan besar akan menyebabkan munculnya reaksi berdasarkan persepsi tersebut terhadap sesuatu itu. Hal ini dapat dan menimbulkan konflik yang mungkin akan bermuara pada kerusuhan. Beberapa peristiwa konflik antar kelompok, golongan, ras dan agama, menunjukkan hal-hal tersebut. Lihat saja konflik Ketapang  yang kemudian melebar ke beberapa tempat di Jakarta, Bekasi bahkan Ambon , Kupang dan Poso.

Hal itu menunjukkan bahwa sentimen dan kepercayaan yang berlebihan tentang keyakinan masyarakat terhadap salah satu kelompok, golongan dan atau agama akan menimbulkan konflik, baik yang bernuansa sosil-ekonomi, politik maupun agama. Bukti ini juga sekaligus menunjukkan  bahwa potensi konflik itu ada diberbagai bidang. Oleh karena itu  perlu adanya upaya yang simultan  dilakukan agar konflik yang potensial tersebut  dikelola secara seksama , baik oleh pemerintah daerah, masyarakat maupun aparat penegak hukum. Yang tidak kalah pentingnya adalah peranan lembaga pendidikan dan proses pembelajaran yang terjadi di dalamnya. Bahkan kita semua perlu bertanya ada apa dengan sistem pendidikan kita ? Mengapa sebagaian masyarakat Indonesia mudah sekali untuk melakukan kerusuhan ? Bagaimana model pendidikan yang dapat menghindari terjadinya konflik sosial ?

 

B.     Kemajemukan Indonesia dan Konflik Sosial

Sebuah masyarakat yang majemuk didalamnya akan terkandung berbagai kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang adat istiadat, budaya, agama dan kepentingan . Seperti yang disampaikan oleh Furnival bahwa masyarakat majemuk (plural societies) adalah suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu dengan lainnya di dalam suatu kesatuan politik (Nasikun, 1986, hal 31). Masyarakat yang majemuk biasanya menghadapi tantangan ketidakharmonisan dan perubahan yang terus menerus. Sedangkan menurut Piere L. van Berghe, masyarakat majemuk memiliki sifat dasar sebagai berikut  (Nasikun, 1985, hal 67-68 dan Nitibaskara, 2002, hal 7) :

1.      Terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok –kelompok  yang sering kali memiliki kebudayaan, atau lebih tepat sub-kebudayaan, yang  berbeda satu sama lain.

2.      Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer.

3.      Di antara anggota masyarakat kurang mengembangkan konsensus atas nilai-nilai sosial dasar.

4.      Secara reaktif sering kali terjadi konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

5.      Secara reaktif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi

6.      Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain.

 

Melihat definisi Furnival dan karakteristik yang diajukan oleh Berghe, telihat bahwa masyarakat Indonesia memilki karakteristik seperti itu. Memang secara vertikal maupun horizontal, masyarakat kita masyarakat yang paling majemuk di Dunia, selain Amerika  Serikat dan India. Kemajemukan ini menurut Nasikun (1985, hal 38-44) terjadi karena : Keadaan geografis, dengan beribu-ribu pulau; Indonesia terletak di antara Samudra Indonesia dan Pasifik, sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia; Iklim yang berbeda dan struktur tanah yang tidak sama diantara berbagai daerah di kepulauan Nusantara ini.

Dalam masyarakat yang majemuk, seperti Indonesia, yang terdiri dari bebagai suku bangsa, ras, agama, kelompok dan golongan , masalah pengintergrasian kelompok-kelompok tersebut merupakan masalah yang pelik. Oleh karena itu diperlukan kemampuan untuk memenej konflik tersebut, supaya dapat menghasilkan perubahan sosial ke arah yang lebih baik dan tidak destruktif. 

Konflik dapat terjadi melalui beberapa fase. Fase-fase  terjadinya konflik kekerasan adalah sebagai berikut (Nitibaskara, 2002, hal 50-53) :

Fase pertama, tahap pendahuluan. Pada fase ini, faktor struktural telah menjadi lahan subur yang kondusif untuk meledaknya konflik kekerasan antar-etnis. Hanya seidikit orang yang memahami secara sadar keadaan yang berkembang …Jika tahap ini gagal ditanggulangi maka realitas sosial memasuki fase kedua . Tahap kedua adalah tahap titik didih. Pada tahap ini, faktor struktural penyebab konflik kekerasan telah benar-benar kondusif bagi meledaknya konfrontasi terbuka antar-etnis  yang saling memendam rasa permusuhan. Tindakan saling melecehkan simbol-simbol etnis semakin lebih terbuka. Budaya mulai sering dieksploitasi perbedaannya… Bilamana tahap kedua tersebut gagal diturunkan tensinya, maka akan menginjak babak berikutnya, yakni konflik kekerasan anatar-etnis  secara terbuka… Akhirnya sampai ke tahap  atau faase keempat, yaitu  tahap peredaan konflik, pada tahap ini setiap hal yang mengarah kepada timbulnya konflik baru harus segera ditangkal sedini mungkin…

 

Mencermati apa yang telah diuraikan tentang fase-fase konflik terlihat bahwa  pada setiap fase dimungkinkan untuk terjadinya peneyelesaian konflik. Gambaran tentang fase ini juga menunjukkan bahwa  konflik etnis mungkin akan dapat berhenti dengan sendirinya tanpa harus melalui keempat fase tersebut.  Yang penting dari itu semua adalah bagaimana mencegah konflik sosial baik yang berlatar belakang agama, etnis, politik maupun ekonomi.  Cara yang bisa dilakukan adalah dengan memenej konflik atau potensi konflik. Salah satu bentuk manajemen konflik yang dapat dilakukan adalah melalui proses pembelajaran di lembaga pendidikan (sekolah).

Dalam hal ini terlihat bahwa  terdapat beban yang sangat berat bagi pendidikan kita terutama pendidikan moral atau proses sosialisasi tentang keberagamaan dan makna dari keberagaman tersebut bagi kehidupan. Oleh karena itu sudah seharusnya kita mulai memikirkan pendidikan multikultur yang  mengembangkan konsep toleransi, saling menghargai, saling menghormati dan saling menyadari tentang sebuah perbedaan. Para pendidik harus bekerja keras untuk melakukan reorientasi pembelajaran agama kepada para peseta didik dengan tetap mensosialisasikan nilai-nilai dan norma agama dari masing-masing agama yang diajarkan tetapi dengan mengembangkan konsep multiculturalism education /learning. Karena dengan begitu mekanisme manajemen konflik akan bisa dilaksanakan. Tentunya dengan didukung kebijakan pemerintah tentang pendidikan moral,  agama dan sosial.

 

C.    Antara Pendidikan Multikultural dan Pendidikan Berbasis Masyarakat

Undang-undang Pendidikan Nasional menyuratkan tentang pendidikan berbasis masyarakat (Community Based Education, lihat Soedijarto, 2000, hal 77) yang didalamnya disebutkan bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah :

Penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat.

 

Lebih lanjut dalam Bagian Kedua Pasal 55 tentang pendidikan berbasis masyarakat diuraikan :

(1)               Masyarakat berhak meneyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan  kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.

(2)               Penyelenggara pendididkan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan  kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan

(3)               Dana penyelenggaraan pendidikan  berbasis masyarakat dapat  bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Paerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4)               Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan  merata dari Pemerintah  dan/atau pemerintah Daerah

(5)               Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana  dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan pemerintah.

 

Dari ketentuan yang tersurat dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terlihat bahwa pendidikan berbasis masyarakat ditujukan untuk memperoleh output pendidikan  yang dapat berperan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun penulis kuatir, keberadaan dari pendidikan  berbasis masyarakat ini justru akan menajamkan friksi  kemajemukan masyarakat bangsa Indonesia, karena dengan penyelenggaraan pendidikan yang  diselenggarakan berdasarkan karakteristik wilayah, sosial dan budaya masayarakat Indonesia maka ego kedaerahan akan semakin  tinggi dan ini sangat berbahaya.

Namun bila pendidikan berbasis masyarakat tersebut ditujukan untuk menyelesaikan masalah krisis ekonomi di Indonesia yang kemudian mempengaruhi kemampuan negara untuk menyediakan dana pendidikan, hal ini dapat diterima. Tetapi bila model penddidikan ini akan terus dikembangkan, saya yakin akan terus dikembangkan sebab terligitimasi dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003. Maka yang perlu diantisipasi adalah kemungkinann  adanya  keberagaman dalam mutu pendidikan, yang disatu sisi hal ini akan mendukung otonomi daerah dan juga otonomi pendidikan, tetapi di sisi lain memiliki kemungkinan yang besar dalam mengancam intergrasi nasional serta mempengaruhi keberhasilan dari pembangunan karakter manusia Indonesia.

 

Lain dari itu terlihat juga adanya kemungkinan negara, melepas tanggung jawab dalam pembiayaan penyelenggaraan  pendidikan dimasing-masing wilayah penyelenggara, hal ini akan sangat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, perubahan  keempat tentang diharuskannya negara menyediakan dana pendidikan sekuarang-kurangnya sebesar 20 % dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBN dan APBD). Seperti terlihat pada penyempurnaan pasal 31 dann 32, yang natara lain (Soedijarto, 2003, hal 2):

“mewajibkan pemerintah untuk membiayai sepenuhnya pendidikan wajib  belajar (0asal  31 ayat (2))”, “mewajibkan negara menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari APBN dan APBD (pasal 31 ayat (4)).”

Dugaan itu ternyata memang tidak salah, sebab tujuan utama dari penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat adalah  untuk mengatasi dampak krisis ekonomi  terhadap pendidikan (Soedijarto, ibid, hal 77)

Sementara pendidikan multi-kultural  tersurat dalam beberapa pasal Undang-Undang Sisdiknas, antara lain pasal 3 yang menyatakan bahwa :

“pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulai, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

 

Kalimat menjadi warga negara yang demokratis  serta bertanggung jawab menunjukkan adanya tekad untuk melaksanakan pendidikan multikultur. Lebih lanjut dalam pasal 4 Undang-undang ini diuraikan bahwa :

(1)                Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.

(2)                Pendidikan diselenggarakan sebgai suatu kesatuan yang sitemik dengan sistem terbuka dan multimakna.

Kedua ayat dalam pasal empat tersebut menyuratkan dan menyiratkan tentang pentingnya pendidikan multikultur dalam rangka mendukung proses demokratisasi dan dalam rangka terciptanya integrasi nasional.

Apa itu pendidikan multikultural (multicultural education) ? Ada banyak pengertian tentang ini, diantaranya adalah :

1.               Multicultural education is a process through which individuals’ development ways of perceiving, evaluation in behaving within cultural systems, are different from their own (Gibson 1984, in Hernadez, 2001 in Semiawan 2003, pp 6)

2.               we may define multicultural education as the process whereby a person “develops competencies in multiple systems of standards for perceiving, evaluating, believeing and doing “(Saifuddin based on Goodenough definition, 2003, pp. 4)

3.               Muticultural education is a progresseve approach for transforming education that holistically critiques and addresses current shortcomings, failings, and discriminatory practices in education. It is grounded in ideals of social justice, education equity, and a dedication to facilitating educational experiences in which all students reach their full potential as learners and as socially aware and active beings, locally, nationall, and globally. Multicutural education acknowledges that schools are essensial to laying the foundation foor transformation of society and the elimination off oppression and justice.(Budianta, 2003, pp. 8)

4.               Multicultural education as ‘a philosophy, a methodology for educational reform” or “just a set of teaching materials with pedagogical program.” (Gay dalam Budianta, 2003, hal 8)

Dari beberapa definisi tentang multicultural education terlihat bahwa  multi cultural education  sangat relevan dilaksanakan dalam mendukung proses demokratisasi, dimana adanya pengakuan hak asasi manusia,  tidak adanya diskriminasi dan  diupayakannya keadilan sosial. Disamping itu dengan pendidikan multikultural ini dimungkinkan  seseorang  dapat hidup dengan tenang di lingkungan kebudayaan yang berbeda dengan yang dimilikinya.

Seperti telah diuraikan di muka bahwa masyarakat kita ini masyarakat majemuk dan bahkan paling majemuk di dunia. Karena itu agar kemajemukan ini tidak berkembang menjadi ancaman disintegrasi harus diupayakan untuk dikelola. Bagaimaana pengelolaannya ? Pendidikan  salah satu jawaban utamanya.   Proses pembelajaran tentang manusia Indonesia harus merupakan mata pelajaran wajib di seluruh tingkatan  jenjang pendidikan. Guru, kurikulum, sarana- prasarana, gbpp dan berbagai hal yang diperlukan untuk suatu proses pembelajaran yang mendukung multikulturalisme harus disediakan oleh negara. Mengapa negara ? Negara adalah otoritas tertinggi dalam penyelenggaraan pendidikan.  Untuk membentuk manusia Indonesia yang bercirikan ke-Indonesiaan diperlukan adanya penyeragaman dalam beberapa mata pelajaran yang bersifat umum seperti Bahasa Indonesia, Sosia-Budaya Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Perbandingan Agama. Mata pelajaran ini adalah mata pelajaran yang mutlak harus diberikan untuk membentuk karakter manusia Indonesia. Selain tentunya mata pelajaran olah raga dan kesenian. Selama ini proses pembelajaran lebih cenderung mengupayakan penyeragaman, dan kurang memperhatikan keragaman masyarakat bangsa Indonesia.

Berbeda dengan pendidikan berbasis masyarakat, dimana  model seperti ini akan lebih banyak menimbulkan friksi-friksi dalam masyarakat  karena yang ditonjolkan justru ciri kedaerahan  yang justru berbeda dengan daerah lainnya. Model ini juga  akan  banyak menimbulkan masalah ketika kita membicarakan standar kualitas. Walaupun disebutkan bahwa standar kualitas yang digunakan adalah standar nasional, tetapi  dengan kemungkinan penyelenggaran evaluasi sendiri dan penentuan kurikulum sendiri serta  sarana dan prasanan pembelajaran sendiri  dan kesejahteraan guru juga sendiri, maka penulis sangat kuatir bahwa pendidikan model ini justru akan semakin mempersulit terwujudnya integrasi nasional dan sekaligus akan mempersulit terwujudnya  manusia Indonesia seutuhnya, dengan karakteristik Indonesia yang berbudaya Indonesia dan hidup dalam sistem sosial dan politik Indonesia.  Ini tantangan bagi dunia pendidikan  dimana pendidikan dihadapkan pada konteks desentralisasi dan integrasi nasional, yang menuntut pemikiran yang cermat dalam menentukan strategi pendidikan sebagai upaya untuk membangun karakter bangsa yang diwarnai dengan kemajemukan.

 

D.    Empat Pilar Pendidikan dan Masalah Kemajemukan

Dalam buku laporannya ke UNESCO, Jacques Delors, et. al., (1996, hl. 85-97) mengemukkan bahwa ada empat buat sendi/pilar pendidikan, yaitu :

1.      Learning to know (belajar untuk mengetahui)

2.      Learning to do (belajar untuk berbuat)

3.      Learning to live togather, learning to live with others (belajar untuk hidup bersama)

4.      Learning to be ( belajar untuk menjadi seseorang)

 

Dalam Pointers and Recommendations, Delors et.al.(hal. 97) mengemukakan  bahwa :

Learning to know, dengan memadukan pengetahuan umum yang cukup luas dengan  keseempatan untuk mempelajari secara mendalam pada sejumlkah kecil mata pelajaran. Pilar ini juga berarti juga learning to learn (belajar untuk belajar), sehingga memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan pendidikan yang disediakan sepanjang hayat.

Learning to do, untuk memperoleh  bukan hanya suatu keterampilan kerja tetapi juga lebih luas sifatnya, kompetensi untuk berurusan dengan banyak situasi dan bekerja dalam tim. Ini juga belajar berbuat dalam konteks pengalaman kaum muda dalam berbagai kegiatan sosial dan pekerjaan yang mungkin bersifat informal, sebagai akibat konteks lokal atau nasional, atau bersifat formal melibatkan kursus-kursus, program  bergantian antara belajar dan bekerja.

Learning to live together, learning to live with others , dengan jalan mengembangkan pengertian  akan orang lain dan apresiasi atas interdependensi—melaksanakan proyek-proyek bersama dan belajar memenej konflik—dalam semangat menghormati nilai-nilai kemajemukan, saling memahami dan perdamaian.

Learning to be, sehingga dapat mengembangkan kepribadian lebih baik dan mampu bertindak mandiri, membuat pertimbangan  dan rasa tanggung jawab pribadi yang semakin besar, ingatan, penalaran, rasa estetika, kemampuan fisik, dan keterampilan berkomunikasi.

Dari keempat pilar pendidikan di atas terlihat bahwa pilar learning to live toggether, learning to live with others, dalam konteks kemajemukan merupakan suatu pilar yang  sangat penting. Pilar ini sekaligus juga menjadi pembenar pentingnya pendidikan multikultur yang berupaya untuk mengkondisikan supaya peserta didik mempunyai kemampuan untuk bersikap toleran terhadap orang lain, menghargai orang lain, menghormati orang lain dan sekaligus yang bersangkutan mempunyai tanggunga jawab terhadap dirinya serta orang lain. Sehingga bila proses pembelajaran di sekolah diarahkan tidak hanya pada learning to know, lerning to do dan leraning to be, tetapi juga diarahkan ke learning to live together,  masalah kemajemukan akan dapat teratasi dengan melakukan manajemen konflik dan dengan demikian akan juga diikuti oleh tumbuhnya kebudayaan nasional yang tidak melupakan kebudayaan daerah, tumbuhnya bahasa nasuonal dengan tidak melupakan bahasa daerah, tumbuhnya  sistem politik nasional dengan tanpa mengabaikan sistem politik daerah, (pemerintahan daerah). Secara umum akan tumbuh dan berkembang Sistem Sosial Indonesia, yang berbeda dari Sistem Sosial Amerika, Sistem Sosial Jepang, Sistem Sosial negara-negara lainnya. It is Indonesia so we are Indonesians. Go for it !!!.

 

 

E.     Catatan Penutup

Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa catatan penutup :

    1. Kemajemukan harus dipandang sebagai suatu anugrah untuk pencapaian kualitas hidup masyarakat Bangsa indonesia

    2. Bahwa Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional telah mengakomodir pendidikan multikulur untuk mencapai keharmonisan dalam kemajemukan serta untuk mencapai kehidupan Indonesia yang demokratis.

    3. Bahwa ada dilema antara penyelenggaraan model pendidikan berbasis masyarakat dengan pendidika  multikultural, dimana tujuan awal dari keduanya berbeda. Namun begitu  untuk mengoptimalkan potensi daerah terutama dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pendidikan , sesuai dengan konteks otonomi daerah, pendidikan berbasis masyarakat  perlu dipikirkan formatnya, supaya penyelenggaraannya tidak semata-mata untuk menyelesaikan kekurangan dana dari negara, tetapi untuk mendukung terlaksananya pendidikan multikultur yang  ditujukan agar tercapai kehidupan Indonesia yang harmonis dan berkualitas dengan karakter Indonesia.

    4. Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan multikultural, diperlukan perubahan paradigma pendidikan, dan karenanya diperlukan peningkatan kompetensi pendidik  untuk mewujudkannya, reformasi kurikulum yang mengarah pada pengakuan dan pengejawantahan kemajemukan masyarakat, serta penyusunan kembali teks books.

    5. Pendidikan  adalah investasi oleh karena itu,  penyediaan dana yang cukup, paling tidak sesuai dengan ketentuaan dalam Undang-undang Dasar 1945  penyempurnaan yang keempat, yaitu sekurang-kurangnya 20 % dari APBN dan APBD, dapat segera terwujud. Tentunya dengan catatan dana tersebut tidak digerogoti oleh para koruptor yang bekerja di bidang pendidikan.

    6. Kita ini orang Indonesia, maka pendidikan kita juga harus pendidikan yang sesuai dengan kepentingan Indonesia, tertutama kepentingan untuk mewujudkan karater Indonesia dengan kemajemukannya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Delors, Jacques, et.al., Learning : The Treasure Within, Report to UNESCO of the International Commissions on Education for the Twenty-fisrt Century, France: UNESCO Publishing, 1996.

Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, Jakarta : Rajawali, C.V., 1984.

Nitibaskara, Tubagus Ronny Rahman, Paradoks Konflik dan Otonomi Daerah: Sketsa Bayang-bayang Konflik Dalam Prospek Maasa depan Otonomi Daerah, Jakarta: Peradaban, 2002.

McNeil, John D., Curriculum: A Comprehensive Introduction, Boston/Toronto: Little Brown and Company, 1977.

Soedijarto, Pendidikan Nasional sebagai wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara-Bangsa, CINAPS, 2000

Suyanto dan Djihad Hisyam, Refleksi dan Reformasi: Pendidikan di Indonesia memasuki Milenium III, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000.

Zastrow, Charles, Social Problems: Issues and Solution, Australia/Canada/Denmark/Japan/Mexico/New Zealand/Philipines/Puerto Rico/Singapore/Spain/United Kingdom/United States: Wadsworth, 2000.

Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

 

Makalah:

Azra, Azyumardi, “From Civic Education to Multicultural Education: With Reference to the Indonesian Experience,” Paper presented at Workshop” Multicultural Education in Southeast Asian Nations : Sharing Experience, Univensity of Indonesia, Depok 17-19 June 2003.

Buadianta, Melani, “ Multiculturalism: In Search of a Framework For Managing Diversity in Indonesia,” Paper presented at Workshop Multicultural Education in Southeast Asian Nations : Sharing Experience, Univensity of Indonesia, Depok 17-19 June 2003.

Saifuddin, Achmad Fedyani, “Multicultural Education: Putting School First (A Lesson from the Education Autonomy Policy Implementation in Indonesia),” Paper presented at Workshop” Multicultural Education in Southeast Asian Nations : Sharing Experience, Univensity of Indonesia, Depok 17-19 June 2003.

Semiawan, Conny, “Toward Multicultural Education,” Paper presented at Workshop” Multicultural Education in Southeast Asian Nations : Sharing Experience, Univensity of Indonesia, Depok 17-19 June 2003.

Soedijarto, “Pendidikan Nasional Untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Mmemajukan Kebudayaan Nasional Melalui Sekolah Sebagain Pusat Pembudayaan,” Disajikan dalam Pra Kongres Kebudayaan V Th. 2003, di Denpasar, Bali, April 2003.

 

 

DAFTAR RIWAYA HIDUP

 

Dadang Sudiadi lahir di Ciamis  pada tanggal 16 Juni 1966, sekarang beralamat di Jl. Jend. Sudirman Rt 03/I No. 9 Bekasi, telp. 021 88960627. Pendidikan SD ditempuh di SDN Kertajaga-Ciamis lulus tahun 1979, SLTP di SMPN Rancah-Ciamis, lulus tahun 1982, SLTA di SMAN Ciamis, lulus tahun 1985 kemudian melanjutkan studi ke Jusan Kriminologi FISIP Universitas Indonesia  dan mencapai gelar S1 pada tahun 1992. Pada tahun  tahun 2001 berhasil meraih gelar MSi dari PPs UI Progran studi Sosiologi kekhususan  Kriminologi. Mulai tahun 2003 tercatat sebagai peserta Program Doktor di PPs UNJ Program Studi Manajemen Pendidkan.

 

Sekarang bekerja sebagai Staf pengajar di Departemen Kriminologi FISIP-UI, sekaligus menjabat sebagai Ketua Program Sarjana Reguler Departemen Kriminologi FISIP-UI, sebelumnya pernah menjabat sebagai Koordinator Jurusan Kriminologi Program Ekstensi FISIP-UI dan pernah menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Kriminologi FISIP-UI, dari tahun 1994 – 1997. Pernah juga menjadi guru di MTs Al Huda Al Islamiyah Bekasi, hingga tahun 1993.

BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 03 Juli 2013

PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

Pendidikan Karakter, Guru adalah pendidik professional yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik atau siswa. Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan karakter, Guru menjadi ujung tombak keberhasilan tersebut.

Guru, sebagai sosok yang digugu dan ditiru, mempunyai peran penting dalam aplikasi pendidikan karakter di sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai seorang pendidik, guru menjadi sosok figur dalam pandangan anak, guru akan menjadi patokan bagi sikap anak didik. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional diamanatkan bahwa seorang guru harus memiliki kompetensi kepribadian yang baik. Kompetensi kepribadian tersebut menggambarkan sifat pribadi dari seorang guru. Satu yang penting dimiliki oleh seorang guru dalam rangka pengambangan karakter anak didik adalah guru harus mempunyai kepribadian yang baik dan terintegrasi dan mempunyai mental yang sehat.image

Profesi guru mempunyai 2 (dua) tugas penting, yaitu mengajar dan mendidik. Kedua tugas tersebut selalu mengiringi langkah sang guru baik pada saat menjalankan tugas maupun diluar tugas (mengajar). Mengajar adalah tugas membantu dan melatih anak didik dalam memahami sesuatu dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan mendidik adalah mendorong dan membimbing anak didik agar maju menuju kedewasaan secara utuh. Kedewasaan yang mencakup kedewasaan intelektual, emosional, sosial, fisik, seni spiritual, dan moral.

Pendidikan karakter dewasa ini menjadi solusi alternatif bagi perkembangan siswa mejadi insan ideal. Pendidikan karakter diarahkan untuk menanamkan karakter bangsa secara menyeluruh, baik pengetahuan (kognitif), nilai hidup (afektif), maupun tindakan terpuji (psikomotor). Tujuannya adalah membentuk siswa supaya mereka mampu menjadi insan kamil.

Pelaksanaan pendidikan karakter diprioritaskan pada penanaman nilai-nilai transeden yang dipercayai sebagai motor penggerak sejarah (Koesoema, 2007). Tujuannya adalah meningkatkan mutu pendidikan yang menekankan kepada pembentukan karakter dan akhlak mulia para siswa secara utuh dan seimbang sesuai dengan SKL yang ditentukan.

Dengan pendidikan karakter diharapkan lahir manusia Indonesia yang ideal seperti yang dirumuskan dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU Sisdiknas tersebut menyatakan bahwa fungsi pendidikan Indonesia adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan Indonesia adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan dan fungsi pendidikan nasional tersebut mengandung makna secara substansi bahwa pendidikan kita diarahkan kepada pendidikan berbasis pembangunan karakter. Oleh karena itu Pendidikan di sekolah harus diselenggarakan dengan sistematis sehingga bisa melahirkan siswa yang kompetitif, bertika, bermoral, sopan santun dan interaktif dengan masyarakat.

Pendidikan tidak hanya difokuskan pada aspek kognitif yang bersifat teknis, tetapi harus mampu menyentuh kemampuan soft skill seperti aspek spiritual, emosional, social, fisik, dan seni. Yang lebih utama adalah membantu anak-anak berkembang dan menguasai ilmu pengetahuan yang diberikannya. Berdasarkan penelitian Harvard University AS (Sudrajat, 2010) mengungkapkan bahwa kesuksesan seseorang (siswa) 80% ditentukan oleh kemampuan mengelola diri (soft skill) dan 20% ditentukan oleh kemampuan teknis (hard skill).

Dalam konteks pendidikan karakter, pendidikan dilaksanakan untuk mendidik siswa menjadi manusia ihsan, yang berbuat baik dengan tindakan yang baik berdasarkan ketaqwaan kepada Tuhan semata.

Dalam konsep ulul albab (Rahmat, 2007), pendidikan bertujuan untuk mendorong siswa menjadi manusia pembelajar, manusia aktif yaitu menyampaikan ilmu kepada orang lain, membeir peringatan, dan untuk memperbaiki ketidakberesan di masyarakat.

Presiden SBY mengharapkan bahwa pendidikan karakter ini akan menciptakan manusia Indonesia yang unggul dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Presiden SBY mencanangkan 5 dasar yang menjadi tujuan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter, yaitu:

1. Manusia Indonesia harus bermoral, akhlak mulia dan berperilaku yang baik.

2. Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang cerdas dan rasional.

3. Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang inovatif, bergerak maju dan mau bekerja keras.

4. Membangun semangat harus bisa

5. Menjadi patriot sejati yang mencitai bangsa, Negara, dan tanah air Indonesia.

Oleh karena itu, Konsep keteladanan dalam pendidikan sangat penting dan bisa berpengaruh terhadap proses pendidikan, khususnya dalam membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Dalam pandangan Islam, keteladanan merupakan metode pendidikan yang terbaik dan yang paling membekas. (Mualiffah, 2009). Prinsip tersebut sejalan dengan metode pendidikan karakter di atas.

Selain dengan prinsip keteladanan, metode yang juga bisa diterapkan adalah metode dialog partisipatif. Metode ini akan mampu menstimulus siswa untuk lebih kreatif, kritis, mandiri, dan komunikatif. Sebagai pendidik, guru bisa menjadi mitra siswa dalam berkembang maupun dalam menilai perkembangan siswa tersebut.

Untuk itu, guru harus terlebih dahulu mengenal siswa secara pribadi. Hal ini bisa ditempuh dengan cara, pertama, guru harus mengenali dan memperhatikan pengertian-pengertian yang dibawa siswa pada awal proses pembelajaran. Kedua, guru harus mengetahui kemampuan, pendapat, dan pengalaman siswa. Ketiga, pengenalan dan pemahaman konteks nyata para siswa sebagai dasar dalam merumuskan tujuan, sasaran, metode, dan sarana pembelajaran.

Menurut Q-Anees, syarat utama bagi guru adalah guru harus mengetahui dan mempraktekkan karakter yang hendak diajarkan kepada siswa. Syarat kedua adalah guru harus memahami dan menguasai seluruh materi yang akan diajarkan.

Peran Guru di Sekolah

Di sekolah, Pendidikan karakter dikaitkan dengan manajemen sekolah. Kepala sekolah dan guru memegang peranan penting dalam merancang, merencanakan, melaksanakan, dan mengontrol kegiatan di sekolah. Situasi ini bisa dijadikan sebagai potensi untuk bisa merancang tujuan pendidikan jangka panjang di sekolah tersebut.

Sudah saatnya setiap satuan pendidikan di Indonesia melaksanakan pendidikan karakter di sekolah masing-masing. Guru harus mampu mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam setiap mata pelajaran, termasuk kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian setiap satuan pendidikan telah proaktif dalam proses internalisasi dan pengamalan nilai dan norma dalam kehidupan nyata.

Pendidikan karakter dikembangkan dan dilaksanakan di sekolah dengan harapan mampu membentuk karakter ideal dalam diri siswa. Namun, sekolah harus menyadari bahwa idealism tersebut akan terhalang oleh sifat bawaan seseorang maupun lingkungan mereka. Berdasarkan prinsip dasar pendidikan karakter, siswa adalah manusia atau makhluk yang dipengaruhi oleh sumber kebenaran dari dalam diri (intern) dan dorongan dari luar yang mempengaruhinya (Q-anees, 2009).

Oleh karena itu, pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design yang merupakan konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural, meliputi Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) (Sudrajat, 2010).

Tahap awalnya dimulai dari proses penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Disinilah peran guru diperlukan. Kepala sekolah dan guru harus mampu menentukan visi dan misi sekolah yang diarahkan untuk membentuk manusia yang utuh.

Penentuan visi dan misi sekolah harus terpola dengan baik sehingga mampu mendeskripsikan hasil pembelajaran secara utuh. Visi dan misi tersebut diimplementasikan dalam perumusan tujuan sekolah, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Hal ini sejalan dengan Anzizhan (2004) yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan pada kegaitan perencanaan dimulai dengan penentuan visi, misi, strategi, tujuan dalam sasaran strategic. Oleh karena itu, kepala sekolah harus mampu membentuk struktrur organisasi dengan job description yang jelas dan terarah antar personil yang ada.

Q-Anees mengutip pendapat Doni A Koesoma, ada lima metode pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah, yaitu:

1. Mengajarkan, yakni mengajar dengan melibatkan siswa. Dengan kata lain, pembelajaran yang dilaksanakan tidak bersifat monolog.

2. Keteladanan, baik dari guru maupun dari seluruh warga sekolah.

3. Menentukan prioritas.

4. Praksis prioritas, yaitu melakukan verifikasi sejauh mana realisasi terhadap prioritas yang ditentukan.

5. Refleksi.

Akhirnya, dengan diterapkannya sistem pendidikan yang ideal maka bangsa Indonesia ini akan terbentuk menjadi sebuah bangsa yang besar. Bangsa yang mampu menterjemahkan sebuah perbedaan menjadi rahmat. Selain itu, sinergitas antara idealisme sistem pendidikan dengan profesionalitas guru akan mampu menelorkan siswa-siswa yang ideal pula, yakni menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga ke depan, tidak ada lagi pelaku-pelaku bom bunuh diri yang dilakukan oleh para pemuda belia. Dengan kata lain, pendidikan yang ideal akan mengikis akar-akar terorisme yang ada di Indonesia

Wallahu a’lam

Referensi :

Muallifah. 2009. Psycho Islamic Smart Parenting. Jogjakarta: DIVA Press.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Q-Anees, Bambang, dan Adang Hambali. 2009. Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Rahmat, Jalaludin. 2007. SQ for Kids. Bandung: Mizan.

Sudradjat, Akhmad. 2008. Pengertia Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. Makalah. www.google.com diakses 5 April 2008.

Suparno, Paul. 2004. Guru Demokratis di Era Reformasi. Jakarta: PT. Grasindo.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

www.kompas.com

Identitas Penulis

clip_image002Judul Artikel : PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

Nama Pengarang : Jasman, S.Pd

Nomor Identitas, NIP, NIY : 19811121 201001 1 013

Institusi Kerja : SMP Negeri 6 Toboali, Kab. Bangka Selatan

Email : jasman_2111@yahoo.com, jsm_jibran@yahoo.co.id

Alamat Blog : -

Facebook : Jasman Jibran

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit