Pembelajaran Kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi peserta didik untuk dapat memahami makna materi pelajaran yang dipelajari dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja ber-sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pembelajaran kontekstual. Langkah-langkah CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, mata pelajaran apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Tujuan CTL
1) Membantu peserta didik dengan cara yang tepat untuk mengaitkan makna pada pelajaran akademik mereka. Sehingga mereka akan mengingat apa yang mereka pelajari
2) CTL membuat peserta didik mampu meghubungkan isi dari subyek akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka untuk menemukan makna .
3) Memberikan pengalaman pengalaman baru yang merangsang otak untuk membuat hubungan – hubungan baru dan menemukan makna baru
Prinsip CTL
Dalam pembelajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang menjadi prinsip penting ,yaitu mengaitkan (relating),mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerja sama (cooperating) dan mentransfer (transferring) sehingga diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara maksimal
Berdasarkan uraian di atas, prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual dapat diintegrasikan kedalam kegiatan pembelajaran yang biasa dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
Prinsip CTL
- Mengaitkan (Relating ) Guru menghubungkan konsep yang akan dipelajari dengan materi pengetahuan yang telah dimiliki siswa
- Mengalami (Experiencing) Siswa menerapkan pengetahuan yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari
- Menerapkan (Applying) Siswa melakukan diskusi kelompok untuk memecahkan permasalahan dan mengembangkan kemampuan berkolaborasi dengan teman
- Bekerja sama (Cooperating) Siswa melakukan diskusi kelompok untuk memecahkan permasalahan dan mengembangkan kemampuan berkolaborasi dengan teman
- Mentransfer (Transferring) Siswa menunjukkan kemampuan terhadap pengetahuan yang dipelajarinya dan menerapkannya dalam situasi dan konteks baru
Karakteristik dan Ciri ciri kelas CTL
Karakteristik Pembelajaran CTL adalah 1). Kerjasama. 2). Saling menunjang. 3). Menyenangkan, tidak membosankan. 4). Belajar dengan bergairah. 5). Pembelajaran terintegrasi. 6). Menggunakan berbagai sumber. 7). Siswa aktif. 8). Sharing dengan teman. 9.) Siswa kritis guru kreatif. 10) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain. 11). Laporan kepada orang tua (Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain )
Ciri-ciri kelas yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kontekstual akan terlihat sebagai berikut: adanya kerjasama, saling menunjang, menyenangkan, tidak membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan bebagai sumber, peserta didik aktif, sharing dengan teman, peserta didik kritis, guru kreatif, laporan praktikum, dan karangan peserta didik.
Komponen CTL
Pembelajaran kontekstual akan mendorong Peserta didik mengkaitkan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual dikelas. Ketujuh komponen itu adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling) refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment) . Suatu pembelajaran dikatakan telah menerapkan CTL, jika didalamnya terdapat tujuh komponen tersebut yang dapat dilihat pada gambar berikut:
Tujuh Komponen CTL
Penjelasan :
1) Konstruktivisme : peserta didik dikondisikan agar mampu membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pada pengetahuan awal yang telah mereka miliki. Jadi pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan.
2) Inquiry : peserta didik belajar mencari (melalui pengamatan) dan menemukan sendiri hal-hal yang harus diketahui dari sebuah topik yang disajikan kehadapan mereka. Disini peserta didik belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3) Questioning (Bertanya), dengan bertanya pengajar mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir Peserta didik terhadap topik/materi. Bagi
Peserta didik, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry.
4) Learning community (masyarakat belajar), disini peserta didik berkumpul dengan teman sebayanya untuk saling berbagi ide, curah pendapat, dan tukar pengalaman. Masyarakat belajar sangat membantu sekali untuk mengokohkan pemahaman mereka terhadap pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya.
5) Modeling (pemodelan), tujuan adanya pemodelan adalah agar peserta didik mempunyai gambaran nyata tentang apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Yang menjadi model tidak selalu harus guru, tetapi bisa juga peserta didik atau orang luar yang memiliki keterampilan yang harus dicapai
6) Reflection (refleksi), pada tahap ini peserta didik diminta untuk mencatat setiap kejadian yang telah mereka lalui, memikirkannya, dan merefleksikannya. Semua hal itu digunakan peserta didik untuk mengevaluasi pembelajaran yang telah mereka laksanakan.
7) Authentic assessment (penilaian otentik) , yaitu penilaian yang dilakukan tidak terbatas secara kognitif (melalui paper and pen test) saja, tapi lebih holistik, yaitu penilaian proses dan produknya.