Tampilkan postingan dengan label contextual teaching. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label contextual teaching. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 Agustus 2014

Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Beberapa keunggulan dari pembelajaran Kontekstual adalah:

1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.

2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

3) Kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental

4) Kelas dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan

5) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru

6) Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna

image

Sedangkan kelemahan dari pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut:

1) Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual berlangsung

2) Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif

3) Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam m CTL, guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

4) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

BACA SELENGKAPNYA »

Jumat, 15 Agustus 2014

Langkah Pembelajaran kontekstual

Langkah Pembelajaran kontekstual, Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan Kontekstual, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain/skenario pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen Kontekstual tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1) Langkah pertama, mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya.

2) Langkah kedua, melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.

3) Langkah ketiga, mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan memunculkan pertanyaan-pertanyaan.

4) Langkah keempat, menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok, berdiskusi, tanya jawab, dan sebagainya.

5) Langkah kelima, menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model bahkan media yang sebenarnya.

6) Langkah keenam, membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

7) Langkah ketujuh, melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.image

CTL lebih menekankan pada rencana kegiatan kelas yang dirancang guru. Rencana kegiatan tersebut berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama peserta didiknya sehubungan dengan topik yang akan dipelajari. Pembelajaran kontekstual lebih mementingkan strategi belajar bukan hasil belajar. Pembelajaran kontekstual mengharapkan Peserta didik untuk memperoleh materi peserta didik an meskipun sedikit tetapi mendalam bukan banyak tetapi dangkal. Tahap pembelajaran kontekstual meliputi empat tahapan, yaitu: invitasi, ,eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan pengambilan tindakan.

BACA SELENGKAPNYA »

Kamis, 14 Agustus 2014

Penilaian Otentik Sebagai Ciri Penilaian Pembelajaran Kontekstual

Penilaian Otentik Sebagai Ciri Penilaian Pembelajaran Kontekstual, Komponen yang merupakan ciri khusus dari pembelajaran kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian otentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran sedang berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran. image

Dalam pembelajaran kontekstual hal-hal yang biasa digunakan sebagai dasar menilai hasil belajar peserta didik adalah proyek kegiatan/laporan, PR, kuis, karya peserta didik,kinerja, presentasi atau penampilan peserta didik , demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tertulis, karya tulis. Dengan penilaian sebenarnya peserta didik dinilai kemampuannya dengan berbagai

cara, salah satunya adalah tes tertulis sebagai sumber data untuk meihat kemampuan/prestasipeserta didik .

Penilaian Otentik mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1) penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, 2) menggunakan penilaian ulangan harian, ulangan tengah semester ulangan akhir semester, 3) mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta, 4) berkesinambungan, 5) terintegrasi dan 6) dapat digunakan sebagai umpan balik. Penilaian Otentik Sebagai Ciri Penilaian Pembelajaran Kontekstual.

BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 13 Agustus 2014

Penerapan Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Pembelajaran Kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi peserta didik untuk dapat memahami makna materi pelajaran yang dipelajari dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja ber-sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pembelajaran kontekstual. Langkah-langkah CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, mata pelajaran apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.

 

Tujuan CTL

1) Membantu peserta didik dengan cara yang tepat untuk mengaitkan makna pada pelajaran akademik mereka. Sehingga mereka akan mengingat apa yang mereka pelajari

2) CTL membuat peserta didik mampu meghubungkan isi dari subyek akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka untuk menemukan makna .

3) Memberikan pengalaman pengalaman baru yang merangsang otak untuk membuat hubungan – hubungan baru dan menemukan makna baru

 

Prinsip CTL

Dalam pembelajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang menjadi prinsip penting ,yaitu mengaitkan (relating),mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerja sama (cooperating) dan mentransfer (transferring) sehingga diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara maksimal

Berdasarkan uraian di atas, prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual dapat diintegrasikan kedalam kegiatan pembelajaran yang biasa dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.

clip_image002Prinsip CTL

  • Mengaitkan (Relating ) Guru menghubungkan konsep yang akan dipelajari dengan materi pengetahuan yang telah dimiliki siswa
  • Mengalami (Experiencing) Siswa menerapkan pengetahuan yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari
  • Menerapkan (Applying) Siswa melakukan diskusi kelompok untuk memecahkan permasalahan dan mengembangkan kemampuan berkolaborasi dengan teman
  • Bekerja sama (Cooperating) Siswa melakukan diskusi kelompok untuk memecahkan permasalahan dan mengembangkan kemampuan berkolaborasi dengan teman
  • Mentransfer (Transferring) Siswa menunjukkan kemampuan terhadap pengetahuan yang dipelajarinya dan menerapkannya dalam situasi dan konteks baru

 

Karakteristik dan Ciri ciri kelas CTL

Karakteristik Pembelajaran CTL adalah 1). Kerjasama. 2). Saling menunjang. 3). Menyenangkan, tidak membosankan. 4). Belajar dengan bergairah. 5). Pembelajaran terintegrasi. 6). Menggunakan berbagai sumber. 7). Siswa aktif. 8). Sharing dengan teman. 9.) Siswa kritis guru kreatif. 10) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain. 11). Laporan kepada orang tua (Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain )

Ciri-ciri kelas yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kontekstual akan terlihat sebagai berikut: adanya kerjasama, saling menunjang, menyenangkan, tidak membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan bebagai sumber, peserta didik aktif, sharing dengan teman, peserta didik kritis, guru kreatif, laporan praktikum, dan karangan peserta didik.

 

Komponen CTL

Pembelajaran kontekstual akan mendorong Peserta didik mengkaitkan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual dikelas. Ketujuh komponen itu adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling) refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment) . Suatu pembelajaran dikatakan telah menerapkan CTL, jika didalamnya terdapat tujuh komponen tersebut yang dapat dilihat pada gambar berikut:

clip_image002[4]Tujuh Komponen CTL

Penjelasan :

1) Konstruktivisme : peserta didik dikondisikan agar mampu membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pada pengetahuan awal yang telah mereka miliki. Jadi pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan.

2) Inquiry : peserta didik belajar mencari (melalui pengamatan) dan menemukan sendiri hal-hal yang harus diketahui dari sebuah topik yang disajikan kehadapan mereka. Disini peserta didik belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis

3) Questioning (Bertanya), dengan bertanya pengajar mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir Peserta didik terhadap topik/materi. Bagi

Peserta didik, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry.

4) Learning community (masyarakat belajar), disini peserta didik berkumpul dengan teman sebayanya untuk saling berbagi ide, curah pendapat, dan tukar pengalaman. Masyarakat belajar sangat membantu sekali untuk mengokohkan pemahaman mereka terhadap pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya.

5) Modeling (pemodelan), tujuan adanya pemodelan adalah agar peserta didik mempunyai gambaran nyata tentang apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Yang menjadi model tidak selalu harus guru, tetapi bisa juga peserta didik atau orang luar yang memiliki keterampilan yang harus dicapai

6) Reflection (refleksi), pada tahap ini peserta didik diminta untuk mencatat setiap kejadian yang telah mereka lalui, memikirkannya, dan merefleksikannya. Semua hal itu digunakan peserta didik untuk mengevaluasi pembelajaran yang telah mereka laksanakan.

7) Authentic assessment (penilaian otentik) , yaitu penilaian yang dilakukan tidak terbatas secara kognitif (melalui paper and pen test) saja, tapi lebih holistik, yaitu penilaian proses dan produknya.

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 12 Agustus 2014

Penerapan Contextual Teaching and Learning CTL pada Kurikulum 2013

Penerapan Contextual Teaching and Learning CTL pada Kurikulum 2013, Orientasi Kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge). Sejumlah hal yang menjadi alasan pengembangan Kurikulum 2013 adalah (a) Perubahan proses pembelajaran (dari peserta didik diberi tahu menjadi peserta didik mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output). Implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran menerapkan pendekatan saintifik dan penilaian otentik untuk mengukur semua kompetensi peserta didik, dengan menggunakan instrumen utama penilaian adalah portofolio yang dibuat oleh peserta didik. Berarti dituntut adanya keseimbangan antara proses dan hasil. Hal ini akan diaplikasikan pada setiap jenjang pendidikan, dari SD hingga SMA. Tetapi khusus untuk SD, pendekatan dalam sistem pembelajaran yang digunakan berbasis Tematik Terpadu

Pada jenjang SMP/MTs, IPA dan IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science dan integrative social studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Keduanya sebagai pendidikan yang berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pembangunan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam. Oleh karena itu pembelajaran IPA dan IPS di SMP/MTs diberikan secara terpadu (IPA/IPS Terpadu) Sedangkan untuk jenjang SMA, menggunakan pendekatan mata pelajaran. image

clip_image004Bagi peserta didik sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang masih berada pada taraf operasional konkrit yaitu pemahaman pada suatu yang nyata atau tidak abstrak, maka peserta didik perlu pengalaman belajar langsung dan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut didasarkan pada perkembangan peserta didik secara holistik, berlangsung secara terpadu (aspek dimensi satu mempengaruhi aspek dimensi yang lain). Maka salah satu alternatif pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan di SMP/Mts adalah pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) yaitu suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

clip_image005dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu guru dituntut untuk memiliki kemampuan dalam merancang dan melaksanakan pendidikan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan agar dapat mengikuti perkembangan jaman yang semakin maju dengan menerapkan Pembelajaran Kontekstual dan Terpadu pada mata pelajaran IPA dan IPS di SMP , sedangkan mata pelajaran lain tetap kontekstual dan berbasis disiplin ilmu. Penerapan Contextual Teaching and Learning CTL pada Kurikulum 2013

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit