Tampilkan postingan dengan label ctl. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ctl. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 Agustus 2014

Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Beberapa keunggulan dari pembelajaran Kontekstual adalah:

1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.

2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

3) Kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental

4) Kelas dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan

5) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru

6) Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna

image

Sedangkan kelemahan dari pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut:

1) Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual berlangsung

2) Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif

3) Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam m CTL, guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

4) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

BACA SELENGKAPNYA »

Jumat, 15 Agustus 2014

Langkah Pembelajaran kontekstual

Langkah Pembelajaran kontekstual, Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan Kontekstual, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain/skenario pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen Kontekstual tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1) Langkah pertama, mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya.

2) Langkah kedua, melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.

3) Langkah ketiga, mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan memunculkan pertanyaan-pertanyaan.

4) Langkah keempat, menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok, berdiskusi, tanya jawab, dan sebagainya.

5) Langkah kelima, menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model bahkan media yang sebenarnya.

6) Langkah keenam, membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

7) Langkah ketujuh, melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.image

CTL lebih menekankan pada rencana kegiatan kelas yang dirancang guru. Rencana kegiatan tersebut berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama peserta didiknya sehubungan dengan topik yang akan dipelajari. Pembelajaran kontekstual lebih mementingkan strategi belajar bukan hasil belajar. Pembelajaran kontekstual mengharapkan Peserta didik untuk memperoleh materi peserta didik an meskipun sedikit tetapi mendalam bukan banyak tetapi dangkal. Tahap pembelajaran kontekstual meliputi empat tahapan, yaitu: invitasi, ,eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan pengambilan tindakan.

BACA SELENGKAPNYA »

Kamis, 14 Agustus 2014

Penilaian Otentik Sebagai Ciri Penilaian Pembelajaran Kontekstual

Penilaian Otentik Sebagai Ciri Penilaian Pembelajaran Kontekstual, Komponen yang merupakan ciri khusus dari pembelajaran kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian otentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran sedang berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran. image

Dalam pembelajaran kontekstual hal-hal yang biasa digunakan sebagai dasar menilai hasil belajar peserta didik adalah proyek kegiatan/laporan, PR, kuis, karya peserta didik,kinerja, presentasi atau penampilan peserta didik , demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tertulis, karya tulis. Dengan penilaian sebenarnya peserta didik dinilai kemampuannya dengan berbagai

cara, salah satunya adalah tes tertulis sebagai sumber data untuk meihat kemampuan/prestasipeserta didik .

Penilaian Otentik mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1) penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, 2) menggunakan penilaian ulangan harian, ulangan tengah semester ulangan akhir semester, 3) mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta, 4) berkesinambungan, 5) terintegrasi dan 6) dapat digunakan sebagai umpan balik. Penilaian Otentik Sebagai Ciri Penilaian Pembelajaran Kontekstual.

BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 13 Agustus 2014

Penerapan Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Pembelajaran Kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi peserta didik untuk dapat memahami makna materi pelajaran yang dipelajari dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja ber-sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pembelajaran kontekstual. Langkah-langkah CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, mata pelajaran apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.

 

Tujuan CTL

1) Membantu peserta didik dengan cara yang tepat untuk mengaitkan makna pada pelajaran akademik mereka. Sehingga mereka akan mengingat apa yang mereka pelajari

2) CTL membuat peserta didik mampu meghubungkan isi dari subyek akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka untuk menemukan makna .

3) Memberikan pengalaman pengalaman baru yang merangsang otak untuk membuat hubungan – hubungan baru dan menemukan makna baru

 

Prinsip CTL

Dalam pembelajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang menjadi prinsip penting ,yaitu mengaitkan (relating),mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerja sama (cooperating) dan mentransfer (transferring) sehingga diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara maksimal

Berdasarkan uraian di atas, prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual dapat diintegrasikan kedalam kegiatan pembelajaran yang biasa dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.

clip_image002Prinsip CTL

  • Mengaitkan (Relating ) Guru menghubungkan konsep yang akan dipelajari dengan materi pengetahuan yang telah dimiliki siswa
  • Mengalami (Experiencing) Siswa menerapkan pengetahuan yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari
  • Menerapkan (Applying) Siswa melakukan diskusi kelompok untuk memecahkan permasalahan dan mengembangkan kemampuan berkolaborasi dengan teman
  • Bekerja sama (Cooperating) Siswa melakukan diskusi kelompok untuk memecahkan permasalahan dan mengembangkan kemampuan berkolaborasi dengan teman
  • Mentransfer (Transferring) Siswa menunjukkan kemampuan terhadap pengetahuan yang dipelajarinya dan menerapkannya dalam situasi dan konteks baru

 

Karakteristik dan Ciri ciri kelas CTL

Karakteristik Pembelajaran CTL adalah 1). Kerjasama. 2). Saling menunjang. 3). Menyenangkan, tidak membosankan. 4). Belajar dengan bergairah. 5). Pembelajaran terintegrasi. 6). Menggunakan berbagai sumber. 7). Siswa aktif. 8). Sharing dengan teman. 9.) Siswa kritis guru kreatif. 10) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain. 11). Laporan kepada orang tua (Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain )

Ciri-ciri kelas yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kontekstual akan terlihat sebagai berikut: adanya kerjasama, saling menunjang, menyenangkan, tidak membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan bebagai sumber, peserta didik aktif, sharing dengan teman, peserta didik kritis, guru kreatif, laporan praktikum, dan karangan peserta didik.

 

Komponen CTL

Pembelajaran kontekstual akan mendorong Peserta didik mengkaitkan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual dikelas. Ketujuh komponen itu adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling) refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment) . Suatu pembelajaran dikatakan telah menerapkan CTL, jika didalamnya terdapat tujuh komponen tersebut yang dapat dilihat pada gambar berikut:

clip_image002[4]Tujuh Komponen CTL

Penjelasan :

1) Konstruktivisme : peserta didik dikondisikan agar mampu membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pada pengetahuan awal yang telah mereka miliki. Jadi pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan.

2) Inquiry : peserta didik belajar mencari (melalui pengamatan) dan menemukan sendiri hal-hal yang harus diketahui dari sebuah topik yang disajikan kehadapan mereka. Disini peserta didik belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis

3) Questioning (Bertanya), dengan bertanya pengajar mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir Peserta didik terhadap topik/materi. Bagi

Peserta didik, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry.

4) Learning community (masyarakat belajar), disini peserta didik berkumpul dengan teman sebayanya untuk saling berbagi ide, curah pendapat, dan tukar pengalaman. Masyarakat belajar sangat membantu sekali untuk mengokohkan pemahaman mereka terhadap pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya.

5) Modeling (pemodelan), tujuan adanya pemodelan adalah agar peserta didik mempunyai gambaran nyata tentang apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Yang menjadi model tidak selalu harus guru, tetapi bisa juga peserta didik atau orang luar yang memiliki keterampilan yang harus dicapai

6) Reflection (refleksi), pada tahap ini peserta didik diminta untuk mencatat setiap kejadian yang telah mereka lalui, memikirkannya, dan merefleksikannya. Semua hal itu digunakan peserta didik untuk mengevaluasi pembelajaran yang telah mereka laksanakan.

7) Authentic assessment (penilaian otentik) , yaitu penilaian yang dilakukan tidak terbatas secara kognitif (melalui paper and pen test) saja, tapi lebih holistik, yaitu penilaian proses dan produknya.

BACA SELENGKAPNYA »

Sabtu, 24 Desember 2011

Pengertian Pembelajaran Kontekstual CTL / Contextual Teaching and Learning

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel da-pat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.

CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan lima strategi pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferrini diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara maksimal.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja ber-sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesu-atu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan-nya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidu-pan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

Langkah-langkah CTL
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam CTL adalah sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar.
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) dengan berbagai cara.
Karakteristik Pembelajaran CTL
1. Kerjasama.
2. Saling menunjang.
3. Menyenangkan, tidak membosankan.
4. Belajar dengan bergairah.
5. Pembelajaran terintegrasi.
6. Menggunakan berbagai sumber.
7. Siswa aktif.
8. Sharing dengan teman.
9. Siswa kritis guru kreatif.
10. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.
11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, lang-kah-langkah pembelajaran, dan authentic assessment-nya.

Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (je-las dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual le-bih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Beberapa komponen utama dalam pembelajaran Kontekstual menurut Johnson (2000: 65), yang dapat di uraikan sebagai berikut:

1. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections)
Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah jantung dari pembelajaran dan pengajaran kontekstual. Ketika siswa dapat mengkaitkan isi dari mata pelajaran akademik, ilmu pengetahuan alam. Atau sejarah dengan pengalamannya mereka sendiri, mereka menemukan makna, dan makna memberi mereka alasan untuk belajar. Mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan seseorang membuat proses belajar menjadi hidup dan keterkaitan inilah inti dari CTL.


2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti (doing significant works)
Model pembelajaran ini menekankan bahwa semua proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas harus punya arti bagi siswa sehingga mereka dapat mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sisw
3. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated Learning)
Pembelajaran yang diatur sendiri, merupakan pembelajaran yang aktif, mandiri, melibatkan kegiatan menghubungkan masalah ilmu dengan kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang berarti bagi siswa. Pembelajaran yang diatur siswa sendiri, memberi kebebasan kepada siswa menggunakan gaya belajarnya sendiri.
4. Bekerjasama (collaborating)
Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
5. Berpikir kritis dan kreatif (critical dan creative thinking)
Pembelajaran kontekstual membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir tahap tinggi, nerpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah menarik keputusan, memberi keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah. Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian, ketajaman pemahaman dalam mengembangkan sesuatu.
6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nuturing the individual)
Dalam pembelajaran kontekstual siswa bukan hanya mengembangkan kemampuan-kemampuan intelektual dan keterampilan, tetapi juga aspek-aspek kepribadian: integritas pribadi, sikap, minat, tanggung jawab, disiplin, motif berprestasi, dsb. Guru dalam pembelajaran kontekstual juga berperan sebagai konselor, dan mentor. Tugas dan kegiatan yang akan dilakukan siswa harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya.
7. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards)
Pembelajaran kontekstual diarahkan agar siswa berkembang secara optimal, mencapai keunggulan (excellent). Tiap siswa bisa mencapai keunggulan, asalkan sia dibantu oleh gurunya dalam menemukan potensi dan kekuatannya.
8. Menggunakan Penilaian yang otentik (using authentic assessment)
Penilaian autentik menantang para siswa untuk menerapkan informasi dan keterampilan akademik baru dalam situasi nyata untuk tujuan tertentu. Penilaian autentik merupakan antitesis dari ujian stanar, penilaian autentik memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka sambil mempertunjukkan apa yang sudah mereka pelajari.


Pustaka
Depdiknas. Direktorat Pembinaan SMA. 2009. Pengembangan Pembelajaran Yang Efektif. Bahan Bimbingan Teknis KTSP. Jakarta.
Ibrahim R, Syaodih S Nana. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Menga-jar. Bandung: Sinar Baru.


 

BACA SELENGKAPNYA »

Kamis, 15 Desember 2011

Sekilas tentang Metode Kontekstual CTL (Contextual Teaching and Learning)

Penerapan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) di Amerika Serikat bermula dari pandangam ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada tahun 1916 mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham progressivisme John Dewey. Intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat dalam proses belajar di sekolah. Pokok-pokok pandangan progressivisme antara lain:
1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonstruksi sendiri.
2. Siswa harus bebas agar dapat berkembang wajar.
3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.
4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti.
5. Harus ada kerja sama antara sekolah dan masyarakat.
6. Sekolah progresif harus merupakan laboratorium untuk melakukan eksperimen.

Selain teori progressivisme John Dewey, teori kognitif melatarbelakangi pula filosofi pembelajaran kontekstual. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. siswa menunjukkan belajar dalam bentuk apa yang mereka ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan. Belajar dipendang sebagai usaha atau kegiatan intelektual untuk membangkit ide-ide yang masih laten melalui kegiatan introspeksi.

Sejauh ini pendidikan kita masih di dominasi oleh pandangan bahawa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah sebagai pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghapal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkontruksi pengetahuan di benak mereka sendiri.

Berpijak pada dua pandangan itu, filosofi konstruksivisme berkembang. Dasarnya pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit demi sedikit. Siswa yang harus mengkontruksikan sendiri pengetahuannya.
Melalui landasan filosofi konstruksivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi, siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal.

Menurut filosofi konstruktivisme, pengetahuan bersifat non-objektif, temporer, dan selalu berubah. Segala sesuatu bersifat temporer, berubah dan tidak menentu. Belajar adalah pemaknaan pengetahuan, bukan perolehan pengetahuan dan mengajar diartikan sebagain kegiatan atau menggali makna, bukan memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar. Otak atau akal manusia berfungsi sebagai alat untuk melakukan interpretasi sehingga muncul makna yang unik.

Dengan paham kontruksivisme, siswa diharapkan dapat membangun pemahaman sendiri dari pengalaman/pengetahuan terdahulu. Pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman-pengalam belajar bermakna. Siswa diharapkan memapu mempraktikkan pengetahuan/pengalaman yang telah diperoleh dalam konteks kehidupan. Siswa diharapkan juga melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut. Dengan demikian, siswa dapat memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari. Pemahaman ini diperoleh siswa karena ia dihadapkan kepada lingkungan belajar yang bebas yang merupakan unsur yang sangat esensial.

Hakikat teori kontruksivisme adalah bahwa siswa harus menjadikan informasi itu menjadi miliknya sendiri. teori kontruksivisme memandang siswa secara terus menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama dn memperbaiki aturan-aturan yang tidak sesuai lagi. Teori konstruksivis menuntut siswa berperan aktif dalam pembelajaran mereka sendiri. Karena penekanannya pada siswa aktif, maka strategi kontruksivis sering disebut pengajaran yang berpusat pada siswa (student-centered instruction). Di dalam kelas yang pengajarannya terpusat kepada siswa, peranan guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan di kelas.
Beberapa proposisi yang dapat dikemukakan sebagai implikasi dari teori kontruktivistik dalam praktek pembeljaran di sekolah-sekolah kita sekarang adalah sebagai berikut:
1. Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru
2. Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan belajar.
3. Strategi belajar yang digunakan menentukan proses dan hasil belajar.
4. Belajar pada hakikatnya memiliki aspeksosial dan budaya.
5. Kerja kelompok dianggap sangat berharga.
Dalam pandangan kontruksivistik, kebebasan dipandangan sebagai penentu keberhasilan karena kontrol belajar dipegang oleh siswa sendiri. Tujuan pembelajaran konstruktivistik menekankan pada penciptaan pemahaman yang menuntut aktivitas yang kreatif dan produktif dalam konteks nyata. Dengan demikian, paham konstruktivistik menolak pandangan behavioristik.

Referensi :
Depdiknas. Direktorat Pembinaan SMA. 2009. Pengembangan Pembelajaran Yang Efektif. Bahan Bimbingan Teknis KTSP. Jakarta.
Hamalik, Oemar. 1990. Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito
Nasution. S. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Menga-jar. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Menga-jar. Bandung: Sinar Baru.
BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 13 Desember 2011

Proses Pembelajaran yang lebih Bermakna

Para ahli pendidikan berpendapat bahwa proses pembelajaran di sekolah sampai saat ini cenderung berpusat kepada guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung jawab untuk menghafal semua pengetahuan. Memang pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang.

Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang mereka pelajari bukan mengetahuinya, oleh karena itu para pendidik telah berjuang dengan segala cara dengan mencoba untuk membuat apa yang dipelajari siswa disekolah agar dapat dipergunakan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak boleh semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan sendiri ide-ide, dan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri dalam belajar. Guru dapat memberikan kepada siswa tangga yang dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, tetapi harus di upayakan sendiri siswa yang memanjat tangga itu.

Tingkat pemahaman siswa menurut model Gagne (1985) dapat dikelompokan menjadi delapan tipe belajar, yaitu: (1) belajar isyarat, (2) stimulus-respon, (3) rangkaian gerak, (4) rangkaian verbal, (5) membedakan, (6) pembentukan konsep, (7) pembentukan aturan dan (8) pemecahan masalah (problem solving).

Di lihat dari urutan belajar, belajar pemecahan masalah adalah tipe belajar paling tinggi karena lebih kompleks, Dalam tipe belajar pemecahan masalah, siswa berusaha menyeleksi dan menggunakan aturan-aturan yang telah dipelajari terdahulu untuk membuat formulasi pemecahan masalah. Lebih jauh Gagne (1985) mengemukakan bahwa kata-kata seperti penemuan (discovery) dan kreatifitas (creativity) kadang-kadang diasosiasikan sebagaii pemecahan masalah.

Pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning /CTL), Pembelajaran Pembelajaran Terpadu , Pembelajaran Inkuiri dengan menggunakan metode pembelajaran berbuat seperti: kerja kelompok, eksperimen, pengamatan, penelitian sederhana, pemecahan masalah, dan pembelajaran praktik dengan dikombinasikan dengan metode ekspositori seperti ceramah, tanya jawab dan demonstrasi adalah pendekatan pembelajaran yang karakteristiknya memenuhi harapan itu. Pendekatan atau model-model pembelajaran tersebut menjadi tumpuan harapan para ahli pendidikan dan pengajaran dalam upaya menghidupkan kelas secara optimal. Kelas yang hidup diharapkan dapat mengimbangi perubahan yang terjadi di luar sekolah yang demikian cepat.

Setiap pendekatan memiliki ciri-ciri dasar atau karakteristik sendiri. Karakteristik ini berhubungan dengan apa yang menjadi fokus dan mendapat tekanan dalam pembelajaran. Ada pendekatan pembelajaran yang berfokus pada siswa yang meliputi perkembangan, kemampuan berpikir, aktivitas, pengalaman siswa. Pendekatan pembelajaran berfokus pada guru yang meliputi fungsi, peran, dan aktivitas guru. Pendekatan pembelajaran berfokus pada masalah meliputi masalah personal, sosial, lingkungan, atau pendekatan pembelajaran yang berfokus pada teknologi, sistem instruksional, sistem informasi, media, sumber belajar, dll.

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran tergantung pada pendekatannya. Hal ini sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa dalam kegiatan inti pembelajaran merupakan proses untuk mencapai Kompetensi Dasar (KD) yang harus dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, krativitas, dan kemadirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik. Kegiatan pembelajaran ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.


DAFTAR PUSTAKA
Gagne, Roberth, M. (1985). T he ConditioTns of Learning and Teory of Intruction. Fourth edition of New York CBS College Publishing
Depdiknas. Direktorat Pembinaan SMA. 2009. Pengembangan Pembelajaran Yang Efektif. Bahan Bimbingan Teknis KTSP. Jakarta.
Uno, B. Hamzah. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Yamin, Martinis. 2006. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press. 

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit