Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan

Senin, 14 Mei 2012

Aktivitas Guru dalam Merencanakan Kurikulum

Pada dasarnya kegiatan merencanakan meliputi: penentuan tujuan pengajaran, menentukan bahan pelajaran, menentukan alat dan metode dan alat pengajaran dan merencanakan penilaian pengajaran (Sudjana, 1989: 31). Dengan demikian kegiatan merencanakan merupakan upaya yang sistematis dalam upaya mencapai tujuan, melalui perencanaan yang diharapkan akan mempermudah proses belajar mengajar yang kondusif. kurikulum pendidikan

Dalam kegiatan perencanaan langkah pertama yang harus ditempuh oleh guru adalah menentukan tujuan yang hendak dicapai. Berangkat dari tujuan yang kongkrit akan dapat dijadikan patokan dalam melakukan lang­kah dan kegiatan yang harus ditempuh termasuk cara bagaimana melak­sanakanya. Dalam pandangan Zais (1976: 297) .

Taba (1962: 200-105) memberi beberapa pentujuk tentang cara me­rumuskan tujuan pengajaran yaitu:

  1. Tujan hendaknya mengandung unsure proses dan produk.
  2. Tujuan harus bersifat spesifik dan dinyatakan dalam bentuk prilaku nyata.
  3. Mengandung pengalaman belajar yang diperlukan untuk mencapai tu­juan yang dimaksudkan.
  4. Pencapaian tujuan kadang kala membutuhkan waktu ralatif lama (tak dapat dicapai dengan segera).
  5. Harus realistis dan dapat dimaknai sebagai kegiatan belajar atau pe­ngalaman belajar tertentu.
  6. Harus komprehensif, artinya mencakup semua aspek dan tujuan yang ingin dicapai sekolah.

Dalam merencanakan proses pembelajaran maka langkah kedua ada­lah menetapkan bahan pelajaran. Dalam pandangan Ansary (1988: 120) bahan pelajaran mencangkup tiga komponen, yaitu ilmu pengetahuan, pro­ses dan nilai-nilai. Dalam hal ini tiga kompunen tersebut dapat dirinci se­suai dengan tujuan yang ingin dicapai sekolah.

Dalam menentukan bahan pelajaran bukanlah pekerjaan yang mudah akan tetapi pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi yang serius, karena bahan pelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan sosial di samping­perkembanga ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dalam menentu­kan bahan pelajaran perlu memperhatikan beberapa hal yaitu: signifikan­si, kegunaan, minat, dan perkembangan manusiawi (Zais, 1976: 343). Yang harus diperhatikan adalah bagaimana bahan pelajaran yang akan disajikan kepada anak didik dirancang dan diogarnisir dengan baik. Nasution (1988: 142) mengartikan organisasi kurikulum sebagai pola atau bentuk bahan pelajaran yang disusun dan disampaikan pada murid. Sedangkan menurut Ansyar (1988: 122) bahwa “organisasi kurikulum mencangkup urutan, aturan dan integrasi kegiatan-kegiatan sedemikian rupa guna mencapai tujuan-tujuan.

Sukmadinata (1988: 123) menjelaskan beberapa jenis organisasi ku­rikulum yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pengajaran yaitu sebagai berikut: (a) organisasi kurikulum berdasarkan atas pelajaran, (b) organisasi kurikulum berdasarkan kebutuhan anak, (c) organisasi kuriku­lum berdasarkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Karena itu guru sebagai pengembang kurikulum di sekolah sudah seharusnya data memilih jenis organisasi kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.

Penentuan metode mengajar adalah merupakan langkah ketiga dari tugas guru sebagai pengembang kurikulum di sekolah. Menentukan me­tode mengajar ini erat dengan hubungannya pemilihan strategi belajar me­ngajar yang paling efektif dan efensien dalam melakukan proses belajar mengajar guna mencapai tujuan pengajaran. Warijan dkk. (1984: 32) mengartikan strategi pengajaran sebagai kegiatan yang dipilih guru dalam proses belajar mengajar, yang dapat diberikan kemudahan atau fasilitas kepada anak didik menuju tercapainya tujuan pengajaran.

Menurut Sudjana (1989: 57) ada beberapa hal yang harus menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan metode mengajar yang akan di­gunakan, yaitu: (a) tujuan pengajaran yang ingin dicapai, (b) bahan pela­jaran yang akan diajarkan, (c) jenis kegiatan belajar anak didik yang dii­nginkan. Ada beberapa metode mengajar yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar, yaitu ceramah, tanya jawab, diskusi, resitasi, belajar kelompok, dan sebagainya.

Sedangkan langkah ke empat dalam merencanakan pembelajaran adalah merencanakan penilaian pelajaran. Penilaian pada dasarnya adalah suatu proses menentukan nilai dari suatu obyek atau peristiwa dalam kon­teks situasi tertentu (Sudjana dan Ibrahim, 1989: 119). Di sisi lain Hasan (1988: 11) mengatakan bahwa penilaian berbeda dengan tes dan pengukur­an. Tes merupakan bagian integral dari pengukuran, sedangkan pengukur­an hanya merupakan salah satu langkah yang mungkin digunakan dalam kegiatan penilaian.

 

Referensi

  • Hilda Taba, 1962, Curiculum Development, Theory and Practice, Brance and Woerld, inc Hartcourt, New York
  • Nasution, Drs. 1988. Asas-asas Kurikulum. Bandung : Jemmars Bandung.
  • Robert s Zais, 1976, Curiculum Principless and Foundation, Harper & Row Publisher, New York
  • Sujana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru.
  • Sujana, Nana. 2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
  • Sukmadinata, Nana Syaodih, (1988), Prinsip Dan Landasan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, P2LPTK.
  • Warijan. 1984. Dinamika Kelompok dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
BACA SELENGKAPNYA »

Kamis, 10 Mei 2012

Keterampilan Membimbing Diskusi Siswa

Diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan se­kelompok siswa dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan dan pemacahan masa­lah. Siswa berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil di bawah bimbingan guru atau temannya untuk berbagi informasi, pemecahan masalah atau pe­ngambilan keputusan. diskusi siswa

Komponen-komponen yang perlu dikuasi guru dalam membimbing dis­kusi kelompok yaitu:

  1. Memusatkan perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi, dengan cara kakan masalah-masalah khusus, catat perubahan atau penyimpangan diskusi dari tujuan dan merangkum hasil diskusi.
  2. Memperjelas masalah, untuk menghindari kesalahpahaman dalam memimpin diskusi seorang guru perlu memperjelas atau menguraikan permasalahan, meminta komentar siswa, dan menguraikan gagasan siswa dengan  memberikan informasi tambahan agar kelompok peserta diskusi memper  oleh pengertian yang lebih jelas.
  3. Menganalisis pandangan siswa. Adanya perbedaan pendapat dalam diskusi, menuntut seorang guru harus mampu menganalisis dengan cara memperjelas hal-hal yang disepakati dan hal-hal yang perlu disepakati di samping meneliti apakah suatu alasan mempunyai dasar yang kuat.
  4. Meningkatkan urunan siswa, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan
    yang menantang, memberikan contoh dengan tepat, dan memberikan
    waktu untuk berpikir dan memberikan urun pendapat siswa dengan penuh perhatian.
  5. Memberikan kesempatan untuk berpartisipasi, dilakukan dengan cara 
    memancing pertanyaan siswa yang enggan berpartisipasi, memberikan
    kesempatan pada siswa yang belum bertanya (diam) terlebih dahulu, mencegah monopoli pembicaraan, dan mendorong siswa untuk berkomentar terhadap pertanyaan temannya.
  6. Menutup diskusi, yaitu membuat rangkuman hasil diskusi, menindaklan
    juti hasil diskusi dan mengajak siswa untuk menilai proses maupun hasil 
    diskusi.
  7. Hal-hal yang perlu dihindari yaitu mendominasi/monopoli pembicaraan
    dalam diskusi, membiarkan terjadinya penyimpangan dalam diskusi.
BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 02 Mei 2012

pengorganisasian Sekolah

Dalam setiap organisasi pendidikan, termasuk sekolah, banyak sekali pekerjaan, tugas, wewenang dan tanggungjawab yang harus dilakukan dan dikerjakan oleh setiap komponen tingkat satuan pendidikan, terutama komponen yang bersifat manusianya. Tugas, wewenang, tanggungjawab, pekerjaan dan aktivitas tersebut beraneka ragam dan kadang-kadang menuntut spesialisasi tertentu dalam pengerjaannya. Oleh karena itu, tidak mungkin jika keseluruhan aktivitas yang bermacam-macam tersebut hanya melakukan oleh seorang, sebutlah kepala sekolah. Selain ia waktu yang terbatas, ia pun punya
kemampuan yang juga terbatas. Oleh karena itu, aktivitas, pekerjaan, wewenang, tugas dan tanggungjawab tersebut mesti dibagi-bagi dengan orang lain. Pembagian-pembagian demikian inilah yang dikenal dengan pengorganisasian. organisasi sekolah

Secara etimologis, organizing merupakan terjemahan dari kata organize. Kata organize berasal dari kata organ. Organ sendiri berarti bagian, badan dan alat. Organize berarti membentuk bagian-bagian, anggota, badan atau Organizing juga berarti membentuk bagian, badan, anggota alat. Organizing juga berarti membentuk bagian, badan, anggota atau alat (Echols, 1984).

Secara terminologis, organizing atau pengorganisasian berarti pembentukan bagian-bagian, badan-badan, unit-unit kerja dalam suatu organisasi. Pengorganisasian juga berarti sistem kerja sama antara satu orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pengorganisasian juga berarti pembagian pekerjaan antara satu orang dengan orang lain, antara unit dengan unit lain dan antara bagian satu dengan bagian yang lain (Indrakusuma, 1982).

Tujuan pengorganisasian sebagaimana yang disebutkan berikut.

  1. Mengatur tugas, wewenang dan tanggung jawab pada institusi tingkat  satuan pendidikan.
  2. Memperlancar jalannya usaha kerja sama antara orang-orang yang bekerja sama di tingkat satuan pendidikan.

Mengatur lalu lintas hubungan antara orang-orang, badanbadan, unit-unit kerja yang ada di tingkat satuan pendidikan sehingga terciptalah team work yang baik. Lalu lintas hubungan ini perlu diatur agar tidak “semrawut”.

Fungsi pengorganisasian adalah: Sebagai wahana untuk membagi pekerjaan di antara komponen-komponen dan unit-unit kerja di tingkat satuan pendidikan.

  1. Sebagai wahana untuk memperlancar jalannya kerja sama antara komponen-komponen, unit-unit kerja yang ada di tingkat satuan pendidikan.
  2. Sebagai wahana untuk mengatur lalu lintas hubungan antara orang-orang, unit-unit kerja dan komponen-komponen yang ada di tingkat satuan pendidikan.

Agar organizing ini dapat dilakukan dengan baik, maka haruslah memedomani prinsip-prinsip organizing. Adapun prinsip-prinsip pengorganisasian tingkat satuan pendidikan adalah sebagai berikut.

  1. Perumusan tujuan tingkat satuan pendidikan secara jelas.
  2. Pengutamaan pencapaian tujuan tingkat satuan pendidikan.
  3. Prinsip pembagian pekerjaan.
  4. Prinsip pendelegasian wewenang (delegation of authority).
  5. Prinsip pengelompokan fungsi.
  6. Prinsip kesatuan perintah (unity of commond).
  7. Adanya kemampuan pengawasan (span of control).
  8. Fleksibelitas. Yang dimaksud dengan fleksibilitas adalah keluwesan. Ialah akomodatif dan antisipatif terhadap berbagai jenis perkembangan.

Sumber : DIREKTORAT JENDERAL PMPTK, 2009, Dimensi Kompetensi Manajerial, Jakarta, DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

BACA SELENGKAPNYA »

Minggu, 29 April 2012

Model pembelajaran Reasoning and Problem Solving

Di abad pengetahuan ini, isu mengenai perubahan paradigma pendidikan telah gencar didengungkan, baik yang menyangkut content maupun pedagogy. Perubahan tersebut meliputi kurikulum, pembelajaran, dan asesmen yang komprehensif (Krulik & Rudnick, 1996). Perubahan tersebut merekomendasikan model reasoning and problem solving sebagai alternatif pembelajaran yang konstruktif. Rasionalnya, bahwa kemampuan reasoning and problem solving merupakan keterampilan utama yang harus dimiliki siswa ketika mereka meninggalkan kelas untuk memasuki dan melakukan aktivitas di dunia nyata.

Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil (retensi), yang meliputi: basic thinking, critical thinking, dan creative thinking. Termasuk basic thinking adalah kemampuan memahami konsep. Kemampuan-kemapuan critical thinking adalah menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi aspek-aspek yang fokus pada masalah, mengumpulkan dan mengorganisasi informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan mengasosiasikan informasi yang dipelajari sebelumnya, menentukan jawaban yang rasional, melukiskan kesimpulan yang valid, dan melakukan analisis dan refleksi. Kemampuan-kemampuan creative thinking adalah menghasilkan produk orisinil, efektif, dan kompleks, inventif, pensintesis, pembangkit, dan penerap ide. image

Problem adalah suatu situasi yang tak jelas jalan pemecahannya yang mengkonfrontasikan individu atau kelompok untuk menemukan jawaban dan problem solving adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah tersebut (Krulik & Rudnick, 1996). Jadi aktivitas problem solving diawali dengan konfrontasi dan berakhir apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah. Kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan melalui kemampuan reasoning.

Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah pembelajaran (Krulik & Rudnick, 1996), yaitu:

  1. Membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah, memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan,
  2. Mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi, melukiskan diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar),
  3. Menseleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau eksperimen, reduksi atau ekspansi, deduksi logis, menulis persamaan),
  4. Menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan komputasi, aljabar, dan geometri),
  5. Refleksi dan perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternatif pemecahan lain, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif yang orisinil).

Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya peran guru sebagai transmitter pengetahuan, demokratis, guru dan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan.

Prinsip reaksi yang dikembangkan adalah guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif, fasilitator, pemikir tingkat tinggi. Peran tersebut ditampilkan utamanya dalam proses siswa melakukan aktivitas pemecahan masalah.

Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi konfrontatif yang mampu membangkitkan proses berpikir dasar, kritis, kreatif, berpikir tingkat tinggi, dan strategi pemecahan masalah non rutin, dan masalah-masalah non rutin yang menantang siswa untuk melakukan upaya reasoning dan problem solving.

Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah pemahaman, keterampilan berpikir kritis dan kreatif, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, keterampilan mengunakan pengetahuan secara bermakna. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi dan kebebasan siswa, toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.

 

Referensi

  • Krulik, S. and Rudnik, J. A. 1996. The New Source Book Teaching Reasioning and Problem Solving in Junior and Senior Hig School. Massachusets: Allyn & Bacon.
BACA SELENGKAPNYA »

Penelitian Kolaboratif mplemetasi Pembelajaran Cooperaive Learning

A. PENDAHULUAN

Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan dapat menyelesaikan masalah kehidupan yang dihadapinya. Sebab hingga saat ini dunia pendidikan dipandang sebagai sarana yang efektif dalam berusaha melestarikan dan mewariskan nilai-nilai hidup. Salah satu pendidikan yang dapat dilakukan masyarakat adalah pendidikan di sekolah mulai SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA dengan segala aspeknya. Kurikulum, pendekatan, metode, strategi dan model yang sesuai, fasilitas yang memadai dan sumber daya manusia yang profesional adalah aspek yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan yang direncanakan. clip_image002

Salah satu tujuan pengajaran matematika adalah agar siswa mempunyai kemampuan yang dapat digunakan. Dengan memiliki kemampuan matematika, siswa diharapkan dapat menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam menghadapi masalah-masalah dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas, guru hendaknya memilih tugas-tugas matematika, model, strategi dan pendekatan pembelajaran matematika sedemikian hingga dapat memotivasi minat siswa dan meningkatkan keterampilan siswa, menciptakan suasana kelas yang mendorong dicapainya penemuan dan pengembangan ide matematika, dan membimbing secara individual, secara kelompok serta secara klasikal.

Matematika sebagai Queen of Sciences mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun kenyataannya bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit dipahami siswa (Wahyudin, 1999). Sehingga tidak heran kalau banyak siswa yang tidak senang terhadap matematika yang kemungkinan disebabkan oleh sulitnya memahami mata pelajaran matematika.

Kemampuan berpikir matematik telah banyak mendapat perhatian para peneliti maupun pendidik. Banyak perhatian yang difokuskan pada batasan dalam pemahaman siswa terhadap konsep dan juga pada keterampilan berpikir, penalaran, dan penyelesaian masalah mereka dalam matematika (Henningsen dan Stein; 1997). Gagasan aktivitas matematika yang berfokus pada kemampuan tersebut memandang matematika sebagai proses aktif dinamik, generatif, dan eksploratif. Proses matematika itu dinamakan dengan istilah bernalar dan berpikir matematika tingkat tinggi (high-level mathematical thinking and reasoning). Beberapa aspek berpikir matematika tingkat tinggi adalah pemecahan masalah matematik, komunikasi matematik, penalaran matematik dan koneksi matematik (Romberg dalam NCTM, 1989; NCTM. 2000).

Kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi bersifat kompleks dan memerlukan prasyarat konsep dan proses dari yang lebih rendah baik dari segi materi maupun cara mempelajari/mengajarkannya, sehingga dalam pembelajarannya perlu dipertimbangkan tugas matematika serta suasana belajar yang mendukung untuk mendorong kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi tersebut. Hal ini menyangkut pengambilan keputusan pembelajaran yang digunakan di kelas.

Keterkaitan antara berpikir tingkat tinggi dengan pelajaran matematika dijelaskan oleh Romberg (dalam NCTM, 1989) dengan menyatakan bahwa beberapa aspek berpikir tingkat tinggi yaitu pemecahan masalah matematika, komunikasi matematik, penalaran matematik dan koneksi matematik.

Polya (1985) menyebutkan empat langkah dalam penyelesaian masalah, yaitu: 1) memahami masalah; 2) merencanakan pemecahan; 3) melakukan perhitungan; dan 4) memeriksa kembali. Setiap aspek dalam berpikir matematik tingkat tinggi mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga agar tidak terlalu melebar, dalam penelitian ini yang akan diukur hanya dua aspek, yaitu pemecahan masalah matematik dan koneksi matematik.

Salah satu metode pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi adalah metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran yang siswanya dibentuk menjadi kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4 sampai 6 orang, bekerja secara kolaboratif dengan struktur kelompok heterogen (Slavin, 1995), dengan pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang, untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerjasama selama berlangsungnya proses pembelajaran dan mencari sendiri dengan didasari pada pengetahuan yang telah dimilikinya (Sunal & Hans, dalam Haryanto, 2000).

Implementasi metode pembelajaran ini diupayakan agar meningkatkan penguasaan konsep matematika dan penumbuhan kreativitas siswa, serta penciptaan iklim yang kondusif bagi siswa dalam pengembangan daya nalar dan berpikir tingkat tingginya. Pengembangan pembelajaran ini hanya dimungkinkan jika hubungan kerjasama antar siswa terjalin dengan baik, komunikasi tercipta secara dialogis, Kolaborasi dan partisipasi dapat terbentuk dan terbina secara efektif serta hubungan persahabatan yang saling percaya dapat terjalin dengan baik. Pembelajaran yang berorientasi kepada penciptaan iklim yang kondusif dapat membangun hubungan kerjasama, berbagi informasi, pengetahuan dan pengalaman antar sesama siswa maupun guru dengan siswa. Penciptaan suasana kooperatif dapat membangun hubungan interaksi secara intensif dan saling menguntungkan. Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi maka pengaruh pembelajaran kooperatif secara umum hasilnya positif (Slavin, dalam Grouws; 1984). Peneliti langsung mengujicobakan pembelajaran kooperatif di kelas dan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (biasa) di kelas lain pada sekolah yang sama.

Belajar kontekstual akan terjadi ketika peserta didik menerapkan dan mengalami apa yang telah diajarkan yang berkaitan dengan masalah nyata, dengan peranan dan tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga, warganegara,peserta didik dan pekerja. Pembelajaran kontekstual menekankan pada tingkat berfikir yang tinggi, transfer pengetahuan yang lintas disiplin akademik, pengumpulan, analisis, dan sintesis informasi atau data dari berbagai sumber dan sudut pandang. Blanchard (2001) memandang pembelajaran kontekstual sebagai suatu konsepsi yang membantu guru menghubungkan isi materi pelajaran dengan situasi dunia nyata yang berguna untuk memotivasi peserta didik dalam membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan sebagai anggota keluarga, masyarakat dan lingkungan kerja. Dengan demikian, inti dari pembelajaran kontekstual adalah melibatkan situasi dunia nyata sebagai sumber maupun terapan materi pelajaran.

Parnel dalam Owens (2001) menyatakan bahwa dalam pengajaran kontekstual, tugas utama guru adalah memperluas persepsi peserta didik sehingga makna atau pengertian itu menjadi mudah ditangkap dan tujuan pembelajaran segera mudah dimengerti. Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan kontekstual sangat diharapkan pada siswa di SMAN 1 Kempo sehingga output (keluaran) dari siswa terhadap mata pelajaran matematika dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian sangat diharapkan model pembelajaran kontekstual terutama pada mata pelajaran matematika oleh guru mata pelajaran dan termasuk kepala sekolah.

Dari uraian masalah tersebut, pemasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Bagaimana motivasi belajar siswa di SMAN 1 Kempo melalui pembelajaran kontekstual Cooperative Learning?

  1. Bagaimana kemampuan matematik siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif?

3. Bagaimana tingkat prestasi belajar siswa di SMA 1 Kempo dengan bahan ajar yang digunakan oleh guru ?

  1. Bagaimana tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran kooperative dan soal-soal yang kontekstual .

Dari masalah di atas dibatasi hal-hal sebagai berikut :(1) Implementasi pembelajaran matematika di kelas melalui pendekatan kontekstual. (2) peningkatan penguasaan siswa terhadap standar kompetensi matematika, yang meliputi penguasaan kognitif, apektif, dan psikomotor.

Pada penelitian tindakan ini, peneliti secara kolaboratif melakukan tindakan-tindakan siklus sebanyak 3 siklus. Setiap siklus akan memiliki tahapan sebagai berikut: (1) mengidentifikasi permasalahan kualitas proses belajar mengajar yang mengakibatkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa dan memberikan solusi pemecahan masalah pada proses belajar mengajar, (2) mengkaji seluruh komponen pembelajaran dan keterampilan menggunakan pendekatan pembelajaran sesuai dengan materi yang disajikan, (3) mengaplikasikan model pendekatan pembelajaran dengan kontekstual melalui kegiatan pelatihan, (4) mengaplikasikan model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dalam kegiatan real teacing. Perubahan dari siklus pertama sampai dengan siklus berikutnya dilakukan secara simultan, artinya siklus awal merupakan dasar bagi perubahan pada siklus sebelumnya. Siklus terakhir dikatakan berhasil jika indikator kerja yang telah ditetapkan telah terpenuhi secara optimal.

Penelitian tindakan ini bertujuan : (a). untuk mengetahui minat atau motivasi belajar siswa SMAN 1 KEMPO dalam belajar matematika jika menggunakan pendekatan kontekstual. (b). Untuk mengetahui tingkat prestasi belajar siswa SMAN 1 KEMPO terhadap bahan ajar yang telah disiapkan oleh guru. (c).Mendeskripsikan keterampilan kooperatif siswa selama bekerja dalam kelompok. (d).mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran kooperatif dan soal-soal koneksi dan pemecahan masalah matematik

Melalui kajian tindakan kelas oleh Pengawas dan guru secara kolaboratif ini akan memberikan kontribusi pada: (a).Proses pembelajan, dimana para rancangan, proses, maupun evaluasi dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan seluruh kompetensi siswa dan sumber belajar. (b).Inovasi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, terlihat pada rancangan dan tindakan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif pada kegiatan yang bervariasi dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada, di samping itu guru akan melakukan evaluasi terhadap kemampuan siswa baik dari segi kognitif, afektif dan psikomotor.

Beberapa konsep dan istilah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.(a). Merencanakan Pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental ( developmentally appropriate) siswa. (b). Membentuk group belajar yang saling tergantung ( inredepwendent learning groups). (c).Mempertimbangkan keragaman siswa ( disversity of students). (d). Menyediakan lingkunag yang mendukung pembelajaran mandiri dengan 3 karakteristrik yaitu kesadaran berpikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan. (e).memeperhatikan multi intelegensi. (f).menggunakan teknik bertanya yang meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir timgkat tinggi, (g). mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika diberikan kesempatan untuk bekerja, menemukan, (h). Mengembagkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan ( questioning)menerapkan penilaian autentik. (i). Metode pembelajaran kooperatif adalah metode pembelajaran yang menekankan aktivitas belajar siswa secara bersama-sama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 siswa. Untuk mempelajari materi dan mengerjakan tugas, anggota kelompok bertanggung jawab atas kesuksesan kelompoknya. Selain itu menekankan pada aspek sosial, diantaranya nilai gotong royong, saling percaya, kesediaan menerima dan memberi, serta saling menghargai pendapat teman. (j).Keterampilan kooperatif siswa adalah tingkat penguasaan keterampilan kooperatif yang meliputi : berada dalam tugas, menghargai pendapat orang lain, mendengarkan dengan aktif, mengambil giliran dan berbagi tugas, bertanya serta memeriksa ketepatan.

Hipotesis Tindakan dalam penelitian ini adalah : (a).Dengan bahan ajar yang digunakan oleh guru maka dapat membuat motivasi atau minat belajar siswa SMA Negeri 1 Kempo menjadi meningkat. (b). Melalui pembelajaran dengan pendekatan Cooperative Learning maka dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa SMAN 1 Kempo

B. METODOLOGI PENELITIAN TINDAKAN

  1. Desaian Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Tanggart dengan tahapan perencanaan, tindakan dan pengamatan serta refleksi untuk setiap siklus. Penelitian ini bersifat kolaboratif karena melibatkan guru SMAN 1 KEMPO yang dipilih. Penelitian ini dirasa cocok untuk pemecahan masalah masalah karena memungkinkan peneliti untuk melakukan tindakan atau peningkatan terhadap suatu program Supervisi pembelajaran dengan melibatkan guru di sekolah lokasi binaan.

2. Setting Penelitian

Lokasi penelitian di pilih SMAN 1 KEMPO karena sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang tergolong rendah dalam hal peningkatan prestasi belajar matematika, hal ini peneliti peroleh dari data UAN tahun pelajaran 2007/2008 dengan nilai rata-rata 3,75. Untuk pemecahan masalah dilakukan sebanyak 3 (tiga) siklus atau sebanyak 3 (tiga) bulan efektif. Setiap siklus memiliki tahapan sebagai berikut:

a. Tahap Perencanaan, pada tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan meliputi:

· Tim mengidentifikasi permasalahan kualitas proses belajar mengajar, penguasaan siswa terhadap standar materi/prestasi belajar siswa sebagai acuan dalam memetakan permasalahan pokok pada penguasaan metode/pendekatan pembelajaran, serta hasil evaluasi

· Tim peneliti berdiskusi merumuskan kriteria yang tepat dalam implementasi pendekatan pembelajaran kontektual dan tingkat penguasaan siswa terhadap standar materi matematika;

· Tim peneliti bersama-sama menyusun model pembelajaran dengan pendekatan kontektual terhadap materi yang akan disampaikan;

· Tim peneliti bersama-sama menyusun alat evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa pada aspek kognitif, apektif dan psikomotor berdasarkan standar materi matematika;

· Tim peneliti menyusun instrumen yang digunakan untuk mengetahui bagaimana aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran;

· Tim peneliti mengadakan micro teaching untuk mengetahui efektifitas implementasi pendekatan kontekstual;

· Tim peneliti menetapkan model yang tepat untuk kegiatan tindakan.

b. Tahap Tindakan,

pada tahap ini, Team (Pengawas bersama guru matematika) melaksanakan seluruh isi pesan dalam tahap perencanaan pada proses pembelajaran berdasarkan pendekatan yang digunakan dan diakhiri dengan kegiatan evaluasi.

c. Tahap Observasi,

pada tahap ini hakekatnya dimaksudkan untuk mengatahui:

· Apakah seluruh materi pembelajaran sesuai dengan metode/pendekatan yang digunakan;

· Apakah seluruh materi pembelajaran telah dilaksanakan oleh guru sesuai dengan pendekatan yang telah ditetapkan;

· Apakah alat evaluasi telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan;

· Adakah kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh guru dalam menggunakan pendekatan kontektual seperti yang telah ditetapkan dalam KBK;

· Faktor-faktor apakah yang menyebabkan hal itu terjadi;

· Alternatif-alternatif apakah yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah yang ada;

· Apakah hasil yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut.

d. Tahap Refleksi dan Evaluasi,

Pada tahap ini seluruh anggota tim peneliti berkumpul dan berdiskusi untuk membahas temuannya selama kegiatan observasi. Hasil yang telah diperoleh dari sebelumnya dan sesudah dilakukannya tindakan, kemudian hasil keduanya dibandingkan. Kegiatan komparasi ini untuk mengetahui kualitas implementasi pendekatan kontekstual dan tingkat penguasaan siswa terhadap standar matematika.

Siklus pertama:

1) melaksanakan tahapan perencanaan,

2) tahapan tindakan,

3) tahapan Observasi, dan

4) tahapan Refleksi dan evaluasi.

Hasil akhir pada refleksi dan evaluasi siklus pertama digunakan sebagai dasar untuk melakukan perencanaan pada siklus kedua dan seterusnya sampai dengan siklus ketiga (terakhir). Pada bagian siklus ketiga, peneliti memperoleh model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual

Indikator keberhasilan tindakan ini, meliputi:

1) motivasi atau minat belajar siswa dengan pendekatan kontekstual pada pembelajaran matematika, ditandai dengan unsur kreativitas siswa, keaktifan siswa, dan pelibatan sumber belajar secara menyeluruh;

2) peningkatan kemampuan siswa dalam penguasaan konsep matematika dengan ditandai dengan unsur penggunaan evaluasi pembelajaran yang meliputi aspek kognitif, dan apektif, dengan ukuran skor minimal KKM = 65 (ketuntasan belajar individual 65%) dan klsikal 85 %, berdasarkan standar materi yang telah ditetapkan.

Dengan mencermati seluruh uraian di atas, dapat ditetapkan bahwa sumber data penelitian ini berasal dari guru (tim peneliti) dan siswa. Dari guru, peneliti memperoleh data tentang implementasi pendekatan kontekstual pembelajaran matematika Dari siswa peneliti peroleh data prestasi belajar matematika. Data dari guru diperoleh dari lembar dokumentasi untuk memperoleh kesiapan proses pembelajaran di kelas, sedangkan dari siswa, lembar tes digunakan untuk mengetahui penguasan standar materi matematika, yaitu pemahaman (apektif) dan tindakan (psikomotor) siswa.

3. Analisa Data

Data yang diperoleh dari keseluruhan tindakan (siklus) selanjutnya dianalisis secara kualitatif dengan tahapan-tahapan meliputi:

1) Reduksi data, tim peneliti akan malakukan penyederhanaan data mentah dari keseluruhan tahapan siklus dengan jalan membuat fokus, klsifikasi, abstraksi data kasar menjadi data yang bermakna untuk dianalisis;

2) Hasil tahapan pertama disajikan secara deskriptif melalui visualisasi bentuk tabel sehingga memudahkan untuk membaca data;

3) Penyimpulan atas sajian data hasil analisis. Hasil merupakan dampak yang diperoleh dari keseluruhan siklus sehingga dapat diketahui tingkat keoptimalan tindakan tentang implementasi pendekatan kontekstual dalam standar materi matematika.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Penelitian yang berlangsung tiga siklus dan masing-masing siklus terdiri dari tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tindakan, diagnosa/observasi dan tahap refleksi dan evaluasi. Hasil seluruh siklus disajikan sebagai berikut:

Siklus Pertama

Siklus ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2008, data yang diperoleh pada siklus ini dikelompokkan menjadi tiga bagian sekaligus menunjukkan tahapan kegiatan tiap satu siklus, yakni perencanaan, tindakan dan observasi, serta analisis dan refleksi. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut.

No.

Tahap Kegiatan

Hasil Tindakan

1

Perencanaan

· Dalam proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan oleh guru selama ini masih didominasi oleh guru, sehingga siswa cendrung pasif dalam menerima materi pelajaran.

   

· Selanjutnya pada tahap perencanaan ini diperoleh kesepakatan dan hasil diskusi untuk pembenahan proses pembelajaran matematika sesuai dengan rencana penelitian yaitu: tersusunnya rencana pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

2

Tindakan dan Observasi

Guru menerapkan skenario pembelajaran yang telah ada dengan memanfaatkan media pembelajaran dan strategi pembelajaran kontekstual dengan pendekatan cooperative leraning pada Kompetensi Dasar perkalian, permutasi, dan kombinasi dalam pemecahan masalah, serta merumuskan dan menentukan peluang kejadian dari berbagai situasi serta tafsirannya.

· Siswa sangat antosias dalam proses pembelajaran karena materi pelajaran menjadi menarik.

· Siswa aktif dalam proses pembelajaran, sementara guru hanya sebagai mediator dan fasilitator (semua siswa memiliki buku paket matematika sebagai acuan dalam pembelajaran).

· Ada beberapa hal yang belum terlaksana dengan baik yaitu ada bagian materi yang telah direncanakan untuk dibahas tidak terlaksanakan

   

karena cakupan materi terlalu luas. Oleh karena itu perlu dibatasi ruang lingkup sesuai dengan metode yang digunakan.

· Evaluasi dalam proses pembelajaran belum dapat dilaksanakan karena kurangnya waktu yang tersedia.

3

Refleksi dan Rencana Selanjutnya

Peneliti dan guru mata pelajaran melakukan diskusi bersama untuk membenahi kekurangan yang ada yaitu dalam perencanaan pembelajaran, kedua belah pihak sepakat untuk meningkatkan proses pembelajaran sesuai dengan indikator yang telah disepakati.

2. Siklus Kedua

Siklus ini dilaksanakan pada bulan September 2008, dan hasilnya dapat terlihat pada tabel berikut:

No.

Tahap Kegiatan dan Siklus

Hasil Tindakan

1

Perencanaan

· Peneliti dan guru menyusun model skenario pembelajaran dengan cakupan materi yang sesuai dengan jumlah jam pelajaran (2 jam pelajaran) dengan pendekatan pembelajarn kontektual

   

· Merancang evaluasi pembelajaran untuk mengukur kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor siswa dalam proses pembelajaran.

Ada kesepakatan antara peneliti dan guru bahwa guru sebagai pelaksana pembelajaran akan mempertahankan dan meningkatkan kemajuan yang telah diperolehnya.

2

Tindakan dan Observasi

Guru melaksanakan skenario pembelajaran yang hasilnya sebagai berikut:

· Guru tidak lagi merasa kesulitan dalam menyampaikan materi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual, sedangkan minat dan motivasi siswa sangat tinggi dalam proses pembelajaran.

· Media pembelajaran yang dirancang dapat dimamfaatkan/dilaksanakan meskipun belum optimal.

· Pada akhir pembelajaran, guru telah melakukan evaluasi pembelajaran dan siswa

   

dibimbing untuk membuat resume pembelajaran.

Siswa lebih mudah untuk memahami materi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL Cooperative Learning pada Kompetensi Dasar perkalian, permutasi, dan kombinasi dalam pemecahan masalah, serta merumuskan dan menentukan peluang kejadian dari berbagai situasi serta tafsirannya.

· .

· Siswa cukup aktif dalam proses pembelajaran baik dari segi bertanya, menanggapi maupun mengerjakan tugas dalam aktivitas pembelajaran.

· Guru masih tidak cukup waktu dalam penyampaian materi pembelajaran, terutama dalam proses pembimbingan siswa dalam membuat resume pembelajaran.

3

Refleksi dan Rencana Selanjutnya

· Guru sebagai pelaksana tindakan menyadari kekurangan yang terjadi dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Untuk itu disepakati untuk melakukan pembebahan skenario pembelajaran agar dapat mengakomodasi alokasi waktu yang tersedia, sehingga dapat dilakukan kegiatan pembelajaran inti, evaluasi dan resume pembelajaran.

   

· Guru sudah mampu menerapkan media dan dan strategi pembelajaran. Hal ini perlu ditingkatkan lagi dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya.

3. Siklus Ketiga

Siklus ini dilaksanakan selama bulan Oktober 2008. Hasilnya dapat terlihat pada tabel berikut:

No.

Tahap Kegiatan dan Siklus

Hasil Tindakan

1

Perencanaan

· Peneliti dan guru menyusun skenario pembelajaran untuk siklus ketiga (terakhir) dengan memperhatikan beberapa hal sebagai implementasi refleksi siklus sebelumnya, meliputi pentingnya sistem kerja sama (belajar kelompok) bagi siswa dan interaksi guru dengan siswa.

· Bagian penting yang tidak boleh diabaikan adalah dalam mengembangkan skenario pembelajaran, dengan memperhatikan tujuh kunci utama dalam pembelajaran kontekstual.

2

Tindakan dan Observasi

Guru melaksanakan skenario pembelajaran yang ada, dan hasil yang dicapai sebagai berikut:

· Terdapat peningkatan yang sangat berarti pada interaksi belajar guru-siswa. Aktivitas ini berlangsung dalam suasana menghargai potensi siswa pada seluruh aspek secara integrasi.

· Terdapat peningkatan jumlah siswa yang memberikan respon terhadap pembahasan materi faktorisasi bentuk aljabar sehingga semakin bertambah banyak yang telah tuntas dalam belajarnya.

Pola kerja kelompok dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap hasil perkembangan intelektual siswa dalam memahami materi Kompetensi Dasar perkalian, permutasi, dan kombinasi dalam pemecahan masalah, serta merumuskan dan menentukan peluang kejadian dari berbagai situasi serta tafsirannya.

· , sehingga hasil yang dicapai optimal.

· Siswa memberikan respon positif terhadap guru yang melakukan evaluasi secara komperehensif. Evaluasi yang hanya terfokus satu aspek dapat membosankan siswa.

3

Refleksi dan Rencana Selanjutnya

Seperti siklus sebelumnya, peneliti melakukan analisis terhadap perolehan data selama siklus, dan hasilnya adalah:

· Perolehan data pada siklus terakhir menunjukkan bahwa terdapat peningkatan perolehan hasil belajar siswa yaitu proses ketuntasan belajar siswa menjadi meningkat. Hal ini diperoleh dari hasil anlisa data yang telah dilakukan oleh peneliti.

· Intraksi guru-siswa dalam proses belajar mengajar semakin optimal, suasana belajar siswa sangat menyenangkan dan motivasi belajar siswa meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan kualitas siswa, kuantitas siwa yang memberikan respon, dan kuantitas siswa menurun tentang pemahaman konsep faktorisasi bentuk aljabar.

Pembahasan Hasil

1. Siklus Pertama

Pada tahap perencanaan, data menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang diterapkan oleh guru selama ini masih berorientasi pada penguasaan konsep secara kognitif. Anak lebih banyak belajar menghafal rumus-rumus atau cara memfaktorkan dari pada menentukan sendiri proses pemfaktoran, hal ini membuat anak menjadi bosan dan jenuh dalam belajar matematika. Pendekatan dan metode yang digunakan guru kurang bervariatif, masih terfokus pada guru, siswa kebanyakan pasif dalam menerima pelajaran. Dalam proses perencanaan ini diperoleh kesepakatan tentang model pembelajaran dan hasil diskusi untuk pembenahan proses pembelajaran kontekstual ,tersusunnya model evaluasi yang dapat mengukur pemehaman anak yang lebih dalam yaitu aspek afektif dan aspek psikomotor, dan guru telah memiliki kesiapan untuk menerapkan model pembelajaran yang ada.

Pada bagian tindakan dan observasi, nampak bahwa guru menerapkan skenario pembelajaran yang telah disusun dengan memanfaatkan media pembelajaran yang ada disekitar lingkungan sekolah dan implementasi pendekatan kontekstual pada pokok bahasan Faktorisasi Bentuk Aljabar. Hasil pengamatan jalannya proses pembelajaran menunjukkan bahwa cukup antusias dalam pembelajaran karena dilihat dari angket responden yang telah disebarkan sebagian besar dari siswa menjawab senang dan gembira dalam belajar matematika, sehingga motivasi siswa makin tinggi.

Beberapa hal yang belum terlaksana dengan baik adalah terdapat beberapa bagian materi yang belum sempat disampaikan karena cakupan materi cukup luas dan kurangnya waktu yang disediakan. Untuk itu perlu direncanakan media dan strategi pembelajaran yang bervareasi, sehingga pembelajaran lebih menarik lagi. Pelaksanaan evaluasi dan proses bimbingan untuk membuat resume belum sempat dilaksanakan karena kekurangan waktu.

Dari hasil analisa data dan refleksi diperoleh bahwa dari 39 0rang siswa kelas II diperoleh nilai tertinggi 100 dan terendah 50, jumlah siswa yang telah tuntas belajarnya 22 orang dengan prosesntase ketuntasan kelasikal 56, 4 %.

Dengan memperhatikan hasil pengolahan data, maka peneliti dan team sepakat untuk meningkatkan proses pembelajaran sesuai kriteria yang disepakati bersama, dan hal ini sangat penting untuk melaksanakan siklus kedua.

2. Siklus Kedua

Pada bagian perencanaan, setelah memperhatikan hasil analisis dan pengolahan data, maka pada siklus ini menunjukkan bahwa telah dilakukan penyusunan kembali skenario pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dengan cakupan materi sesuai yang telah ditetapkan team dan jangka waktu 2 jam pelajaran (2 x 45 menit). Di samping itu telah dilaksanakan pula proses pembimbingan untuk membuat resume dari materi yang telah disampaikan, evaluasi berupa soal-soal latihan juga telah diterapkan dengan baik sesuai dengan yang telah direncanakan. Bagian-bagian penting yang telah dicapai pada siklus pertama akan dipertahankan dan sekaligus ditingkatkan pada siklus ini.

Setelah dilakukan serangkaian tindakan, maka hasil observasi menunjukkan bahwa guru melaksanakan skenario pembelajaran yang telah disusun, guru nampak lebih santai dalam proses pembelajaran karena siswa aktif berdiskusi tentang materi yang dipelajarinya. Di samping utu guru dengan leluasa memberikan bimbingan kepada kelompok siswa yang membutuhkan penjelasan. Siswa lebih mudah dan cepat dalam memahami materi pembelajaran, siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Pada akhir pembelajaran siswa sudah bisa membuat resum sendiri tanpa bimbingan dari guru dan dapat mengerjakan soal-soal yang diberikan guru., namun waktu yang tersedia cuka tidak cukup untuk menyelesaikan soal.

Dari hasil analisa data dan refleksi pada siklus ini diperoleh bahwa dari 39 0rang siswa kelas II diperoleh nilai tertinggi 98 dan terendah 58, jumlah siswa yang telah tuntas belajarnya 31 orang dengan prosesntase ketuntasan kelasikal 79,5 %.

Dengan memperhatikan hasil pengolahan data, maka peneliti dan team sepakat untuk meningkatkan proses pembelajaran sesuai kriteria yang disepakati bersama, dan hal ini sangat penting untuk melaksanakan siklus ketiga.

3. Siklus Ketiga

Peneliti bersama guru menyusun skenario pembelajaran untuk siklus terakhir (ketiga). Implementasi refleksi dari siklus sebelumnya adalah pentingnya masyarakat belajar (kelompok belajar) dalam memahami konsep-konsep matematika khususnya pada materi Faktorisasi Bentuk Aljabar. Bagian penting yang tidak boleh diabaikan adalah interaksi antara guru – siswa senantiasa harus dipertahankan dan dikembangkan. Dan yang tidak boleh diabaikan adalah penerapan ketujuh kunci utama dari pembelajaran kontekstual, sehingga sebagai dasar bagi implementasi refleksi siklus sebelumnya.

Berdasarkan implementasi dari semua siklus, diketaui bahwa pada siklus kelima (terakhir) data telah menunjukkan adanya perubahan ke arah yang lebih baik dan optimal, hal ini dapat dilihat dari hasil pengolahan data pada siklus ketiga (terakhir) yaitu dari jumlah siswa 39 orang, yang telah tuntas belajarnya adalah sejumlah 35 orang atau dengan prosentase ketuntasan belajar secara kelasikal 89,7 %.

Adapun hasil perolehan pengolahan data dari siklus pertama sampai dengan siklus terakhir (ketiga) dapat dilihat pada tabel berikut:

clip_image002[6]

 

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil dari semua siklus, diketahui bahwa :

1. Pada siklus ketiga (terakhir) data telah menunjukkan adanya perubahan kearah lebih optimal sebagai bentuk telah terjadinya suatu peningkatan prestasi belajar siswa dengan sistem ketuntasan belajar yang telah ditetapkan yaitu 65 % untuk individual dan 85 % secara kelasikal telah menguasai indicator atau KD yang diujikan.

2. Keoptimalan implementasi skenario pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual ditandai dengan adanya penyusunan dan penerapan skenario pembelajaran yang telah memenuhi unsur keterlibatan aktif siswa, motivasi belajar siswa yang semakin tinggi (semangat belajar siswa menjadi bergairah) serta pelibatan sumber belajar secara menyeluruh.

3. Penerapan ini berdampak pada peningkatan kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep matematika yang ditandai dengan unsur penguasaan evaluasi pembelajaran. Di samping itu peningkatan prestasi belajar yang diperoleh siswa sebagai wujud dari implementasi tindakan setiap siklus.

4. Bagian penting yang tidak boleh diabaikan dalam mengembangkan skenario pembelajaran adalah dengan memperhatikan ketujuh kunci utama dalam proses pembelajaran kontekstual sebagai dasar bagi penyelenggaraan pembelajaran.

5. Peningkatan kemampuan matematik siswa yang memperoleh pembelajaran cooperative menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional (biasa).karena pembelajaran kooperatif memunculkan sikap aktif dan kreatif siswa, terutama mencoba menyelesaikan soal-soal yang diberikan, berdiskusi dengan temannya sesama kelompok, dan siswa berani mengemukakan atau mengajukan pertanyaaan kepada guru.

6. Tanggapan atau respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif adalah positif. Pembelajaran ini juga membuat siswa merasa senang, tertarik, tertantang, terbantu dan dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dalam belajar oleh kegiatan kelompok. Selain itu, selama proses pembelajaran siswa juga terlihat tidak bosan belajar. Hal ini terlihat dari antusias dan semangat belajarnya meningkat, tumbuhnya sikap saling menghargai dan keberanian dalam menyampaikan suatu pertanyaan atau tanggapan.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. SMA Negeri 1 Kempo diharapkan dukungan dan berpartisipasi aktif dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya pada mata pelajaran matematika. mengatasi kekurangan-kekurangan yang dialami oleh guru dalam menyelenggarakan pembelajaran.

2. Guru mata pelajaran matematika hendaknya selalu memperhatikan implementasi skenario pembelajaran matematika sesuai dengan pendekatan kontekstual, yang ditandai dengan adanya penerapan ketujuh kunci utama pembelajaran CTL.

3. Kepada guru matematika SMA, disarankan sebaiknya menciptakan suasana belajar yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar siswa menjadi berani berargumentasi, lebih percaya diri, dan kreatif. Siswa dapat saling bekerja sama dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif, salah satu yang dapat memunculkan suasana tersebut adalah belajar kooperatif.

DAFTAR PUSTAKA

Bahri S. (2003). Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pemberian Bahan Ajar Pada Topik Rangkaian Listrik Arus Searah. Tesis PPS UPI: tidak diterbitkan.

Berlin, D. F. dan Hillen, J.A. (1994). Making Connections in Math and Science: Identifying Student Outcomes. School Science and Mathematics Volume 94.

Hamalik, O. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Pembelajaran Kooperatif, Surabaya : Universitas Negeri Surabaya

Ibrahim, M dan Nur, M (2000) Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : UNESA University P

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conseptual Learning Gain in Physics. American Journal of Physics. Vol. 70. Page. 1259-1268.

Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning : Theory, Research, and Practice. Second Edition. Massachusetts : Allyn and Bacon Publishers

Sudjana. (1992). Metode Statistika, Edisi ke-5. Bandung : Tarsito

Sugiono (2002) Statistika untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung.

Suharsimi_Arikunto. (2002), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), Bumi Angkasa, Jakarta.

_________ (2001). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Jogjakarta, Kanisus

Turmudi (Ed). (2001) Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, JICA, FPMIFA-UPI

_________ (2000). Kecenderungan Pembelajaran Matematika pada Abad 21: Bandung: Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika FP MIPA

________ (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional FPMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan

_________ (2001). Belajar Tuntas dalam Pembelajaran Matematika Perlu Dipertanyakan. Makalah pada Seminar Nasional JICA. FMIPA UPI Bandung.

 

IDENTITAS PENGIRIM

Judul Artikel : Implemetasi Pembelajaran Cooperaive Learning Dalam Upaya Meningkatkan Prestasi belajar Matematika Pada SMA Negeri 1 Kempo(Penelitian Kolaboratif)

Suaidin Pengawas Sekolah Dinas Dikpora Dompu-NTB

Nama Pengarang :Suaidin

Nomor Identitas, NIP, NIY :196301081987031013

Institusi Kerja :Pengawas Sekolah Dinas Dikpora Dompu-NTB

Email :dinusmath63@gmail.com

Alamat Blog :http://suaidinmath.wordpress.com

Kirimkan artikel anda DISINI

BACA SELENGKAPNYA »

Jumat, 27 April 2012

Arti Penelitian

Penelitian (riset, research) merupakan penyelidikan suatu masalah secara sistematis, kritis, ilmiah, dan lebih formal. Penelitian bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, atau menguji kebenaran suatu pengetahuan yang memiliki kemampuan deskripsi dan/atau prediksi. image

Kerja penelitian umumnya terdiri dari beberapa langkah utama, yaitu :

  • melakukan kajian terhadap permasalahan,
  • melakukan kajian teoritik dari permasalahan untuk kemudian secara
    deduksi dirumuskan menjadi hipotesis dari masalah yang dihadapi,
  • mengumpukan data empirik guna pengujian hipotesis,
  • mengadakan uji hipotesis, dan
  • menarik kesimpulan.

Apapun jenis penelitiannya, kegiatan penelitian memiliki tahapan kerja sebagai berikut: (a) mendapatkan dan merumuskan masalah, (b) mengKaji teori untuk merumuskan hipotesis atau menetapkan kriteria variabel dalam pengembangan/perancangan/pendeskripsian, (c)mengumpulkan fakta empirik, baik dengan menggunakan berbagai instrumen, melakukan perlakuan, atau dengan membuat produk tertentu, (d) menganalisis temuan fakta atau produk dengan kriteria teoritik untuk pengambilan kesimpulan, dan (e) menyimpulkan hasil dan mempublikasi hasil penelitiannya.

Kegiatan penelitian timbul karena adanya sifat manusia yang selalu ingin tahu. Rasa ingin tahu tersebut membawa permasalahan. Penelitian dilakukan untuk memperoleh jawaban terhadap permasalahan yang membutuhkan jawaban ilmiah. Permasalahan penelitian dapat berupa pencarian teori, pengujian teori ataupun untuk menghasilkan suatu produk guna pemecahan masalah praktis yang berada pada lingkup pengetahuan ilmiah.

BACA SELENGKAPNYA »

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA

Dewasa ini dunia pendidikan kita sedang gencar menyoroti Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Berbagai media cetak dan elektronik kini banyak memuat pentingnya Budaya karakter bangsa. Berbagai seminar dan gelar wicarapun dilakukan para ahli dan pemuka masyarakat mengenai masalah korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan dan perkelahian yang dilakukan sebagian pemuda kita yang begitu anarkhi kian marak diperbincangkan. Alhasil dari perbincangan dan kupasan media oleh para ahli dan pemuka masyarakat menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan salah satu solusi sebagai tindak preventif. pramuka indonesia

Bicara Pendidikan Budaya dan Karakter bangsa Undang - undang No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas telah jelas-jelas mengamanatkan dalam pasal 3 yang menyebutkan bahwa "Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis, serta bertanggung jawab".

Dengan melihat pasal 3 UU Sisdiknas telah jelas bahwa tujuan dari pendidikan di Indonesia khususnya telah merumuskan kualitas manusia Indonesia yang mutlak harus dikembangkan disetiap satuan pendidikan.

Pendidikan Kepramukaan sebagai salah satu wadah pembinaan generasi muda yang nota bene Gudep yang berbasis satuan pendidikan sebagai salah satu lini terdepanya juga telah jelas dirumuskan dalam UU No 12 tahun 2010 pasal 1 ayat 4 bahwa "Pendidikan Kepramukaan adalah proses pembentukan kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak mulia pramuka melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepramukaan".

Gerakan Pramuka dengan kode kehormatannya satya dan dharma pramuka merupakan mutiara, sumber lahirnya nilai nilai karakter positif yang mampu menempatkan pribadinya sebagai insan Indonesia yang seutuhnya. Satya dan dharma pramuka adalah mutiara, apabila mutiara tersebut telah bersemayam dalam hati maka akan menyinari setiap gerak dan langkahnya, karena apa yang bersemayam dalam hati kita itulah yang akan keluar sebagai tindakan dan perilaku. Jika mutiara ini telah tertanam kuat maka akan melahirkan dan membentuk suatu karakter dalam individu.

Pembina pramuka sebagai stakeholder pendidikan kepramukaan hendaknya memahami bahwa praktek penghayatan melalui kegiatan ulang janji merupakan satu hal yang paling inti dan sakral, karena inilah awal yang menentukan keberhasilan dalam rangka pembentukan karakter adik adik kita.

Apabila kita gali lebih dalam tentang metode pendidikan kepramukaan sebetulnya banyak cara yang kita tempuh dalam rangka pembentukan karakter yang sesuai dengan jati diri bangsa, namun ada hal lain yang juga sering kita lupakan bahwa kepiawaian,kesungguhan dan ketulusan hati seorang pembina juga memegang peranan penting. Karena ketulusan seorang pembina dapat menimbulkan aura tersendiri yang juga akan mewarnai adik-adik kita.

Dalam Pendidikan budaya dan karakter bangsa yang bersumber pada Agama, Pancasila, Budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional teridentifikasi 18 Nilai karakter, dan ternyata bila kita cermati dari 18 nilai tersebut juga merupakan bentuk pengamalan satya dan dharma pramuka. Nilai tersebut antara lain :

  1. Religius, Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran  terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. ( merupakan bentuk pengamalan dharma ke 1. Takwa kepada Tuhan yang maha esa )
  2. Jujur, Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. ( Bentuk pengamalan dharma ke 10. Suci dalam fikiran perkataan dan perbuatan )
  3. Toleransi, Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. ( merupakan bentuk pengamalan dharma ke 1. Takwa kepada Tuhan yang maha esa )
  4. Disiplin, Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. ( Bentuk pengamalan darma ke 8. Disiplin Berani dan setia )
  5. Demokratis, Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. ( bentuk pengamalan darma ke 4. Patuh dan suka bermusyawarah )
  6. Semangat Kebangsaan, Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya ( bentuk pengamalan darma ke 3. Patriot yang sopan dan ksatria )
  7. Cinta Tanah Air, Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. ( bentuk pengamalan darma ke 3. Patriot yang sopan dan ksatria )
  8. Peduli Lingkungan, Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. ( Bentuk pengamalan darma ke 2. Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia )
  9. Peduli Sosial, Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. ( Bentuk pengamalan darma ke 2. Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia )
  10. Tanggung-jawab, Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. ( Bentuk pengamalan darma ke 9. bertanggung jawab dan dapat dipercaya )

Pramuka sebagai salah satu organisasi yang tetap konsisten dengan karakter bangsa tentu memiliki pola pembinaan yang terstruktur dan berimbang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Gerakan pramuka sebagai suatu gerakan yang telah terbukti dengan konsistensinya akan karakter bangsa akan dapat berhasil mencapai tujuan sebagaimana tercantum dalam UU No.12 tahun 2010 apabila peserta didik diberi kesempatan untuk mengikuti seluruh jenjang dalam pendidikan kepramukaan. Dari uraian di atas jelaslah sudah, jika Kegiatan pramuka apabila kita laksanakan dengan sungguh-sungguh maka Budaya dan Karakter Bangsa akan tetap terpelihara.

Referensi :

  • UU No.20 Th 2003
  • UU No 12 tahun 2010
  • buku bahan pelatihan Pengembangan Budaya dan karakter bangsa- badan penelitian dan pengembangan kurikulum,kemendiknas
  • Buku panduan KML

 

Judul Artikel :

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN  KARAKTER BANGSA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA

Iman Hadi Purwono, S.Pd SMP Negeri 1 Dukuhturi Kab Tegal

Nama Pengarang : Iman Hadi Purwono, S.Pd

Nomor Identitas, NIP, NIY : 19720805 200801 1 009

Institusi Kerja : SMP Negeri 1 Dukuhturi Kab Tegal

Email : langkapadane@gmail.com

Alamat Blog : www.blognyamapeltik.blogspot.com

Facebook : Pramuka Sturi

Kirimkan artikel anda disini.

BACA SELENGKAPNYA »

Jumat, 20 April 2012

latar belakang penilaian kinerja guru

Guru merupakan elemen kunci dalam sistem pendidikan, khususnya di sekolah. Semua komponen lain, mulai dari kurikulum, sarana-prasarana, biaya, dan sebagainya tidak akan banyak berarti apabila esensi pembelajaran yaitu interaksi guru dengan peserta didik tidak berkualitas. Semua komponen lain, terutama kurikulum akan “hidup” apabila dilaksanakan oleh guru. Begitu pentingnya peran guru dalam mentransformasikan input-input pendidikan, sampai-sampai banyak pakar menyatakan bahwa di sekolah tidak akan ada perubahan atau peningkatan kualitas tanpa adanya perubahan dan peningkatan kualitas guru. clip_image002[5]

Sayangnya, dalam kultur masyarakat Indonesia sampai saat ini pekerjaan guru masih cukup tertutup. Bahkan atasan guru seperti kepala sekolah dan pengawas sekali pun tidak mudah untuk mendapatkan data dan mengamati realitas keseharian performance guru di hadapan siswa. Memang program kunjungan kelas oleh kepala sekolah atau pengawas, tidak mungkin ditolak oleh guru. Akan tetapi tidak jarang terjadi guru berusaha menampakkan kinerja terbaiknya baik pada aspek perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran hanya pada saat dikunjungi. Selanjutnya ia akan kembali be-kerja seperti sedia kala, kadang tanpa persiapan yang matang serta tanpa semangat dan antusiasme yang tinggi.

Dengan latar belakang di atas, maka penilaian kinerja guru merupakan suatu hal yang perlu mendapat perhatian serius khususnya oleh pengawas. Penilaian kinerja guru, merupakan salah satu bagian kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah/madrasah. Kompetensi tersebut termasuk dalam dimensi kompetensi evaluasi pendidikan.

Dalam melakukan penilaian kinerja guru, seorang pengawas seyogyanya memiliki kemampuan untuk: (1) memahami ruang lingkup variabel yang hendak dinilai, terutama kompetensi profesional guru, (2) memiliki standar dan/ atau menyusun instrumen penilaian, (3) melakukan pengumpulan dan analisis data, dan (4) membuat judgement atau kesimpulan akhir.

BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 17 April 2012

Cara Menulis Pada Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan

Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 1995 telah menerbitkan Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan dan terbit enam kali dalam setahun. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan

Pedoman Penulisan :

  1. Naskah belum pernah dimuat/diterbitkan di media lain, diketik dengan 2 spasi pada kertas kuarto,jumlah 10-30 halaman dilengkapi abstrak sebanyak 100-150 kata (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) dan kata kunci sebanyak 5 pengertian (deskriptor). Naskah dikirim ke alamat redaksi dalam bentuk ketikan dan disertai softcopynya.
  2. Naskah yang dapat dimuat dalam jurnal ini meliputi tulisan tentang kebijakan, penelitian, pemikiran, reviu teori/konsep/metodologi, resensi buku baru, dan informasi lain yang berkaitan dengan permasalahan pendidikan dan kebudayaan.
  3. Artikel hasil penelitian memuat judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, dan isi. Isi artikel mempunyai struktur dan sistematika serta persentase jumlah halaman sebagai berikut.
    • Pendahuluan meliputi latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian (10%).
    • Kajian Literatur mencakup kajian teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan (15%).
    • Metodologi yang berisi rancangan/model, sampel dan data, tempat dan waktu, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data (10%).
    • Hasil dan Pembahasan (50%).
    • Simpulan dan Saran (15%).
    • Pustaka Acuan.
    • (Sistematika/struktur ini hanya sebagai pedoman umum. Penulis dapat mengembangkannya sendiri asalkan sepadan dengan pedoman ini).
  4. Artikel pemikiran/gagasan dan atau reviu teori memuat judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, dan isi. Isi artikel mempunyai struktur dan sistematika serta persentasenya dari jumlah halaman sebagai berikut.
    • Pendahuluan meliputi latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penulisan (10%)
    • Kajian literatur dan pembahasan serta pengembangan teori/konsep (70%).
    • Simpulan dan saran (20%)
    • Pustaka Acuan
    • (Sistematika/struktur ini hanya sebagai pedoman umum. Penulis dapat mengembangkannya 4 sendiri asalkan sepadan).
  5. Artikel resensi buku selain menginformasikan bagian-bagian penting dari buku yang diresensi juga menunjukkan bahasan secara mendalam kelebihan dan kelemahan buku tersebut serta membandingkan teori/konsep yang ada dalam buku tersebut dengan teori/konsep dari sumber-sumber lain.
  6. Khusus naskah hasil penelitian yang disponsori oleh pihak tertentu harus ada pernyataan (acknowledgement) yang berisi informasi sponsor yang mendanai dan ucapan terima kasih kepada sponsor tersebut.
  7. 80% atau lebih Pustaka yang diacu hendaknya bersumber dari hasil-hasil penelitian, gagasan, teori/konsep) yang telah diterbitkan di jurnal (komposisi sumber acuan dari hasil penelitian lebih banyak daripada sumber yang diacu dari buku teks). Hasil penelitian paling lama 10 tahun terakhir, kecuali Pustaka Acuan yang klasik (tua) yang memang dimanfaatkan sebagai bahan kajian historis. Penulisan pustaka acuan yang bersumber dari internet, agar ditulis secara berurutan sebagai berikut: penulis, judul, alamat web, dan tanggal unduh (download)

    Pustaka Acuan disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis.

    acuan pustaka

  8. Naskah diketik dengan memperhatikan aturan tentang penggunaan tanda baca dan ejaan yang dimuat dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (terbaru).
  9. Pengiriman naskah disertai dengan alamat, nomor telepon, fax atau E-mail (bila ada). Pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis. Naskah yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis. Kepada penulis diberikan 2 eksemplar jurnal sebagai tanda bukti pemuatan.

Mari berpartisipasi dalam penulisan artikel pada Jurnal Pendidikandan Kebudayaan tersebut dengan mengirimkan naskah kepada kami berupa hasil penelitian, pemikiran, reviu teori/konsep/metodologi, dan informasi lain yang berkaitan dengan permasalahan pendidikan. Ketentuan penulisan selengkapnya terlampir. Naskah mohon dikirim ke :

Sekretariat Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan

Subbag Kerja Sama, Bagian Hukum dan Kepegawaian .
Sekretariat Balitbang Kemdikbud
Gedung E, Lantai 2
Jl. Jenderal Sudirman, Senayan -Jakarta
Telp/Fax :021 57900406
'e-mail : jurnaldikbud@yahoo.com

Download pedoman penulisan klik disini

BACA SELENGKAPNYA »

Metode Mengajar yang tepat

Mengajar belajar adalah kegiatan guru murid untuk mencapai tujuan tertentu. Di duga, makin jelas tujuan makin besar kemungkinan ditemukan model pembelajaran dan metode penyampaian yang paling serasi. Namun tidak ada pegangan yang pasti tentang cara mendapatkan model dan metode mengajar yang paling tepat. Tepat tidaknya suatu model dan metode, baru terbukti dari hasil belajar murid. metode mengajar

Mengajar pada umumnya usaha guru untuk menciptakan kondisi-kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara murid dengan lingkungan, termasuk guru, alat pelajaran dan sebagainya yang disebut dengan proses belajar, sehingga tercapai tujuan yang telah ditentukan. Demikian pula menggunakan suatu model dan metode mengajar untuk segala tujuan belajar tidak akan efektif. Yang menimbulkan kesulitan ialah untuk mengetahui yang manakah model dan metode yang paling serasi untuk mencapai tujuan pelajaran tertentu.

Konsep guru tentang apakah mengajar itu sangat menentukan model dan metode mengajar manakah yang akan diutamakan. Sebelum melakukan proses pembelajaran, sebaiknya seorang pebelajar terlebih dahulu mencari model dan metode mana yang tepat untuk digunakan yang disesuaikan dengan mata pelajaran, jumlah siswa dan kondisi siswa itu sendiri. Untuk itu, akan lebih dikaji jenis-jenis model dan metode pembelajaran serta karakteristik dari tiap-tiap model dan metode tersebut dan kelebihan serta kekurangan dari tiap-tiap model dan metode.

Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar (Udin Winataputra, 1994,34). Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif, yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran.

Banyak model-model pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru dalam proses kegiatan belajar mengajar yang pada prinsipnya pengembangan model pembelajaran bertujuan untuk menciptakan situasi belajar mengajar yang efetif dan efisien, menyenangkan, bermakna, lebih banyak mengaktifkan siswa. Model pembelajaran yang efektif adalah model pembelajaran yang memiliki landasan teoretik yang humanistik, lentur, adaptif, berorientasi kekinian, memiliki sintak pembelajaran yang sedehana, mudah dilakukan, dapat mencapai tujuan dan hasil belajar yang ingin dicapai..

Dalam pengembangan model pembelajaran yang mendapat penekanan pengembangannya terutama dalam strategi dan metode pembelajaran.Untuk masa sekarang ini perlu juga dikembangkan sistem penilaian yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Oleh karena itu guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar bisa saja mengembangkan model pembelajaran sendiri dengan tujuan proses pembelajaran lebih efektif dan efisien, lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi, sehingga siswa lebih aktif.

Referensi

  • Winata Putra Udin, 1994, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Universitas Terbuka
BACA SELENGKAPNYA »

Rabu, 28 Maret 2012

Kata Kunci Guru Dalam Google

Kata kunci guru ?, mungkin anda termasuk salah satu orang yang pernah menggunakan kata guru menjadi kata kunci dipencarian menggunakan search engine google. Kata kuci guru ini mungkin anda kombinasi dengan kata yang lainnya. Kombinasi kata yang paling banyak dicari orang dalam satu tahun ini adalah Sertifikasi guru. Hasil ini berdasarkan survey keywords menggunakan Google AdWords Keyword Tool.

clip_image001

Sebagai catatan bahwa keywords atau kata kuci sangat penting dalam menentukan posisi sebuah halaman blog pada search engine. Tentunya hukum dagang atau hukum ekonomi disini berlaku, maksudnya produsen akan membuat produk yang banyak dicari konsumen dengan kompetitor yang sedikit mungkin. Hal ini berlaku juga dalam menentukan tema atau judul artikel dalam blog yang akan kita buat.

Google AdWords Keyword Tool merupakan salah satu alat bantu untuk suvey kata kuci yang biasanya di gunakan oleh para blogger, dan masih banyak tools yang lainnya baik yang gratis maupun yang bayar

Kembali ke kata kuci guru mari kita lihat hasilnya.

clip_image003

image

Berikut ini hasil dari pencarian kata kunci guru yang bisa anda download dalam format pdf.

Apa komentar anda tentang kata kuci guru ini, coba anda perhatikan satu persatu. Ada beberapa kata kuci  guru dari sekian banyak kata kuci guru yang tertera di daftar yang membuat saya geli salahsatunya adalah guru jablay, silahkan baca sendiri.

Semoga bisa menjadi pertimbangan anda dalam menuliskan artikel tentang guru. Terimakasih dan semoga bermanfaat.

BACA SELENGKAPNYA »

Senin, 26 Maret 2012

Plugin Wordpress Publikasi Artikel

Setelah pembahasan instalasi gadget publikasi artikel untuk blogspot, kali ini akan membahas instalasi plug-in untuk wordpress (selfhost).
Plugin dapat anda download pada link dibawah ini :
Berikut cara instalasinya :
1. Silahkan masuk pada halaman admin anda http://bloganda.com/wp-admin, kemudian lakukan login dengan username dan password anda.
2. Menuju pada halaman instalasi plug in http://bloganda.com/wp-admin/plugin-install.php
clip_image002
3. Pilih Upload http://bloganda.com/wp-admin/plugin-install.php?tab=upload
clip_image004
Pilih Choose File kemudian pilih file publikasi.zip pada folder file plug-in yang telah didownload ini di simpan
Kemudian lklik button install Now
4. Setelah sukses di upload klik link Active Plugin
clip_image006
5. Kemudian akan muncul pada halaman plugin aktif yaitu WP Publikasi Artikel
clip_image008
6. Langkah berikutnya anda menuju halaman Appearance kemudian pilih Widget
http://bloganda.com/wp-admin/wp-admin/widgets.php
clip_image010
Pindahkan (Drag) WP Publikasi Artikel menuju Sidebar yang anda inginkan
7. Chek pada halaman blog anda http://bloganda.com
clip_image012
8. Selesai Plugin WP Publikasi Artikel telah terinstall
Untuk Anda yang menggunakan blogspot silahkan baca gadget publikasi artikel untuk blogspot,
Silahkan Baca juga tentang manfaatnya tombol ini, Selengkapnya di: manfaat Button Publikasi Artikel
Terimakasih semoga bermanfaat
BACA SELENGKAPNYA »

Selasa, 13 Maret 2012

Buku Menulis di Blog bisa bikin kaya

Segera terbit buku karya Trio Sumawung, Penulis (Novelis) sekaligus blogger muda yang penuh bakat dan pengalaman dalam dunia maya. Berikut buku non fiksi yang akan segera terbit karya beliau mengukap kreatifitas maya (blog) dari sisi kewirausahaan dengan judul “Menulis di Blog Bisa Bikin Kaya” .

Buku “Menulis di Blog Bisa Bikin Kaya” bercerita secara gamblang bagaimana kita memanfaatkan waktu kita secara efektif agar dalam berinternet secara tidak langsung memiliki penghasilan tambahan tanpa menggangu aktifitas kerja anda, Buku ini sangat cocok untuk anda para guru untuk membacanya, anda dapat memotivasi diri sendiri maupun memotivasi siswa anda agar dapat berinternet secara sehat dan memanfaatkan waktunya secara baik untuk membangun kreatifitas maya dengan membuat kewirausahaan secara online dengan modal menulis di blog.  Buku ini memberikan wawasan ladang kewirausahaan di internet yang belum terpikirkan oleh anda sebelumnya, dan mengajak setiap pembacanya untuk menjadi seorang entrepreneur di internet modal nol rupiah tetapi dengan modal intelektualitas, .

Krisis ekonomi global membuat masyarakat harus memutar ide bisnis agar bisa mencari terobosan dalam mencari tambahan finansial. Hal ini dibuktikan dengan semakin menjamurnya wiraswasta, baik itu di bidang kuliner ataupun jasa. Di sisi lain, jumlah penganggur meningkat dari tahun ke tahun karena sulitnya lapangan kerja. Bagi mereka yang punya modal cukup, tentu bukan suatu masalah untuk membuat sebuah toko ataupun jenis usaha lainnya. Bagi yang berkantong tipis, membuka sebuah toko plus isinya adalah suatu masalah besar. Bagaimana solusinya?

clip_image002

Dewasa ini, orang berbondong-bondong beralih ke dunia maya sebagai lahan dalam membangun usaha. Mulai usahajual jasa, barang, atau bahkan trading forex. Dunia maya menjadi solusi menarik bagi mereka. Karena selain modalnya sedikit, promosi di dunia maya sangat cepat bisa dirasakan manfaatnya. Selain itu, bagi yang mengelola toko online, mereka bisa membuka tokonya selama 24jam tanpa harus membayar sewa toko. Menariknya lagi, Anda tidak perlu memikirkan gaji karyawan. Cukup dikerjakan sendiri dari rumah saja.

Banyak orang berhasil menaklukkan dunia maya dengan modal sepele. Bagi Anda yang tidak mempunyai barang dagangan dan modal yang cukup, Anda bisa memanfaatkan blog sebagai media untuk meraih penghasilan. Bagaimana caranya?

Pada buku ini, semuanya diulas secara lugas dan gamblang disertai gambar-gambar dari tiap pembahasan. Sangat memudahkan Anda dalam mempelajarinya. Buku ini satu-satunya dan pertama kali di lndonesia yang membahas tema bisnis online dengan modal blog dari sisi yang berbeda.

clip_image004

Bagaimana anda tertarik untuk memiliki buku ini ? tunggu segera terbit di toko buku terdekat di kota anda.

Dan Anda adalah penulis berikutnya. Setuju?

BACA SELENGKAPNYA »

Artikel Favorit